Mereka pun larut dalam makan siang. Setelah semua selesai makan. Hamidah membuka percakapan "Jalal, Aisayaaah ini wanita yang baik, dia juga pintar, orang tuanya menyuruhnya cepat-cepat menikah,mereka khawatir kalau tinggal di Jakarta sendirian tanpa pendamping, kakak hanya mengenalkan, silahkan kalian fikirkan matang-matang apakah bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kalian masing-masing, keputusan sepenuhnya pada kalian untuk lanjut atau tidak, kalau ada yang perlu kalian ketahui kami siap memediasi, datanglah kemari tidak usah sungkan." kata Hamidah, Jalal hanya manggut-manggut, Jodha tak kuat menahan air mata yang terus memaksa keluar, sebelum ketauan dia pun pamit ke kamar mandi.
Di Kamar mandi dia nyalakan kran air agar isak tangisnya tidak terdengar keluar, sakit serasa ditusuk ribuan sembilu melihat lelaki dambaan hatinya dijodohkan dengan orang lain di depan matanya sendiri...
Lama Jodha tak keluar dari kamar mandi, itu membuat semua khawatir, Halimah berinisiatif, dia mengetuk pintu kamar mandi "Jodha... Jodha.. kau baik-baik saja" tanya nya dari balik pintu dengan khawatir, lama Jodha tak menjawab, disekanya air mata yang turun dengan derasnya, semakin diseka semakin banyak yang keluar, dia mencoba mengatur nafasnya. "tenangkan dirimu Jodha, jangan sampai semuanya tau" bisik hatinya, dia mencuci mukanya mencoba menghilangkan jejak kesedihan, namun usahanya sia-sia, matanya bengkak, hidung dan matanya memerah, tak ingin membuat Halimah khawatir, Jodha menjawab panggilan Halimah "iya kak, aku baik-baik saja, sebentar lagi keluar.”
Jodha membuka pintu kamar mandi, Halimah masih berdiri disana "Jodha kamu kenapa, sakit?? Bukannya tadi pagi kamu baik-baik saja" cecar Halimah penuh kekhawatiran. "aku agak kurang enak badan kak" Jawab Jodha, mereka pun kembali ke meja makan.
Semua khawatir melihat kondisi Jodha terutama Jalal, "Jodha kamu tidak apa-apa?" tanya Jalal. "tidak mas, sepertinya aku mau flu" jawab Jodha mencoba mencari alasan, menutupi kegalauan hatinya, sambil menyeka hidungnya yang memerah, mengunakan sapu tangan Jalal yang dulu digunakan untuk menutupi pahanya. "ternyata dia masih menyimpan sapu tangan ku" batin Jalal. "Jalal sebaiknya kau antar Jodha pulang, sepertinya Bos mu ini butuh istirahat" Hamidah memberikan saran. "iya kak, kebetulan saya juga mau pamit sekarang" Aisyaah juga angkat bicara. "kenapa buru-buru?" tanya Halimah. "sejam lagi saya ada liqo, bersama teman-teman sekosan" jawab Aisyaah. "Baiklah, Jalal, Aisyaah saya telah memberi jalan, silahkan kalian istikharah, pesan saya dalam memilih pasangan hidup, seperti yang di pesankan Rosululloh SAW 'pilihlah wanita karena: kecantikannya, hartanya, keturunannya, dan agamanya, yang lebih utama adalah pilih karena agamanya niscaya hidupmu akan barakah" tendas Bairamkhan mengingtkan Jalal dan Aisyaah. Mereka berdua mengiyakan. "Aisyaah, kau ikut bersama kami saja, biar kami antar.” kata Jodha.
Jodha menyerahkan kunci mobilnya pada Jalal, Jodha dan Aisyaah duduk di belakang... “Mba Jodha, sepertinya lebih baik kau ke dokter dulu, keadaanmu sepertinya begitu buruk" Aisyaah menyarankan pada Jodha, terlihat perhatiannya begitu tulus, meski pada orang yang baru sehari dikenalnya. "tidak perlu mba, aku hanya butuh istirahat" jawab Jodha (pen: yang Jodha butuhkan dokter cinta mba Aisyaah). “Menyandarlah pada bahuku mba" lanjut Aisyaah (pen:aku ingin menyandar di bahu mas Jajal) Aisyaah pun merengkuh kepala Jodha dan menyandarkan di pundaknya, sifat keibuanya begitu tulus.
Jalal melirik kedua wanita di belakangnya lewat spion mobil, yang satu wanita yang akhir-akhir ini mengiasi hatinya, yang satunya lagi wanita idaman setiap ikhwan. Jalal menanyakan arah jalan, Aisyaah pun memberi petunjuk, tak berapa lama mereka sudah sampai di depan kosan Aisyaah. Jodha yang dari tadi pura-pura tidur, mengangkat kepalanya dari bahu Aisyaah.
Jalal turun dari mobil, dan membukakan pintu mobil untuk Aisyaah, setelah berterimakasih pada Jodha dan Jalal dia pun bergegas menuju kosan nya, tertulus "kos khusus wanita" di gerbang rumah tersebut, sedang diteras tertulis "batas tamu laki-laki". Jodha sempat membaca tulisan ini, "begitu terjaganya pergaulan Aisyaah" batin Jodha, mereka pun melanjutkan perjalanan. “Mas.." "iya"jawab Jalal. "bagaimana pendapatmu tentang Aisyaah?" tanya Jodha penuh selidik "emm..dia wanita yang baik, cantik, ta'at, pintar, apalagi ya..." Jawab jalal sambil pura-pura berfikir, dia melihat kearah spion ingin tau reaksi Jodha. "kamu akan menerimanya mas?" lanjut Jodha. "sepertinya tidak ada satu alasanpun bagi seorang laki-laki yang dita'arufkan dengan Aisyaah untuk menolaknya" jawab Jalal. "berarti kau akan menerimanya?" tanya Jodha lagi "eemm mungkin iya" jawab Jalal penuh spekulasi “Mas, apa tidak ada wanita lain di hatimu?" Jodha mengharap masih ada kesempatan untuknya. "aku bukan tipe orang yang menuruti kata hatiku Jodha, aku lebih mementingkan rasioku dalam memutuskan sesuatu" jawab Jalal.
Mendengar kata-kata Jalal, ada air yang merembes dari sudut matanya. "teganya kau mas, beri aku kesempatan, mungkin aku bisa jd lebih baik dari Aisyaah" batin Jodha... "kau, baik-baik saja Jodha?" tanya Jalal setelah mengetahui Jodha tidak bersuara, diliriknya Jodha yang saat itu sedang menyeka air matanya, "kau, menangis?" tanya Jalal khawatir "tidak mas, sepertinya ada debu masuk kemataku" elak Jodha. "pulang kerumah mu atau ke mess?" tanya Jalal mengalihkan pembicaraan. “Mess" jawab Jodha singkat, dia tak kuat lagi untuk bicara panjang lebar dengan Jalal.
Mereka pun tiba di Tajmahal, Jalal membukakan pintu untuk Jodha, tadinya Jalal berjalan di belakang Joodha, dia teringat kata-kata gurunya yang menceritakan seorang imam yang hilang sebagian hafalannya, karena tidak sengaja melihat betis wanita yang berjalan didepannya. "Jodha, ma'af aku izin jalan didepanmu" tanpa menunggu persetujuan, Jalal pindah berjalan di depan Jodha, sampai akhirnya mereka masuk lift.
Jodha terus menyeka air matanya dengan saputangan "kau masih menyimpan saputanganku Jodha" tanya Jalal. “Ma'af mas aku lupa mengembalikannya" jawab Jodha. "simpanlah, sepertinya kau lebih membutuhkannya" tegas Jalal, Jalal bergumam dalam hatinya "Jodha, aku tau alasan mu menangis? tapi aku butuh seorang istri yang bisa mewarnai anak-anakku dengan keimanannya, istri yang mengingatkanku ketika aku salah, yang akan jadi bidadariku di dunia dan akhirat, mengertilah...” hati Jodha: “Mas, taukah kamu sakitnya hati ini lebih dari rasa sakit saat aku melihatmu dengan Benazir dikamar waktu itu"
Mereka pun sampai, Jodha tak masuk kekamarnya itu membuat Jalal heran, "Jodha, kau mau kemana?" tanya Jalal heran. "aku mau menemui Fath, ada sesuatu yang harus aku sampaikan padanya" jawab Jodha sambil bergegas meninggalkan Jalal.
Tok... tok.. tok... Jodha mengetuk pintu kamar Fath, Fath pun membukakan pintu dan mempersilahkannya Jodha masuk, Fath heran melihat kondisi bosnya yang mengkhawatirkan. "Fath boleh aku minta kau bacakan Ayat suci Al Qur'an" pinta Jodha "Fath membuka mushaf Al Qura'an dam membacakannya. Hati Jodha menjadi tenang, kesejukan sedikit demi sedikit merambat ke hatinya. Setelah selesai dengan tilawahnya Fath menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, awalnya dia enggan dan malu menceritakannya pada Fath, tapi di fikir lagi ingin rasanya ada teman yang bisa untuk berbagi beban jiwanya, akhirnya Jodha pun mencertakan semua kejadian yang baru di alaminya, juga memcetitakan bagaimana iya begitu tertarik pada Jalal, bukan karena keelokan paras Jalal yang membuatnya tertarik, tapi keindahan budi pekertinya, keluhuran akhlaknya, ketawdhuanya lah yang membuat Jodha tertarik, hingga tergerak hatinya untuk mempelajari Islam, sebuah ajaran yang mampu menciptakan kepribadian yang begitu mempesona bagi siapa saja yang menjalankan ajarannya dengan segenap hati dan jiwanya, perbuatan yang selaras dengan kata-katanya membuat magnetnya semakin kuat hingga menarik perhatian seluruh orang yang mengenalnya, semua orang akan merasakan kenyamanan bila didekatnya... "ohhh, Fath benar kata-kata katamu tempo hari, jangan merubah diriku karena seseorang, jangan mempelajari Islam karena alasan ingin mencari pehatian makhluk, ini teguran buatku Fath, sekarang aku merasakan bagai mana dahsayaatnya kata-kata mu itu..ini menyadarkanku, kalau aku mempelajari Islam karena aku memang membutuhkan sebuah kebenaran hakiki,” Ucap Jodha masih dengan isak tangis... Fath memeluk Jodha, di usapnya punggung Jodha dengan penuh kasih sayang, ia turut merasakan, betapa perihnya hati bos yang sekarang jadi sahabatnya ini... "kita harus bisa mengambil hikmah dari tiap kejadian bu, apa yang baik menurut pandangan manusia belum tentu baik menurut Alloh, apa yang jelek menurut kita belum tentu buruk menurut Alloh"ucap Fath berusaha menghibur Jodha.
"iya Fath aku sibuk mencari perhatian manusia, sepertinya Tuhan cemburu aku menduakan-Nya dengan makhluak" ucap Jodha mencoba menguatkan hatinya.
Jalal menelpon ibunya, dia menceritakan tentang Aisyaah, akhwat yang sedang di ta'arufnya, Hamidah merespon positif cerita anaknya, namun sebagai seorang ibu, dia tau kalau ada sedikit kebimbangan dihatinya, ia pun berusaha mengorek isi hati Jalal, dengan sedikit ragu, dia menceritakan klau selain Aisyaah ada Jodha dihatinya, "tapi dia tidak seaqidah dengan kita bu, aku bingung bu, apakah aku harus menuruti kata hatiku, namun aku pun tak tau apakah dia bersedia mengikuti aqidahku atau tidak, kalau aku memilih Jodha berarti aku menyianyiakan Aisyaah yang begitu sempurana yang tak diragukan lagi keislamannya" Tersirat kekecewaan dikata-katanya. “Mintalah petunjuk Robb mu nak" nasihat Hamidah "Dia akan memberikan yang terbaik untukmu".lanjutnya lagi.
Adapun Jodha, hari-harinya larut dalam pencarian kebenaran hakiki, disela-sela kesibukannya dia mencoba mencari referensi keIslaman selain dari Ftah, Buku, Internet, juga dia mendekat pada Halimah, dia memohon bimbingan padanya...
Jalal mengambil air wudhu, dibasuhnya kepalanya yang penat dengan air yang membawa keberkahan, dia larut dalam sujudnya yang panjang, lantunan do'a mengalun sayaahdu dari bibirnya, memohon pada sang Khalik petunjuk atas dilema hati yang dihadapinya. Zat yang setiap jiwa ada digenggamannya, yang maha tau apa yang terbaik buat hambanya, yang telah menuliskan setiap takdir manusia dalam kitab lahulmahfuz. Begitu pula di malam-malam berikutnya, disaat orang kebanyakan tertidur pulas dalam balutan selimut yang hangat, Jalal memilih maenjauhkan lambungnya dari tempat tidur, dia berharab Robb nya memberi petunjuk, menampakan secercah gambaran wanita mana yang tepat untuk dipilihnya, yang akan jadi navigatornya mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga, diaman dia akan jadi nahkodanya.
Dua minggu sudah proses ta'arufnya dengan Aisyaah berjalan, beberapa kali mereka bertemu di rumah Bairamkhan yang selalu siap memediasi mereka, sepertinya kecocokan sudah mereka sama-sama rasakan.
Jodha pun selalu memantau perkembangan hubungan mereka lewat Halimah, meskipun hatinya telah pasrah atas apa yang akan Jalal pilih... seperti hari ini Jodha menelephon Haliamah "Kak, gimana mba Aisyaah sama mas Jalal? Ada kabar baikah dari mereka" tanya Jodha mencoba mengorek informasi dari Halimah, tanpa sedikitpun mengetarakan apa yang sesungguhnya terjadi dalam hatinya. "oh.. iya, Jodha kemarin mereka mengadakan pertemuan, dirumah kakak. Alhamdulillah, mereka sepakat untuk melangkah lebih jauh, minggu depan Insayaalloh Jalal akan mengkhitbah Aisyaah ke padang" #Dug... hati Jodha serasa ditonjok oleh bogemnya Chris Jhon.
Air mata Jodha tumpah bak air terjun, tak bisa dihentikan, hatinya begitu merana, luka dihatinya yang menganga pedih dan hancur lebur seperti disiram asam sulfat pekat, ditambah HCl pekat, plus CH2COOH pekat (udah gosong tak berbentuk, sebagai gambaran rasa sakit yang amat sangat). Jodha menjerit penuh lara hati (ngajerit maratan langit, ngoceak maratan jagat, begitu kata pribahasa sunda) ikhwan impiannya telah melabuhkan hatinya pada wanita lain, dia terkulai lemas tak berdaya di susut kamarnya. “Mas, hati ini tak rela mendengar kau akan mengkitbahnya, tak terbersitkan di hatimu, untuk memikirkan perasaanku walau hanya sekejap, Aisyaah memang sosok wanita yang sempurna, mana mungkin aku bisa menandinginya, kualitasnya jauh diatasku, bagai langit dan bumi. Ohhh... mengapa Tuhan memberikan rasa cinta ini pada ku, kalau akhirnya aku harus bertepuk sebelah tangan???"batinya terus meminta keadilan pada yang telah membuat kehidupan... "kau harus kuat Jodha, kau harus tegar, kau ini superwomen, saat ibu dan ayahmu pergi untuk selama-lamanya kau begitu kuat menghadapinya, ini hanya masalah kecil, masih banyak laki-laki yang lebih baik dari Jalal." gumamnya lagi mengobati duka lara hatinya. ia teringat kata-kata Fath "apa yang buruk menurut kita belum tentu buruk menurut sang Pencipta."