Tangisan
Jodha mereda dia duduk mengandat di tempat tidur sambil memeluk boneka hello
kitty teman setianya... matanya bengkak.. menarik napas panjang “Mengapa aku harus
marah pada nya, dia bukan siapa siapa ku, aku tidak punya hak memarahinya, dia
mau ngapain, mau dengan siapa itu bukan urusanku.” suara
hatinya berusaha menghibur. "tapi mengapa, hati ini sakit, saat melihat dia dengan
wanita lain dikamarnya." (sakitnya tu disini didalam hatiku.. sakit... sakit..
intermezo) Terngiang kembali di telinganya saat Benazir mengatakan “Makasih ya
mas, kau hebat.” Hatinya kembali berkecamuk, “Memang ngapain aja mereka di
dalam kamar samapi bilang mas bawel hebat" Jodha memejamkan matanya, dia
tak kuasa membayangkan apa yang Benazir dan Jalal lakukan sebelum kedatangannya,
hatinya terasi disayar pedang raja Jalaludin di serial Jodhaakbar..
Di
kamar Jalal duduk dikursi bertopang dagu, tatapannya kosong tapi fikirannya
melayang. Jalal shock dengan apa baru saja dialaminya. Kalau lagi galau
biasanya Jalal menelpon ibunya "Hamidah" yang tinggal di Malang, dia
curahkan segala hal yang dialaminya. ibu Hamidah mengerti dengan apa yang di
alami anak semata wayangnya "coba kau baca surat Yusuf mulai ayat 23, kau
akan menemukan kisah Yusuf dan Zulaikha, mintalah petunjuk pada Robb mu, Tuhan
yang menggenggam setiap hati, yang maha membolak balikan qolbu" kata ibu
Hamidah dari ujung telepon, memberikan petuah...
Setelah
mendengar suara ibunya, Jalal mulai sedikit tenang.. dia beranjak untuk
mengambil wudhu, dan pendirikan shalat dua rakaat, Jalal larut dalam sujudnya
yang panjang.. dia bermunajat pada Roon nya, tentang fitnah yang baru
dialaminya... untaian do'a mengalun sayaahdu dari mulutnya yang selalu basah
dengan dzikir, diraihnya mushaf Al Quran, dia buka surat ke 12 surat Yusuf,
lalu membacanya mulai ayat 23 suaranya lirih menandakan luka pada jiwanya, dia
buka tafsir ayat tersebut, bagaimana Yusuf di goda oleh Zulaikha, namun tetap
teguh, karena ketakutan pada Tuhannya melebihi ketakutannya pada siapapun...
"ya Alloh Engkau maha menyaksikan setiap kejadian, aku tidak peduli pada
pandangan manusia, pada penilaian manusia, aku tidak peduli dengan
pencitraanku, aku hanya peduli pada penilaiyanMu ya Robbi.” Jalal menarik nafas
panjang, ketenangan mulai menyelusup ke relung hatinya.
Pintu
kamar ada yang mengetuk sambil terdengar suara laki-laki mengucap salam
"Assalamu'alaikum....” "wa'alaikumsallam" Jawab Jalal sambil
membuka pintu, rupanya Hasan sahabatnya. “Masuklah" kata Jalal dengan
ekspresi datar, mukanya sendu, matanya sedikit bengkak."kau kenapa
akhi?" (akhi adalah panggilan sesama aktivis dawah untuk seorang ikhwan)
tanya Hasan sambil menutup pintu, "tumben-tumbenan Jalal galau, sepertinya ada masalah
serius"
gumam Hasan dalam hatinya. Mereka pun duduk di kursi. "aku bawakan nasi
padang kesukaan mu, kau belum makan siang kan?" lanjut Hasan. Jalal:
“sayaukan.. tanpa sedikitpun melihat kearah nasi padang, napsu makannya telah
hilang. Hasan: “ada apa? berbagilah denganku.” Jalal tetap membisu, karena
tidak ada jawaban Hasan kembali bicara "kita cari udara segar yuk, di
ujung jalan ada taman yang sejuk, sepertinya kau terlalu jenuh berada di
ruangan ini.” Jalal pun mengangguk mengiyakan.
Ternyata
pada saat yang bersamaan Jodha juga keluar dari kamarnya, Hasan mengangguk hormat
pada sang presdir, Jodha pun balas mengangguk dengan sedikit senyum yang
dipaksaan, matanya lebih bengkak dari mata Jalal. Sekilas Jalal menatap ke arah
Jodha, yang ditatap membuang muka. Hasan bingung dengan kelakuan bos dan
sahabatnya, "sepertinya ada masalah diantara mereka." kata Hasan dalam hatinya.
Merekapun
menuju kearah lift. Mau tidak mau mereka harus masuk litf bersama, di dalam
lift Jalal berdiri di pojok kanan Jodha berdiri di pojok kiri Hasan berada
diantara mereka. semuanya diam membisu, dari pantulan dinding lift Jodha
menatap sengit Jalal, Jalal balas menatap sekilas kemudian menundukan
pandangannya terlihat wajah yang tak bersalah, meski sangat nampak kesedihan di
matanya. dalam hati Jodha "bahkan kau tak berusaha menjelaskannya mas.” dalam hati Jalal: “tatapanmu penuh
kebencian Jodha, aku sakit ditatap seperti itu olehmu, mengapa kau tidak
berusaha mencari kebenarannya.” dalam hati Jodha: “semuanya sudah jelas mas, aku yang terlalu berharap banyak
padamu, tapi hatimu telah kau berikan pada yang lain...”
Setelah
pintu lift terbuka Hasan keluar pertama, Jalal dan Jodha hampir bersamaan
melangkah, hingga mereka hampir bertubrukan, untung Jalal mundur lagi dan
mempersilahkan Jodha terlebih dahulu dengan isayarat tangannya, "kau begitu
menghargai wanita mas"
batin Jodha, setelah melihat utuk kesekian kalinya, bagaimana sikap Jalal
ketika menghadapi wanita, terbayang kembali diingatannya ketika Jalal tak mau
menyentuh tangannya ketika perkenalan dulu, ketika menundukan pandangan saat
berbicara dengan wanita, ketika mengeluarkan sapu tangan untuk menutupi
pahanya, ketika memperingatkan untuk tidak memeluknya saat pengumuman pemenang
lelang, bayangan-bayangan itu muncul satu persatu di benaknya, ingin sekali
rasanya Jodha mengajak Jalal bicara menanyakan kebenarannya, namun keegoan
hatinya melarangnya "semuanya sudah jelas Jodha, tidak ada yang perlu kau
tanyakan lagi, sudahlah apa yang kau harapkan dari lelaki semacam dia.”
Jodha
pun bergegas pergi mempercepat langkahnya menuju tempat parkir, Jalal hanya
bisa menatapnya dengan tatapan pasrah, dia melangkah bersama Hasan menuju
sebuah taman (mas Jalal di Bandung banyak taman nih tinggal milih mau taman
Jomblo, taman musik, taman film, taman lansia,..intermezo), mereka duduk di
sebuah bangku di bawah sebuah pophon Flamboyan yang rindang, Jalal menarik
napas panjang, menghirup oksigen yang terasa begitu segar, sedikit menyamankan
hatinya. Hasan memulai pembicaraan "teman, apa yang sebenarnya terjadi?.”
"kau mau mendengarnya?” Ucap Jalal balik bertanya. "tentu saja.”
Jalal pun memaparkan dengan jelas apa yang terjadi mulai dari Benazir yang
menghambur tanpa permisi, sampai Jodha yang melihat Benazir keluar dari
kamarnya.” Hasan mendengarkan dengan antusias, ekspresi mukanya menandakan dia
turut berempati, Hasan ikut geram dengan apa yang dilakukan Benazir. Jalal
melanjutkan ceritanya "Aku sudah berusaha memberi penjelasan, tapi dia
tidak memberiku kesempatan.” "Apa kamu sama presdir punya hubungan
khusus?" selidik Hasan.
"Apa
maksudmu?" tanya Jalal. "begini loh, setelah aku dengar ceritamu,
memang wajar seorang presdir akan marah bila melihat anak buahnya, yang dia
fikir berbuat “Mesum", tapi aku fikir yang dilakukan bu Jodha bukan sikap
marahnya sebagai bos ke karyawannya, tapi lebih pada sikap marah seorang wanita
yang melihat laki-laki nya selingkuh, trus melihat reaksimu yang mengejar
presdir dan mengetuk-ketuk kamarnya, menelponnya, itu aku lihat seperti seorang
lelaki yang tidak ingin kepercayaan istrinya hilang.” Hasan teruas mencecar
Jalal dengan analisa-analisanya. Muka Jalal memerah mengetahui Hasan bisa
membaca isi hatinya, dia berusaha mengelaknya "kami tidak ada hubungan
apa-apa, hubungan kami hanya sebas hubungan kerja, memang dia seorang yang
cantik, pintar, baik, kaya, sempat terbersit harap dihatiku, tapi aku berharap
wanita yang jadi pendamping hidupku mempunyai aqidah yang sama denganku, yang
mempunyai visi yang sama dalam mendidik anak-anak kami, yang bisa jadi ibu dan
pengurus rumah tangga, karena ibu adalah madrosatun ula, sekolah pertama untuk
anak-anak ku nanti, tentu aku menginginkan seorang istri yang seiman, yang
ta'at, kenyataan itu membuat aku mengurungkan keinginanku.”
Ditempat
lain Jodha sudah samapai di rumahnya, Jodha duduk di ayunan di halaman rumah
yang luas penuh dengan warna-warni bunga yang bermekaran, kontras dengan
suasana hatinya yang layu sebelum berkembang "apa aku pecat Benazir aja
ya, tapi betapa tidak propesionalnya aku, mencampur adukan masalah pribadi
dengan pekerjaan,,, lebih baik aku tanyakan saja sama Hasan, tentang apa yang
sebenarnya terjadi, Hasan kan dekat dengan mas bawel, pasti dia menceritakan
segalanya" tekad Jodha sudah bulat, akal sehatnya mulai berfungsi, tidak
terhalang lagi oleh cemburu butanya.
Maham
Anga mengagetkan lamunan Jodha, "Nona, aku bawakan Jus apel kesukaanmu,,,
ada apa? sepertinya nona sedang ada masalah, mata nona begitu sembab, saya
buatkan masker mentimun ya, itu berfungsi mengecilkan pori-pori, dan
menghilangkan sembab di mata mu"
Keesokan
harinya Jodha berangkat kekantor pagi-pagi sekali, itu membuat Maham Angga
kaget. “Mau ada meeting yang penting non, pagi-pagi buta udah mau berangkat.”
"takut macet bi" jawab Jodha. Sebenarnya sejak semalan Jodha tak bisa
tidur, ingin rasanya cepat-cepat pagi, Jodha memang bukan tipe orang yang suka
membiarkan masalah berlarut-larut, ia ingin sekali segera menemui Hasan.
Akhirnya
Jodha pun sampai di kantor Tajmahal Corp. Satpam yang tengah ngantuk karena
begadang semalaman, tergopoh-goboh membukakan pintu gerbang, sambi memberi
hormat. Setelah memarkir mobilnya Jodha pun bergegas menuju ruang kerjanya,
semuanya masih sepi, jam ditangannya menunjukan pukul 6 pagi. Jodha segera
menelpon kamar Hasan "Pa Hasan, bisa keruanganku sekarang?.” "siap
bu, saya segera kesana" jawab Hasan, yang memang sudah bagun dari subuh
tadi, ketika melewati kamar Jalal, terdengar lantunan ayat suci Al Qur'an,
sudah jadi rutinitas Jalal menunggu pagi dengan tilawah Al Quar'an.
Hasan
pun tiba diruang kerja Jodha, mengetuk pintu, dan dipersilahkan masuk oleh bu
presdir. "Ada apa bu, anda memanggil saya sepagi ini?" tanya Hasan
penuh penasaran. "begini pa Hasan, sebenarnya saya malu menanyakan ini
pada anda, ini bukan masalah pekerjaan" Jodha menarik napas "ga usah
sungkan bu, selama saya bisa membantu, tidak ada masalah bagi saya." jawab
Hasan. "saya tau pa Hasan teman dekatnya mas... eh pa Jalal, mungkin dia
menceritakan sesuatu pada anda" Jodha pun menceritakan semua kejadian yang
terjadi kemarin dengan jelas dan detail pada Hasan. "begitu pa Hasan"
Jodha menutup ceritanya. "sebenarnya waktu kita kemarin bertemu di lift,
saya sudah menebak ada masalah yang terjadi antara ibu dan teman saya, kemudian
kami ke taman, dan Jalal menceritakan semuanya pa saya" Hasan pun
menceritakan apa yang dikatakan Jalal kepadanya, Jodha mendengarkan dengan
seksama, "hah, jadi seperti itu kejadiannya" Jodha shok, ada rasa
bersalah yang menyelimuti relung hatinya, rasa kecewa pada dirinya sendiri
karena terburu-buru menilai buruk pada mas bawelnya.
"Saya
tidak pernah melihat Jalal segalau ini sebelumnya bu, biasanya dia tetap cool,
menghadapi berbagai masalah, tapi entah mengapa dia begitu takut kehilangan
kepercayaan mu" lanjut Hasan, hati Jodha mulai berbuanga2..harapannya
tumbuh kembali. "Apa lagi yang dia ceritakan?" tanya Jodha kembali
seperti ingin tau apa yang sebenarnya dirasakan Jalal kepadanya. "saya ga
enak bialngnya bu" jawab Hasan. "katakan saja ga pa pa, saya siap
mendengarkan, meski itu kenyataan yang pahit sekalipun.” Hasan berfikir sejenak
menimbang-nimbang apakah dia harus menyampaikan apa yang dikatakan Jalal
kemarin, tentang mimpinya yang ingin punya istri seaqidah dengan nya, tapi
akhirnya dia memutuskan untuk menceritakannya, masalha nanti Jalal akan
memarahinya,dia siap menanggungnya... "begitu bu, isi Hati Jalal yang
sebenarnya" Hasan menutup ceritanya, kekecewaan nampak di muka Jodha,
melihat kenyataan dia beda keyakinan dengan sang pujaan hati, pangeran
impiannya. Jodha pun, mengucapkan terimakasih atas bantuan Hasan yang telah
menjernihkan masahnya dengan Jalal, diapun mempersilahkan Hasan pergi, dengan
sebelumnya meminta menyampaikan pesan agar Jalal menemuinya..... Bersambung
ke Part 7