Sementara itu, Jodha sedang
beristirahat, sambil memikirkan tentang strategi penjualan yang baru untuk presentasinya
pada Jalal nanti. Dia juga memikirkan tentang hal-hal yang terjadi di klub
semalam, serta perkataan Jalal padanya saat dia mengantarnya pulang.
Jodha: "Kenapa Pak Presiden
meminumnya, kalau dia memang membencinya? Padahal dia tahu kalau nantinya dia
akan mabuk berat. Kalau orang lain pasti akan langsung membuangnya saja. Aku
tidak mengerti. Dia sangat memujiku semalam sampai membuatku merona. Ada apa
denganku? Badhkan aku sudah pernah dipuji oleh banyak orang, tapi tak pernah
sampai membuatku merona seperti ini. Dan Jodha,, kenapa kau begitu mengaguminya
saat berdekataan dengannya semalam? Bagaimana jika semalam dia terbangun?
Uhh,,, semua ini membuatku bingung. Aku harusnya berdoa saja pada Kanha untuk
menjernihkan pikiranku."
Tiba-tiba, ponsel Jodha berbunyi. Dia
langsung menjawabnya.
Jodha: "Hai, Salima."
Salima: "Hai, Jodha. Bagaimana
keadaanmu sekarang? Apa kau baik-baik saja?"
Jodha: "Iya, Salima. Aku
baik-baik saja. Aku merasa lebih baik setelah semalam, karena telah membagi
ceritaku pada kalian."
Salima: "Aku juga senang kau
sudah berbagi cerita padaku dan Ruqaiyya. Lalu, apa kau bebas hari ini?
Jodha: "Iya, benar. Kenapa
?"
Salima: Ruqs dan aku ingin berdiskusi
tentang hal yang kau ceritakan pada kami semalam. Jadi kami putuskan untuk beekumpul
dirumahku."
Jodha: "Bisakah kita
mendiskusikannya di kantor saja?"
Salima: "Kalau dikantor akan
sulit untuk melakukannya, karena kita harus bekerja dan tidak akan punya banyak
waktu. Dia orang-orang bisa curiga, apalagi si Lintah itu. Jadi aku putuskan
untuk beekumpul dengan kalian disini."
Jodha: "Hhm,, baiklah. Tapi aku
harus beralasan apa pada Ibu dan Ayahku? Mereka tidak tau tentang hal
ini."
Salima: "Bilang saja kalau kau
lagi butuh bantuanku dengan pekerjaan kantormu. Bawa saja laptopmu agar lebih
meyakinkan."
Jodha agak ragu kalau berbohong pada
ortunya. Tapi dia putuskan untuk tetap pergi saja. Karena ortunya juga sudah
tahu dimana Salima tinggal. Jadi tak masalah baginya apa yang akan di lakukan
dirumahnya Salima.
Jodha: "Baiklah, aku akan segera
kesana. Kapan aku harus datang?"
Salima: "Datanglah stelah jam
makan siang, sekitar jam 2."
Jodha: "Baiklah, Salima. Terima
kasih banyak. Hanya demi membantuku dngan hal ini, kau sampai harus meluangkan
waktumu. Dan...
Salima: "Jodha, kau adalah temanku
dan aku selalu senang untuk membantumu. Jadi jangan cemas dan datanglah kerumah
jam 2."
Jodha: "Baiklah."
Jodha lalu menutup teleponnya. Setelah
berbicara dengan Salima membuatnya cukup merasa lebih baik dan yakin bahwa
masalah ini kan segera terpecahkan.
Kemudian Jodha pergi menemui Ibunya
dan mengatakan rencananya.
Ibu: "Tapi sayang, buat apa lagi?
Bukankah semalam kalian sudah bertemu?"
Jodha: "Ibu, semalam kami hanya
bersenang-senang. Hari ini kami akan membahas tentang pekerjaan. Aku membutuhkannya
untuk membantuku mengumpulkan sebuah berkas penting."
Ibu: "Baiklah, sayang. Sesuai
keinginanmu. Kapan kau akan pergi?"
Jodha: "Setelah makn siang,
sekitar jam 2."
Ibu: "Baiklah, kalau begitu
makanlah sebelum pergi."
Jodha: "Iya, bu."
Jodha lalu pergi mandi, lalu berdoa
pada Kanha. Karena dia masih memiliki banyak waktu, jadi dia luangkan waktunya
untuk menonton TV.
Di tempat lain, Jalal masih terus
memikirkan apa yang sudah dia perbuat. Dia masih tidak tahu kenapa dia harus
menyelamztkan Jodha. Bahkan dengan berdoa pun tak bisa membantunya menjernihkan
pikirannya yang bingung.
Waktu berlalu begitu cepat, dan tiba
waktunya bagi Jodha untuk pergi kerumah Salima. Dia mminta izin pada Ibunya
lalu bergegas pergi. Rumahnya salima hanya bejarak setengah jam perjalanan.
Jodha pun tiba dirumahnya Salima, dan langsung memencet bel pintu. Salima lalu
datang membukakan pintu.
Salima: "Hai, Jodha.
Masuklah."
(Jodha memasuki rumah Salima. Ruqaiyya
yang sudah tiba sebelumnya, langsung berdiri memeluk Jodha)
Ruqaiya: "Aku senang sekali kau
datang, Jo. Salima dan aku sangat cemas padamu setelah apa yang kau
ceritakan."
Jodha: "Aww,, ruqs. Aku merasa
lebih baih sekarang. Berhentilah mencemaskanku."
Ruqaiya: "Ha baba, Okay.."
Salima: "Ayo, teman-teman.
Duduklah."
Ketiganya lalu duduk di dekat meja
makan. Salima membawakan milkshake rasa mangga dengan es krim untuk mereka
nikmati. Jodha dan Ruqs langsung mencicipinya.
Jodha: "Salima, minuman ini
luarbiasa."
Ruqaiya: "Iya, aku setuju, Jo.
Ini enak sekali."
Salima: "Makasih, girls. Jika
boleh, mari kita mulai mendiskusikan apa yang harus kita rencanakan."
Ruqaiya: "Maksudmu tentang Adham
sir alias si Lintah? Tentu saja."
Jodha: "Benar, Salima."
Salima: " Kita harus memikirkan
sesuatu yang akan sangat membantu kita. Maksudku, kebenaran tentang Benazir dan
si Lintah itu harus segera terungkap di depan Bos, dan si Lintah itu harus
diberi pelajaran atas perbuatannya pada Jodha."
(Ketiganya lalu berpikir, hingga
akhirnya Jodha teringat sesuatu)
Jodha: "Oh iya,, aku lupa
memberitahu kalian sesuatu semalam. Di malam saat aku sedang bekerja hingga
larut di kantor, dan setelah aku kembali dari toilet, saat itu aku mendengar
percakapan mereka."
*Flashback*
Jodha yang sudah kembali dari toilet
lalu mendengar suara-suara yang dari arah kantor Adham.
Jodha: "Ya Dewi Amba, apa yang kedua orang
ini rencanakan? Tapi aku harus terus mendengarkan peecakapan ini demi
kepentingan perusahaan ini." Batinnya.
Jodha perlahan berjalan mendekati kaca
pembatas dan mendengarkan percakapan mereka yang dengan suara pelan, namun
jelas.
Benazir: "Adham, dimana kau
menyimpan data akun yang asli? Data-data yang Atgha berikan padamu."
Adham: "Benazir, jangan khawatir.
Mereka aman di brankas bersidik jari dan berteknologi tinggi dirumahku."
Benazir: "Berhentilah pamer.
Pastikan saja tidak ada yang tahu tentang keberadaannya."
Adham: "Jangan khawatir, sayang.
Tak akan ada yang tahu kalau aku telah mengubah jumlah uang di data-data akun
itu, dan sudah kuserahkan pada Jalal. Dia tak akan pernah tahu kalau data-data
itu palsu, karena tanda tangan kita berdua yang menjadikannya terlihat asli.
Atgha itu bodoh. Dia bodoh karena lebih memilih menyerahkan data yang asli
padaku, bukannya pada Jalal."
Benazir: "Atgha telah memberikan
kita peluang untuk menutupi jejak kita. Jika tidak, Jalal pasti akan curiga
kalau ada sesuatu yang melenceng. Jadi, aku rasa Atgha telah menyelamatkan
kita, walaupun tanpa disadarinya. Ngomong-ngomong, data akun tahun berapa saja
yang kau punya?"
Adham: "Data akun selama 4 tahun
terakhir ini yang ada padaku. Jalal yang malang, dia tak akan pernah
menemukannya, bahakan jika dia mau."
Mereka berdua lalu tertawa bersama.
Jodha langsung terkejut seketika mendengar hal itu. Dia bingung harus bereaksi
apa. Dia ingin berdiri agak lama dan terus mendengarkannya, tapi saat itu sudah
sangat larut dan dia harus segera pulang.
Jodha: "Ya Khana, apa yang
barusan aku dengar ini? Mereka bedua sungguh pengkhianat yang keterlaluan.
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku meras tdk tahan untuk mendengarkan ini
lebih lama lagi. Aku harus pergi saja."
*Flashback
End*
Ruqaiya: "Jodha, itu mengejutkan
sekali!"
Salima: "Iya, Jodha. Kau sungguh
telah memberikan informasi yang sangat berguna. Tapi kita harus mencari cara
untuk mejadikannya keuntungan kita."
Jodha: Bagaimana kalau kita beritahu
saja Pak Presiden?"
Ruqaiya: "Kita tak bisa
memberitahunya, Jo. Kita ini hanya karyawan. Bos takkan percaya pada kita. Dia
lebih mengenal Benazir dan si Lintah itu sejak lama."
Salima: "Ruqs benar, Jodha. Jika
kita memberitahunya tentang hal ini, ada kemungkinan besar kalau itu akan balik
melawan kita. Juga, si Lintah itu dapat membuat kita kesulitan saat di kantor,
jika dia tahu kalau kita punya informasi ini untuk melawannya."
Ruqaiya: "Bahkan, kita lupa
menceritakanmu tentang seorang wanita bernama Shivani dulu. Tak ada yang begitu
tahu apa yang terjadi padanya, tapi dia pernah mengadukan si Lintah itu pada
Bos. Dan langsung Bos memanggilnya untuk dimintai penjelasan. Tapi si Lintah
itu berkata kalau dia yang akan mengatasi jalan keluar dri masalahnya sendiri.
Dan Bos mempercayainya. Tapi wanita itu malah tak henti-hentinya terkena
masalah dari si Lintah itu. Dia sudah tak tahan menghadapinya, hingga dia pun meninggalkan
perusahaan. Dan sekarang, dia bisa leluasa melakukan hal sama pada kita."
Salima: "Jika kita tak bisa
memakai cara yang layak, maka kita harus memakai cara yang curang."
(Jodha langsung teringat sesuatu)
Jodha: "Oke, tolong jangan
tertawa setelah aku mengatakan ini, karena ini agak sedikit gila. Bagaimana
kalau kita ambil kembali data-data itu dari rumahnya?"
Ruqaiya: "Bagaimana caranya? Dia
adalah Wakil Presiden di perusahaan, dan rumahnya itu sangat besar sekali. Dia
pasti punya banyak penjaga disekitar rumahnya. Akan sulit untuk masuk tanpa
ketahuan."
Salima: "Tunggu, itu mungkin
saja. Si Lintah itu akan merayakan ulang tahunnya sebulan lagi. Dia selalu
menjadi tuan rumah dari pesta besarnya sendiri di rumahnya itu, dan hanya para
pria saja yg diundang. Tapi kita harus mencari cara untuk bisa masuk. Karena
hanya saat itulah kesempatan kita."
Jodha: "Tapi Salima, kau bilang
tadi hanya pria saja yang diundang. Bagaimana bisa kita bertiga masuk tanpa
menarik perhatian mereka?"
Salima: Beberapa karyawan dikantor
termasuk Bos selalu diundang setiap tahunnya. Para tamunya memang pria, tapi
semua pelayan dan bartendernya adalah wanita. Akan ada pertunjukkan juga yang
akan dimeriahkan oleh wanita."
Jodha: "Jadi maksudmu, kita harus
menyamar jadi pelayan?"
Salima: "Iya!"
Ruqaiya: "Tapi tunggu, bahkan
jika kita berhasil masuk ke dalam, bagaimana caranya kita akan membuka
brankasnya?" Aku harap kau ingat, kalau kita bisa membukanya hanya dengan
menggunakan sidik jari si Lintah itu."
Salima: "Jangan cemaskan hal itu.
Kita pasti bisa mendapatkan sidik jarinya."
Jodha-Ruqaiya: "Caranya?"
Salima: "Percayakan saja padaku.
Itu sudah kupikirkan. Akan kuberitahu saat waktunya tiba."
Jodha: "Tapi Salima, aku yakin
pasti si Lintah itu akan menyewa beberapa agen untuk menyiapkan semua
pengaturannya. Jadi, mereka pasti akan memeriksa pelayannya juga, 'kan? Lalu,
bagaimana kita bisa berhasil masuk?"
Salima: "Setiap tahunnya,
walaupun si Lintah menjadi tuan rumah, tapi semua pengaturannya akan diurus
oleh Javeda, sekretarisnya. Dia adalah sahabatku. Dia bisa memasukkan kita ke
dalam pesta."
Rup: "Tapi Salima, tidakkah
menurutmu itu terlalu beresiko membiarkannya mengetahui rencana kita?"
Salima: "Jangan khawatir, Javeda
itu agak bodoh. Bukannya mengatakan dia memang bodoh, tapi dia mudah untuk
dikelabui. Kita bisa memberikan alasan yang tak masuk akal, lalu meyakinkannya
untuk masuk. Ditambah lagi, dia sangat tergila-gila terhadap si Lintah itu.
Jadi, kita bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan informasi yang lebih."
Ruqaiyya langsung terlihat yakin
sekali akan penjelasan Salima. Namun, Jodha malah merasa ketakutan.
Jodha: "Entahlah, Salima. Aku
rasa kita terlalu banyak mengambil resiko."
Salima: "Aku tahu, Jodha. Tapi
inilah satu-satunya cara untuk bisa mengungkap kebenarannya, karena ini akan
menjadi bukti dari perbuatn keji mereka. Ini juga bisa menjdi cara yang tepat
untuk membalas perbuatan si Lintah itu padamu."
Jodha memikirkan perkataan Salima. Dia
tahu bahwa ini satu-satunya cara untuk mengungkap kebenarannya di hadapan
Jalal. Dia juga ingin membalaa jasanya karena telah menyelamatkannya dari
Adham.
Jodha: ("Jika dia bisa mengambil resiki dengan
membahayakan kesehatannya demi aku, maka aku juga harus bisa melakukan hal yang
sama." Batinnya) "Iya, baiklah! Ayo kita lakukan ini,
girls..."
Mereka lalu saling berpelukan. Rencana
mereka untuk mengungkapan kebenaran tentang Adham dan Benazir, telah menjadi
tujuan mereka.