Dengan
muka memerah Jodha merapihkan sapu tangan Jalal yang menutupi pahanya. “Kalau
ga bisa konsentrasi, yang jangan diliat." ujar Jodha menetupi rasa
malunya. "Aku udah berusaha ga ngeliat, tetap aja terlihat.., seluruh
bagian tubuh wanita itu perhiasan, sebagai lelaki normal tentu aku menyukai
perhiasan itu, tapi itu bukan hak ku Jodha." timpal Jalal dengan suara
tetap datar.. Dengan memonyongkan bibirnya Jodha berkata, "Jadi itu
alasannya wanita Islam menutup auratnya?"
Jalal:
"Mereka hanya ingin memberikan perhiasan itu hanya untuk suami mereka
Jodha, alasan lainnya, menutup aurat bisa jadi pelindung mereka dari niat bejat
laki-laki jahat, kamu tahu Jodha dengan menutup wanita bisa melindungi wanita
dari berbagai bahanya paparan ultraviolet, jadi mereka tidak perlu sibuk untuk
memncari berbagai macam produk pemutih, alasan utamanya karena mereka wanita
yang ta'at akan perintah Tuhannya, ketika perintah menutup aurat pertama kali
diturunkan pada zaman nabi Muhammad, para wanita muslim bergegas melaksanakan
perintah itu, ada yang mengambil gorden, sprai dan kain lainnya untuk menutupi
auratnya itu karena... ‘sam'ina wa 'athona.’ kami dengar dan kami ta'at.”..
Jodha: “ooh begitu ya.. mas kalau aku bukan hak mu,, ya tinggal kau jadikan aku
hak mu aja, gampang kan.” (ngasih lampu hijau nih)...
#deg muka
Jalal memerah,, Jalal: “Aku cukup tau diri Jodha.. kau kan bosku.” Jodha:
“Emang apa salahnya, aku pernah dengar dari moti, kalau dulu Khadijah juga
menawarkan dirinya untuk nabi Muhammah.” Perkataan Jodha membuat Jalal salah
tinggkah, sejujurnya di relung hatinya yang terdalam ada rasa bahagia,
mendengar kata-kata Jodha.. "Akh...
itu cuma kata-kata selewat,, itu bukan perkataan yang serius, mana mungkin
seorang Presdir memilih seorang pegawai biasa untuk jadi suaminya.” gumam
Jalal dalam hatinya. Jodha: “Mas berhenti dulu.” Kata-kata Jodha mengagetkan
lamunan Jalal..
Mereka
berhenti di depan sebuah butik yang baru saja buka,, “Mas maukah kau
mengantarku?” kata Jodha. Tanpa berkata Jalal pun turun dari mobil mengikuti
Jodha. Jodha memilih baju casual yang menutupi kakinya. "Mba apa pantas
aku pakai ini?” tanya Jodha pada karyawan butik. Karyawan butik: “Mengapa tidak
kau tanyakan saja pada suamimu Mbak?” sambil melirik ke arah Jalal yang berada
tidak jauh darinya.. Wajah mereka berdua memerah terlihat seulas senyum yang
tidak bisa ditutupi, tapi mereka tidak berusaha menjelaskan kalau sebenernya
mereka tidak ada ikatan apa-apa.
Sekarang
Jodha sudah memakai baju yang menutupi kakinya. Jalal tersenyum sendiri, merasa
geli dengan kelakuan Jodha, “Kenapa dia
mendengarkanku?" ucap Jalal dalam hatinya. Jalal: “Jodha boleh aku
tanyakan sesuatu, tapi ini pribadi. Jodha: “Tentu saja mas.” ucap Jodha
antusias dalam hatin Jodha "Tumben
mas cool, menanyakan hal-hal yang pribadi.” Jalal: “Jodha, kamu kan masih
muda, ko bisa ya jadi Presdir, pasti kamu seorang pekerja keras, mungkin kisah
mu bisa menginsfirasiku untuk mebangun hidupku.”
Jodha
terdiam, mukanya menunduk, butiran-butiran kecil keluar dari sudut matanya.
Karena tidak terdengar jawaban Jalal melihat sekilas dengan ujung matanya, dia
kaget dan langsung memberhentikan mobilnya. Jodha menyeka air matanya dengan
sapu tangan yang tadi diberikan Jalal. Jalal: “Jodha kenapa? Apa pertanyaanku
ada yang salah? Ma'afkan aku Jodha.” Jalal panik, dia menghadap ke arah Jodha.
Tangis Jodha semakin keras membuat Jalal tambah bingung. "Jodha kumohon
ma'afkan aku, aku tak bisa melihatmu menagis.” ucap Jalal. Jodha: “Ga apa-apa
mas, pertanyaanmu mengingatkan aku pada kejadian tiga tahun yang lalu. Ayah dan
ibuku hendak pergi ke India, mereka terbang dari Jakarta jam 6 pagi, dua jam
kemudian pihak bandara menghubungiku, bahwa pesawat yang mereka tumpangi hilang
kontak, ternyata pesawat itu mengalami kecelakaan, tiga hari kemudian ayah dan
ibuku ditemukan. tapi... tapi mereka sudah meninggal." Air mata Jodha
terus keluar. Jalal hanyut dalam cerita Jodha, matanya terasa basah, ingin
rasanya Jalal menyeka air mata Jodha. tapi tanganya ditarik kembali, indra nya
pulih "Jangan kau sentuh, dia bukan
hakmu Jalal." suara hatinya berkata. Jodha melanjutkan ceritanya
"Sejak saat itu aku tinggal sendiri, aku tidak punya saudara untuk berbagi
resahku mas, aku merindukan kasih sayang mereka, tapi apalah daya itu semua
sudah tercatat dalam jalam hidupku.. Sejak saat itu mau tidak mau aku harus
memimpin Tajmahal corp. Dengan segala kelemahan dan keterbatasanku, ingin
sekali aku menambatkan hatiku pada orang yang tepat"
Tangisan
Jodha sudah mulai mereda,, dia pun melanjutkan kisahnya "Aku tinggal
bersama pengasuh yang sejak kecil merawatku, dia sudah mengabdi di keluarga
kami sejak aku lahir, dia bernama maham angga, dia yang mengurus semua
keperluanku dirumah.”. "Ma'afkan aku Jodha, telah membuatmu mengenang
hari-hari menyedihkanmu." kata Jalal sambil menyalakan lagi mobil. Jodha:
“Ga papa mas. Aku senang kau mau mendengar kisahku.” Mereka terpaku dalam diam.
namun hati mereka telah saling membuka celah, terutama Jalal entah mengapa dia
tidak mampu mencegah hatinya untuk tahu lebih jauh tentang Jodha. Joda pun
merasakan ada secercah harap untuk nya menemukan seseorang yang mengerti
dirinya, yang melihatnya bukan sebagai Presdir, bukan sebagai anak Bharmal sang
konglomerat ternama, tapi melihatnya sebagai wanita yang butuh di pahami, butuh
dilindungi, butuh di mengerti.
Merekapun
sampai di tempat lelang, ternyata sangat banyak perusahaan yang menginginkan
projek itu, mereka pun melakukan regristrasi, dan harus menunggu giliran untuk
melakukan presen tasi, Jodha memecah kebisuan diantara mereka "Bagus-bagus
presentasi mereka ya mas, aku jadi pesimis.” Jalal: “Serahkan semuanya pada
yang di atas Jodha, rizki tiap orang tidak akan tertukar, aku akan berusaha
memberikan yang terbaik.”
MC
lelang mempersilahkan pihak Tajmahal corp. Untuk maju.. Jalal menatap Jodha
sebentar, yang di tatapnya mengangguk sambil memberikan senyuman terindah yang
pernah di lihat Jalal, dan itu membuat Jalal menjadi lebih semangat. Jalal pun
memaparkan presentasinya, semua yang hadir terpukau dibuatnya, bahasanya yang
lugas, gagasan-gagasannya, kepiawayannya memilih kata kata, didukung dengan
mukanya yang menyejukan membuat siapapun enggan mengedipkan mata, tak
terkecuali Jodha.. Semua yang hadir tepuk tangan saat Jalal selesai presentasi,
dia pun kembali ketempat duduknya di samping Jodha. "Mas kamu hebat
sekali, semoga kita yang mendapatkan projek ini" ujar Jodha. Jalal tersenyum
sambil berkata "Aamiiin.” Mereka pun sabar menunggu pengumuman lelang.
Tak
terasa adzan dzuhur sudah berkumandang "Jodha, aku tinggal shalat dulu
ya." ucap Jalal. Jodha: “Aku ikut mas.” Jalal kerung sambil melihat kearah Jodha (kerung itu ekspresi muka
ketika kedua alis hendak menyatu....silahkan mencobanya..intermezo) Jodha
melanjutkan kata-katanya "Maksud aku, aku nungguin mas di luar mushola.”
Jalal: “Kamu ga keberatan?” Jodha menggeleng meyakinkan Jalal (weleh-weleh
Presdir ko mau-maunya nganterin anak buahnya sholat...)
Merekapun
pergi menuju mushola. Jodha: “Mas, habis shalat kita makan siang ya.” Belum
juga Jalal menjawab Jodha sudah mendahuluinya "Oh iya, aku lupa sekarang
hari senin, kamu puasa ya? Dulu kan pertama kali kita bertemu hari senin, aku
ngajakin kamu makan kamu menolaknya, karena kamu lagi puasa." Yang ditanya
hanya mengangguk tanda mengiyakan. "Kalau gitu sambil nunggu kamu shalat,
saya makan siang ya" lanjut Jodha dengan tingkah sedikit manja. Lagi-lagi
Jalal hanya mengangguk.
Selesai
makan Jodha menunggu Jalal di luar mushola. "Ternyata
lamaan shalat dari pada makan" gumam Jodha dalam hatinya (kalau kita
lamaan makan, Betul ga?) Tak lama Jalal pun keluar dari mushola, rambutnya sedikit basah,
wajahnya yang putih nampak bercahaya membuat Jodha tak berkedip menatapnya.
"Kamu udah makan?" tanya Jalal mengagetkan Jodha yang terpesona
dengan aura yang terpancar dari wajah Jalal. "Udah mas"
Merekapun
kembali menuju ruang presentasi untuk menunggu pengumuman pemeang lelang. Tak
berapa lama setelah mereka masuk, ketua penyelenggara lelang pun maju kedepan
dan berkata "Setelah melihat berbagai presentasi dan gagasan-gagasan yang
di paparkan oleh berbagai perusahaan akhirnya kami para juri memutuskan
TAJMAHAL corp. Sebagai pemenang lelang. " Jodha bersorak hendak memeluk
Jalal, tapi Jalal segera mengngatkan Jodha dengan berbisik "Jodha ingat
kau belum menjadi hak ku.”
Bisikan
Jalal membuat Jodha sadar dia pun menarik tangannya yang tadi hampir memeluk
Jalal, mukanya memerah. Untuk menutupi rasa malunya Jodha pun menggoda Jalal
"Kalau belum.. berarti akan dong mas" sambil tersenyum dan
mengerlingkan mata bulatnya, membuat Jodha nampak lucu, membuat gemas orang
yang melihatnya, kalau saja bukan Jalal, pasti pipi Jodha sudah dicubitnya.
Yang digoda tersipu, mukanya memerah, sambil berkata, "Jodha kau
ini..."
Merekapun
dipanggil untuk membicarakan lebih jauh tentang projek yang baru saja mereka
menangkan, menjelang maghrib mereka baru keluar, kebahagiaan tidak bisa
ditutupi dari wajah mereka. Jodha berkata "Mas, Tajmahal beruntung
memiliki orang seperti kamu.” Jalal: “Jangan terlalu berlebihan memujiku Jodha,
nanti aku terbang.” Jodha: “ya.. aku tinggal ikut terbang aja bersamamu mas.”
goda Jodha.
Mereka
masuk kedalam mobil, dan menembus kemacetan kota Jakarta. Adzan maghrib pun
berkumandang. Jalal segera menepikan mobil di halaman sebuah masjid. Dia
membatalkan puasa dengan meminum air mineral. Jalal: “Jodha, aku shalat dulu
ya.” Jodha pun mengangguk mengiyakannya. Jodha ikut turun dari mobil, dia
menunggu Jalal diteras masjid, Jalal baru selesai mengambil wudhu dan melintasi
Jodha sambil tersenyum dan berkata "Tunggu ya.” Jodha membalas senyumnya
sambil mengangguk. Pemandangan yang selalu dia suka ketika melihat wajah Jalal
yang basah dengan air wuhu. Dalam hati nya berkata "Adem sekali hati ini melihat wajahmu mas.” Jodha duduk di
teras masjid, dia merasakan kedamaian saat imam shalat melantunkan ayat-ayat
suci Al Quran, teras masjid terasa sejuk meskipun udara Jakarta begitu panas,
angin menerpa rambutnya yang terurai. Jalal pun selesai shalat, mereka menaiki
mobil kembali....... Bersambung
ke Part 5