Written by Samanika
Jodha, Salima, dan Ruqaiyya bersama dengan para penari latarnya telah berkumpul di atas panggung. Mereka membentuk formasi berdasarkan posisi yang telah di tentukan. Jodha berada di tengah-tengah, dengan Salima di samping kanannya dan Ruqaiyya di samping kirinya. Para penari latar berada di belakang mereka bertiga. Formasi mereka membelakangi penonton, tangan mereka menyilang di atas kepala dan pinggul mereka sedikit dicondongkan keluar.
Si sukarelawan memeperkenalkan mereka pada penonton, "Sekarang, waktunya untuk penampilan terakhir malam ini. Para wanita cantik ini akan menampilkan tari perut yang sensasional untuk kita semua. Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka, the Angels!"
Saat mendengar tarian 'tari perut', para penonton yang hadir langsung bersorak-sorai dan bersiul-siul memuja mereka. Adham jadi semakin bersemangat. Dia tak sabar untuk melihat penampilan tariannya. Sedangkan Jalal tidak terlalu bersemangat karena dia sedang sibuk memikirkan Jodha.
DJ mulai memutar musiknya, dan para penari pun mulai menggoyangkan pinggul mereka saat dentuman awal musik, dengan punggung mereka yang masih menghadap penonton.
Hain Ishq Toh
Ishq Toh
Hain Ishq Toh Ishq Toh Gale Se
Laga Le
Mereka pun berbalik sambil terus menggoyangkan pinggul secara serempak hingga menghadap para penonton, pada dentuman musik berikutnya.
Hain Ishq Toh Ishq Toh Gale Se
Laga Le 2x
Ek Jhalak Ko Ankh Taras Gayi 3x
Mereka menampilkan gerakan-gerakan yang sensual layaknya para penari profesional. Mereka semua menari dengan indahnya, namun mata para penonton semuanya tertuju pada ketiga wanita cantik dengan pakaian berwarna-warni. Tarian dan kecantikan mereka telah menarik perhatian para penonton, hingga membuat semuanya semakin ramai bersorak dan bersiul.
Jalal yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri, menjadi teralihkan oleh semua teriakan penonton. Wajahnya pun dengan cepat terarah pada pemandangan di atas panggung. Dia menjadi terpesona dengan goyangan para penari, yang terlihat sensasional dan seksi. Namun, matanya lebih terpesona kala menatap pada seorang penari yang berbaju merah. Menurutnya, penari itu adalah yang terbaik di antara yang lain. Pakaiannya terlihat lebih minim. Di tambah lagi dengan goyangannya yang seksi. Wanita itu berbaju merah itu mengingatkannya pada seseorang yang dia kenal. Jalal juga merasa seperti pernah melihat goyangan tariannya itu sebelumnya, tap ingat dimana.
Jalal: "Wanita berbaju merah itu terlihat tidak asing bagiku. Aku seperti pernah melihat goyangan itu sebelumnya. Tunggu dulu... Yup! Goyangannya Jodha sangat mirip dengan goyangannya. Mungkinkah wanita itu adalah... Tidak! Itu mustahil! Untuk apa dia tampil disini? Sungguh, kenapa aku tak bisa mengeluarkannya dari pikiranku? Aku sungguh harus periksa ke dokter."
Saat dentuman musik berikutnya mulai mengalun, para penari mulai menyebar di seluruh ruangan. Mereka pikir, bahwa itu adalah waktu yang tepat untuk menarik para pria ke atas panggung.
Mereka terus menggoyangan pinggul mereka sambil mencari target yang cocok. Ruqaiyya menuju ke arah Adham. Dia menari sambil matanya terus menatap lurus ke Adham, yang membuatnya semakin bersemangat. Sungguh, seorang wanita yang cantik dan seksi sedang menari di hadapannya dengan goyangan yang sangat menggoda. Ruqaiyya menarik tangan Adham dan membawanya ke atas panggung.
Salima juga melakukan hal yang sama sambil memilih seseorang yang bukan berasal dari kantornya.
Sedangkan Jodha yang sudah melihat keberadaan Jalal di pesta, mencoba untuk menghindar darinya dan melanjutkan tariannya di depan pria lain. Namun mata Jalal selalu tertuju padanya. Dia berharap Jodha yang akan datang padanya dan membawa ke panggung. Dia agak sedikit kecewa kala melihat Jodha memilih pria lain.
Jalal menyadari dirinya begitu tertarik pada wanita berbaju merah itu dengan cara yang tak bisa dia pahami. Dia seperti melihat Jodha di dalam diri wanita itu. Ciri khasnya, caranya berjalan, dan gerakan tariannya membuat Jalal teringat pada Jodha.
Jalal: "Ya Allah, kenapa aku tak bisa berhenti memikirkannya? Dan mengapa wanita itu mengingatkanku pada Jodha? Uuh... Berhentilah memikirkannya, Jalal! Dia tak ada disini. Nikmati saja tarian mereka."
Tiba-tiba salah satu penari latar datang sambil menari di hadapan Jalal dan menunjukkan goyangannya yang hot. Jalal pun berhasil dibuatnya kagum. Penari itu cantik tapi tak secantik wanita berbaju merah, pikir Jalal. Walaupun Jalal tak bisa melihat wajah wanita berbaju merah itu dengan jelas, namun dia tetap terlihat seperti bidadari. Tubuhnya sangat menawan, hingga bisa membuat pria manapun bernafsu melihatnya, walau dia terlihat sangat polos.
Penari yang ada di depannya pun menarik tangan Jalal, yang tak memperhatikannya sejak tadi karena pikirannya hanya tertuju pada wanita berbaju merah.
Jalal: (dalam hati) "Wah! Aku sungguh hilang arah nih. Dan kenapa wanita ini menarik tanganku?"
Jalal menyadari kalau wanita itu ingin membawanya ke panggung. Dia pu bangkit dan mengikuti kemana wanita itu menariknya. Dia melakukan itu, agar dia bisa melihat wanita berbaju merah itu dari dekat. Dia pun menaiki panggung. Di atas panggung, setidaknya ada sekitar 10-15 pria, termasuk Adham. Semuanya dalam keadaan mabuk tentunya, dan dikelilingi oleh banyak wanita cantik. Adham sedang sibuk menari dengan wanita berbaju hitam, yang sejak tadi bisa berpaling darinya.
Jalal berada di salah satu sudut panggung, sedangkan Jodha berada di sudut panggung yang berlawanan, sedang sibuk menari.
Abhi koi armaan rang na laya
Abhi koi dil ko chal nahi paya
Abhi koi armaan rang na laya
Abhi koi dil ko chal nahi paya
Abhi koi aankhon mein sapna nahi hain
Abhi koi jadoo chal nahi paya
Tu pyar ki yeh kashtiyan kar de jara ve paar re
Deedar de...
Seiiring dengan alunan lagu di atas, mata Jalal terus mencari-cari keberadaan wanita berbaju merah. Dia tak tertarik dengan wanita yang sedang menari di hadapannya. Di sisi lain, Jodha sedang mencari tempat pas untuk keluar dari panggung yang saat ini sudah ramai. Dia terus berjalan melewati lautan manusia yang padat, namun dia segera menoleh ke sebelah kanan, saat dia bertabrakan dengan seseorang yang juga sedang berjalan. Dia pun berbalik untuk meminta maaf , namun jantungnya terasa hampir mau copot. Matanya terbelalak kaget begitu melihat Jalal yang sedang berdiri di hadapannya. Namun Jalal malah tak bisa menahan senyumnya. Akhirnya, dia pun bisa bertatapan langsung dengan si cantik yang sejak tadi menjadi incarannya.
Keduanya berdiri agak saling berjauhan, namun tiba-tiba Jalal terdorong dari belakang oleh seseorang dan alhasil hampir jatuh menimpa Jodha. Keduanya pun sekarang berhadapan dengan sangat dekat. Jalal menatap ke dalam matanya yang lentik, besar, dan cantik. Dia hampir terhipnotis olehnya, namun dia merasa seperti pernah melihat kedua mata itu sebelumnya. Hanya dengan melihat matanya, membuat Jalal merasa kalau matanya mirip dengan Jodha. Bahkan dia pun dapat mencium aroma parfum bunga yang sama dengan milik Jodha.
Jalal ingat sewaktu sewaktu Jodha menawarkannya untuk minum teh dirumahnya dan ketika Jodha terjatuh di tangga lalu dia menangkapnya. Dia tak pernah bisa melupakan aroma parfumnya sejak kejadia itu.
Jalal tak bisa melihat bibir dan hidungnya dengan jelas, maka dia berkeinginan untuk melepas cadar dari wajahnya. Dia ingin melihat bibir seksinya dengan jelas. Bentuk tubuhnya merupakan bentuk yang terbaik yang pernah dilihatnya, dan dengan melihat sekat badannya yang telanjang saja sudah cukup membuatnya berputar-putar dngan hasratnya yang tak bisa dibendung lagi. Jalal terus bertanya-tanya bahwa apakah wanita itu adalah hasil kloning dari Jodha. Lalu dia melihat hiasan bubuk kerlap-kerlip di bagian sekitar pusarnya, yang terlihat sangat seksi.
Disisi lain, Jodha malah sedang ketakutan kalau Jalal akan mengenalinya. Dia ingin segera pergi dari sana secepatnya, tapi dari cara Jalal yang menatapnya tajam, sepertinya akan mustahil.
Jodha: (dalam hati) "Ya Dewi Amba, apakah Pak Presiden mengenaliku? Aku harap tidak. Jika dia sampai mengenaliku, maka rencana ini akan gagal."
Jalal: (dalam hati) "Masya Allah! Kecantikannya sungguh tak tertandingi! Dia sangat cantik! Tapi mengapa dia mirip sekali dengan Jodha? Atau mungkinkah Jodha telah menjadi simbol kecantikan bagiku? Aku terus memikirkannya 24/7. Aku mencoba untuk menghubungkannya dengan situasi bahkan tak berkaitan dengannya. Seperti saat ini, aku merasa kalau penari ini adalah Jodha. Uuh,, aku sungguh harus segera periksa ke dokter."
Jodha menjadi tegang. Waktu pun berlalu dan dia masih terjebak di panggung berkat Jalal. Dia coba memikirkan semua hal yang memungkinkannya untuk pergi dari sana. Dengan putus asa, dia hampir saja mau mendorong Jalal, namun seseorang telah lebih dulu memanggil Jalal. Reflek, Jalal pun menoleh ke arah sumber suara tersebut. Jodha tak tinggal diam. Dia pun langsung mengambil kesempatan ini.
Jodha: "Yes! Sekarang adalah kesempatanku!"Batinnya.
Jodha bergegas lari secepat kilat. Dia menerobos keramaian dan sampai pada ujung belakang panggung. Dia pun segera menuju ke kamar Adham.
Jalal yang teralihkan oleh suara panggilan tadi, kembali menoleh ke arah Jodha. Tapi yang dia dapati malah penari lain yang sedang menari di hadapannya. Dia pun kecewa. Dia ingin melihat wanita itu lagi. Kecantikannya membuat Jalal takjub dan mustahil untuk dia lupakan. Dia merasakan perasaan yang sama saat pertama kali bertemu dengan Jodha. Dia mulai menyimpan kecurigaan pada identitas wanita itu. Dia bisa tenggelam hanya dengan menatap ke dalam matanya. Dan aroma bunganya, tak pernah dia lupakan. Tak ada wanita selain dia, yang memancarkan aroma seperti itu dari tubuhnya.
Jalal mengira, saat ini pikirannya sedang bermain-main dengannya.
Jalal: "Mengapa aku datang ke pesta ini? Aku baru saja meminum 2 gelas wiski dan aku langsung berhalusinasi tentang mata dan aromanya Jodha. Aku rasa, sebaiknya aku turun dari sini. Sebaiknya, aku pesan minuman lagi, itu akan membuatku merasa lebih baik." Batinnya.
Jodha berlari manaiki tangga secepat mungkin. Dia bisa mndengar musik yang mengalun dengan keras. Pakainnya membuatnya agak sulit untuk bergerak, di tambah lagi dengan hiasan koin-koin di syal pinggulnya yang terus berbunyi seirama dengan langkahnya. Namun itu semua, bisa dia atasi, karena dia tak boleh sampai tertangkap. Dia berjalan menuju kamar Adham, namun untuk sesaat dia menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang, "Ya Dewi Amba, dimana amplopnya? Dimana aku menjatuhkannya?".
Jodha pun mulai menelusuri kembali setiap langkah yang di laluinya dari awal. Dia berjalan sampai di ujung belakang panggung, tapi tak dia temukan. Jodha mulai panik. Dia mengira bahwa mungkin saja dia menjatuhkannya di atas panggung, dan pasti sudah rusak terinjak-injak dalam keramaian pesta. Dia tak mau naik ke atas panggung lagi untuk mengecek, karena seseorang bisa curiga.
Jodha pun kembali berjalan gontai menaiki tangga menuju kamar Adham. Bulir-bulir kristal bening di matanya mulai jatuh membasahi pipi mulusnya. Dia tak menyangka rencananya akan terperanyak seperti ini. Salima dan Ruqaiyya telah menghabiskan waktu sebulan untuk menyusun semua ini, dan Jodha mengacaukannya. Dia merasa sangat bersalah. Dia sungguh ingin menunjukkan kebenarannya pada Jalal tapi sekarang, itu takkan terjadi. Dia tak tahu bagaimana caranya dia bisa menghadapi Salima dan Ruqaiyya setelah ini. Hanya inilah satu-satunya kesempatan agar mereka bisa menunjukka kebenarannya dan sekarang kesempatan itu telah hilang, karena Jodha.
Dia pun jatuh terperosok ke lantai dan mulai menangis sejadi-jadinya, "Ini semua terjadi karena diriku! Sekarng, bagaimana mungkin Pak Presiden bisa mengetahui kebenarannya? Salima dan Ruqaiyya telah menaruh keyakinan penuh padaku. Sekarang semuanya telah kacau." pintanya sambil terisak.
Jodha masih terus menangis sejadi-jadinya, seperti telah kehilangan seseorang yang dia sayangi.
Tiba-tiba, seorang pelayan tua menghampirinya dan menepuk pelan bahunya.
(Peltu=pelayan tua)
Peltu: "Permisi?"
Jodha: "Ya?"
Peltu: "Apakah ini milikmu? (sambil menyodorkan sebuah amplop)
Sesaat Jodha melihatnya menyodorkan amplop itu dan di atasnya tertera nama 'Rose'. Kebahagiaannya pun langsung melonjak ke dalam dirinya! Dia pun tersenyum lebar begitu juga dengan matanya.
Jodha: (mengambil amplopnya) "Ya! Terima kasih banyak, Bibi. Dimana kau menemukannya?"
Peltu: "Aku tadi sedang membersihkan kamar rias. Para wanita di sana membuat tempat itu jadi berantakan. Saat aku sedang menyapu di bawah salah satu kursi disana, aku menemukan amplop dengan nama 'Rose' ini tergelatak disana. Aku tadinya ingin memberikannya pada si Sukarelawan, agar dia bisa mengumumkannya dan bisa dikembalikan pada pemiliknya. Tapi kurasa saat ini, aku sudah menemukan pemiliknya."
Jodha: "Terima kasih banyak, Bibi. Ini sangat penting sekali bagiku. Terima kasih."
Jodha pun memeluknya erat. Karena Jodha jauh lebih tinggi darinya, maka Jodha harus sedikit membungkuk untuk memeluknya.
Peltu: "Tak masalah, sayang. Kau adalah wanita yang sangat baik. Berbahagialah selalu!"
Jodha lalu tersenyum dan bergegas pergi. Dia menuju kamar Adham sambil memegang amplop di tangannya.
Sementara itu, Salima dan Ruqaiyya masih terus berupaya keras untuk membuat para pria tetap berada di panggung.
Sedangkan Jalal sudah meninggalkan panggung dan meneguk 4 gelas minuman. "Aku sudah melihat minuman dan tariannya? Kapan aku akan melihatmu lagi, Wanita Berbaju Merah?" pintanya dalam keadaan mabuk.
Adham yang sedang menikmati dirinya dengan semua perhatian yang dia dapatkan, memilih menghampiri Jalal. Dia agak sedikit mabuk dan membuatnya agak sulit untuk berjalan tegak.
Adham: "Hey, Jalal. Apa yang kau lakukan disini? Naiklah ke atas panggung. Para wanita itu sangat seksi, khususnya wanita yang berbaju hitam. Goyangannya itu sangat membunuhku!"
Jalal tahu, jika dia ceritakan tentang wanita berbaju merah pada Adham, maka pasti Adham akan mengincarnya juga. Jadi, dia memilih untuk tidak menceritakannya.
Jalal: "No, man. Aku merasa sangat lelah. Kau saja yang pergi dan menikmatinya."
Adham: "Ada apa, Jalal? Ada begitu banyak wanita cantik disini, tapi kau malah tidak tertarik. Apa kau baik-baik saja?"
Jalal: ("Kya batau tumhe, Adham. Pikiranku sungguh kacau! Aku sedang memikirkan Jodha dan wanita berbaju merah itu, bagaikan ada pertandingan yang sedang berlangsung di dalam pikiranku!" Batinnya.)
"Iya, aku baik-baik saja, Adham. Aku hanya lelah saja."
Adham: "Baiklah, terserah kau saja. Aku akan pergi dan menari bersama wanita seksi berbaju hitam itu!"
Adham pun kembali berjalan ke panggung, sedangkan Jalal memesan minuman lagi untuk menenangkan dirinya.
Jodha pun sampai di depan pintu kamar Adham. Dia memutqr knop pintunya, namun terkunci. "Oh tidak! Kenapa ini terkunci? Bagaimana aku mengambil berkas-berkasnya sekarang? Oh Dewi Amba!" katanya cemas.
Jodha kembali menegang sekarang. Dia harus mengambil berkas-berkas itu secepatnya karena takut akan ketahuan. Waktunya sudah banyak yang terbuang karena mencari amplopnya, dan sekarang waktunya sudah tidak banyak lagi.
Jodha masih berdiri disana, mencoba membuka pintunya, dan di saat itulah seorang pelayan melihatnya.
Pelayan: "Hey, apakah kau salah satu penari ya? Apa yang kau lakukan disini? Dan kenapa kau mencoba membuka pintu itu?"
Jodha menjadi panik dengan cercaan pertanyaannya. Dia mengira bahwa rencana sudah akan gagal. Dia pun mulai berkeringat. Si pelayan tadi malah jadi cemas.
Pelayan: "Apa kau baik-baik saja? Kau kelihatn kurang sehat."
Jodha: "Sebenarnya, Adham ingin bertemu denganku. Dia sangat menyukai tarianku. Maka dari itu, dia menyuruhku untuk menemuinya di kamarnya. Tapi pintunya terkunci. Bisakah kau membukanya untukku?"
Pelayan itu pun percaya dengan penuturan Jodha. Karena dia tahu kalau Adham itu memang seorang penikmat wanita dan mempunyai kebiasaan membawa pulang wanita yang ditemuinya di bar atau di pub. Dia pun mengeluarkan satu set kunci dari sakunya. Setelah memilih kunci yang tepat, dia pun memasukkannya ke dalam slot pintu, memutar knopnya, dan membuka pintunya.
Pelayan: "Silakan masuk. Jika kau butuh sesuatu, beritahu saja aku. Karena kau adalah tamu kami, Nona...?
Jodha: "Rose. Namaku Rose. Terima kasih banyak. Aku pasti aku memanggilmu jika butuh sesuatu."
Pelayan itupun pergi dan Jodha masuk ke kamar. Itu adalah kamar yang sangat besar dengan serambi yang luas pula. Ada sebuah dinding kaca pembatas yang memisahkan antar kamar tidur dan serambinya. Ada beberapa foto yang terpajang di dinding, dan wajah Adham ada di setiap foto tersebut. Foto yang paling membuat Jodha tertarik adalah foto 2 orang bocah laki-laki bersama ibu mereka. Dia menyadari bahwa 2 bocah itu adalah Adham dan Jalal. Jodha merasa sangat kasihan pada Jalal saat itu. Adham adalah teman masa kecilnya Jalal, tapi dia malah mengkhianatinya.
Jodha pun tersadar dari lamunannya dan mulai membuka lemari pakaian untuk mencari brankasnya. Dia menyusuri deretan baris pakaian untuk mencarinya. Akhirnya, dia menemukan brankasnya. Di pintu brankasnya, ada tempat sensor scan sidik jari. Jodha dengan hati-hati mengeluarkan kardus yang telah ditempeli pita perekat. Dengan hati-hati, dia melepaskan tempelannya yang sudah terdapat sidik jari tengah Adham. Dia pun menaruh tempelan itu di atas sensor scanner dan menekannya. Beberapa detik kemudian, brankasnya pun terbuka. Jodha merasa sangat senang. Dengan sigap, dia mengeluarkan semua berkas-berkas yang ada dari brankas dan mulai menelusuri berkas yang dicarinya. Akhirnya, dia menemukan sebuah file yang diatasnya tertulis 'Penting'. Jodha mengecek isi filenya dan melihat bahwa berkas itu berlogokan perusahaan Jalal. Dan di berkas itu pula tertera nama dan tanda tangan Benazir dan Adham. "Yes! Dapat! Sekarang, aku harus mengembalikan berkas-berkas yang lainnya ke dalam brankas dan pergi dari sini!" Pintanya dengan senang.
Sambil mengembalikan berkas-berkas yang tak diperlukan, mata Jodha tetap mengawasi ke arah pintu, memastikan tidak ada yang masuk. Setelah semuanya telah rapi, dia pun menutup pintu brankas dan langsung terkunci secara otomatis. Dia mengambil tempelannya dari sensor untuk menghilangkan jejak. Setelan merasa semuanya telah selesai, dia pun mengambil file-nya, amplop sidik jari dan keluar dari kamar itu.
Musik yang sedang mengalun pun sudah berakhir. Dengan itu, Salima dan Ruqaiyya segera mengakhiri tariannya. Mereka kembali menuju kamar rias. Saat mereka tiba, Jodha belum muncul.
Salima: "Oh Tuhan! Dimana dia? Aku harap dia tak tertangkap."
Ruqaiya: "Salima, aku mulai cemas. Aku harap dia tak apa-apa."
Tiba-tiba Jodha menyelinap masuk diam-diam dari arah belakang dan menepuk bahu mereka. Mereka pun berbalik dan merasa senang saat melihatnya aman & selamat. Ketiganya pun langsung saling berpelukan.
Salima: "Jodha, dari mana saja kau? Kami sangat cemas kalau seseorang akan menangkapmu."
Jodha: "Maaf, Salima. Ini karena aku harus datang kemari secara diam-diam sambil membawa file ini agar tak ada yang melihatku."
Ruqaiya: "Syukurlah kau tak apa-apa. Sekarang, ayo kita tinggalkan tempat ini secepat mungkin."
Di sisi lain, Jalal juga memutuskan untuk pulang. Dia agak setengah mabuk, karena itu tidak mungkin baginya untuk mengemudi. Dia pun menghubungi supir pribadinya untuk menjemputnya. Selang beberapa menit, supirnya telah tiba dan memarkirkan mobilnya di jalur lain, karena area parkiran di rumah Adham masih penuh. Jalal pamit kepada Adham sebelum pergi.
Jalal: "Adham, aku harus pergi. Supirku sudah di sini."
Adham: "Biklah, Jalal. Selamat malam. Aku harap kau menikmati pestanya tadi. Bye."
Jalal: "Bye, Adam."
Jalal lalu keluar dari rumah Adham dari pintu depan menuju ke tempat supir pribadinya menunggu. Sesampainya di mobil, dia mendengar suara langkah kaki. Dia pun berbalik dan melihat ketiga penari tari perut sedang berlari dengan kalut menuju sebuah mobil. "Bukankah mereka itu yang tadi menampilkan tari perut di pesta tadi.? Hey, itu dia wanita berbaju merah. Dia bahkan terlihat seksi saat berlari. Aku heran, kenapa mereka pergi dengan terburu-buru begitu?" Katanya dengan penasaran.
Jalal terus menatap ke arah wanita berbaju merah sampai para wanita itu masuk ke mobil dan segera melaju menembus malam. Jalal lalu masuk dan duduk di dalam mobilnya. Lalu menyuruh supirnya untuk mengantarnya pulang.
Jodha, Salima, dan Ruqaiyya merasa sangat senang. Misi mereka pun telah berhasil.
Salima: "Yeyy! Rencana kita telah berhasil! Ini berkat kau, Jodha."
Jodha: "Tidak, Salima. Ini berkat kita semua. Karena kerja sama kita dalam berupaya."
Ruqaiya: "Yey!! Bersulang untuk kita!"
Salima: "Girls, menginaplah di rumahku malam ini. Kita masih harus memikirkan saat yang tepat untuk menyerahkan file ini pada Bos dan tidak lupa untuk memberitahukan kejutan terbesarnya. Di tambh lagi, ini sudah sangat larut."
Jodha-Ruqaiya: “Yah, Baiklah."
Ketiganya masih terus tertawa dan bergembira bersama, di kala itu ponsel Jodha berbunyi. Ibunya yang menelpon. "Astaga! Aku lupa untuk menelpon mereka tadi." Kata Jodha sambil nepok jidat *kumat dech penyakitnya*
Jodha pun menjawabnya, dan dari seberang telepon terdengar suara Ibunya yang sangat marah.
Ibu: "Ada apa ini, Jodha? Bagaimana kau bisa jadi seceroboh ini? Sesibuk itukah kau sampai tak bisa meluangkan waktu sebentar saja untuk menghubungi kami tentang keberadaanmu? Kami sudah menghubungimu 10 kali. Tidakkah kau tahu betapa cemasnya kami?"
Jodha: "Ibu, aku sungguh minta maaf. Kami tadi memutar musik terlalu keras, jadi aku tak bisa mendengar ponselku berbunyi. Dan saat pestanya berakhir, aku harus membantu Salima untuk membereskan tempatnya."
Ibu: "Baiklah, sayang. Ibu mengerti. Tapi jangan kau ulangi lagi, ya? Kau tahu,'kan Ibu jadi sangat cemas. Ngomong-ngomong, sekarang sudah larut. Jadi, kau tak usah pulang, menginap saja dirumahnya Salima. Ayahmu sudah tidur, kalau tidak dia pasti akan menjemputmu. Jadi, pulanglah besok pagi saja."
Jodha: "Baiklah, Buu. Terima kasih dan aku sungguh minta maaf."
Jodha pun menutup teleponnya. Senin besok adalah hari yang penting karena mereka harus mengabarkan berita penting pada Jalal.