Di dalam kamar, Jalal sedang bicara serius dengan ibu nya tentang rencana menjodohkan Fakhri dengan Jodha. "kau yakin nak dengan rencanamu?" tanya Hamidah. "iya, bu setidanya itu sedikit menguramgi rasa bersalahku." Jalal berusaha meyakinkan. "kamu tidak akan menyesal?" Hamidah masih tak percaya. "aku pikir tidak ada jalan lain bu, masa aku harus nikahin Jodha dan Aisyaah." (poligami dong, nanti apa kata para begum, bisa-bisa ikhwan agra dilemparin telor busuk). "aku merasa tenang, jika Jodha mendapatkan orang yang tepat, dan saya rasa Fakhri laki-laki yang tepat untuk Jodha.” Mengutarakan alasannya. “Sepertinya masuk akal juga.” jawab Hamidah, “nanti ibu sampaikan pada Jodha...”
Hamidah mendatangi kamar Jodha.. “Masuk lah bu kau tidak perlu permisi untuk memasuki kamarku." sambut Jodha. Hamidah pun mengutarakan apa yang tadi di katakan rencana Jalal, "bagaimana Jodha, apa kau bersedia menjalani proses ta'aruf dengan nak Fakri?" tanya Hamidah. Jodha terlihat melamun, seperti ada yang dipikirkannya. "kenapa Jodha, kau keberatan, apa kau menyukai pria lain?" tanya Hamidah lagi. Dengan berat hati Jodha membuka mulutnya, "aku... aku mencintai anakmu bu."
Ibu Hamidah tersenyum, "ibu sudah tau nak, bahkan sebelum kau mengatakannya, sejak pertama kita bertemu di lobby Tajmahal, matamu nenyiratkan banyak cinta untuk Jalal." Jodha tersipu malu, mukanya memerah. “Mas Jalal juga tau?" tanya Jodha penasaran. "iya... mas Jalalmu tau, tapi waktu itu dia tidak tau kalau kau sedang belajar Islam, sedangkan dia ingin mempunyai istri yang seaqidah dengannya, andaikan kau mengataknya sebelum kita berangkat ke Padang, mungkin semua ini tidak akan terjadi, sekarang tanggal pernikahan sudah di tetapkan, tidak ada jalan lain Jodha, kau harus belajar melupakan Jalal, cobalah buka hatimu untuk lelaki lain, Jalal tidak akan tenang, sampai kau mendapatkan lelaki yang tepat, cobalah kau menjalani ta'aruf dengan Fakhri, setidaknya ini untuk Jalal.” Ujar Hamidah panjang lebar. "beri aku waktu untuk memikirkannya bu" pinta Jodha...
Jodha berfikir semaleman, dia pun mengambil air wudhu menunaikan qiyamu laial dilanjut dengan shalat istikharah, dia larut dalam do'anya, memohon petunjuk atas gundah gulana hatinya
Ya Allah Yang Maha Pemurah,
Terima Kasih… Engkau telah menciptakan dia dan mempertemukan aku dengannya.
Terima kasih untuk saat-saat indah yang telah kami nikmati bersama
Terima kasih setiap pertemuan yang telah kami lalui bersama
Terima kasih setiap saat-saat yang lalu. Aku datang bersujud pada-Mu,
Sucikan hatiku ya Allah, agar dapat melaksanakan kehendak dan rencana-Mu dalam hidupku.
Ya Allah, jika aku bukan pemilik tulang rusuknya,
Janganlah biarkan aku merindukan kehadirannya…
Janganlah biarkan aku melabuhkan hatiku di hatinya.
Kikis lah pesonanya dari setiap pelusuk mataku,
dan usirlah dia dari relung hatiku
Gantilah damba kerinduan dan cinta yang bersemayam di dada ini,
dengan kasih dari dan pada-Mu yang tulus dan murni.
Bantulah aku agar dapat mengasihinya hanya sebagai seorang sahabat.
Tetapi jika Engkau ciptakan dia untukku, ya Allah,
satukan hati kami…
Ya Allah Maha Pengasih,
Dengarkanlah doaku ini…
Lepaskanlah aku dari keraguan ini menurut kasih dan kehendak-Mu.
Allah Yang Maha Kekal,
Aku tahu Engkau sentiasa memberikan yang terbaik buatku,
Luka dan keraguan yang aku alami pasti ada hikmahnya.
Semuanya ini mengajar aku untuk hidup lebih dekat dengan-Mu,
untuk lebih peka terhadap suara-Mu yang membimbing aku menuju jalan terang-Mu.
Bimbinglah aku untuk tetap setia dan sabar menanti tibanya waktu yang telah Engkau tentukan.
Jadikanlah kehendak-Mu dan bukan kehendakku yang terjadi dalam setiap hidupku, Ya Allah. Aaminn Amiin Aminn Ya Robbal Alamiiin...
Begitu pula dengan malam berikutnya, keesokan harinya Hamidah menemui Jodha, menanyakan keputusan Jodha. "Jodha, apa kau sudah mendapat petunjuk nak?" tanya Hamidah. "entah lah bu, hatiku belum 100 persen yakin, tapi sepertinya aku akan mencobanya, paling tidak, keputusanku bisa membuat mas Jalal tenang." jawab Jodha.
Hamidah pun segera menghubungi Jalal, menyampaikan kabar gembira yang baru didapatnya. "Alhamdulillah bu, akhirnya dia mau membuka hatinya untuk Fakhri.” Ucap Jalal lega, meski itu menggores hatinya.
Akhirnya Jodha melakukan proses ta'aruf dengan Fakhri. Jodha mulai membuka diri mengenal sosok ikhwan sahabat mas bawelnya, meski hanya setengah hati. Hamidah dan Jalal yang memediasi mereka.
Suatu hari, di hari munggu Aisyaah pergi ke toko buku, mencari buku tentang yang berkaitan tentang rumah tangga, ternyata disana bertemu Fath, Fath pun menyapa Aisyaah, “Ukhti kau masih ingat aku, aku teman mas Jalal, tempo hari kita ketemu di masjid at tiin" (waktu Jodha mengikrarkan keislamanya).
Setelah menemukan buku yang dimaksud, Fath meminta Aisyaah untuk mengobrol dengan nya, ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Awalnya Fath ragu apa kah akan menceritakan yang sebenarnya terjadi tentan Jodha dan Jalal atau tidak, tapi jika tidak itu akan Jadi beban hatinya, akhirnya Fath memilih menceritakan semuanya, tentang apa yang sebenarnya terjadi. Terkenang kembali di benak Aisyaah, ketika pertemuannya pertama kali di rumah Bairamkhan, waktu itu dia melihat Jodha begitu kalut ketika mengetahui kalau lelaki yang akan dijodohkan dengan nya adalah, Jalal. Cuma waktu itu Jodha pura-pura kalau dirinya sakit, padahal hatinya yang sakit, Aisyaah pun baru mengerti sekarang, dan dia mengucapkan terima kasih pada Fath, telah menceritakan semuanya, ini belum terlambat, tanggal pernikahan kami masih 2 minggu lagi.
Di kamar Jalal, 4 orang sedang duduk bersama sambil menikmati teh hangat buatan ibu Hamidah, 2 orang ikhwan ganteng dengan karismanya masing-masing yaitu Jalal dan Fakhri, dan 2 orang wanita shalehah itulah Jodha dan ibu Hamidah, sekilas Jalal menatap Jodha yang sedang tertunduk menjaga pandangannya. suara hati Jalal "subhanalloh, semakin aku berusaha untuk coba mengubur namamu, tapi semakin kuat pesonamu memikatku, semakin hari akhlakmu semakin membuatku kagum.." Jalal tak mau larut dalam pergolakan jiwanya, dia pun membuka perbincangan "akhi fakhri, seminggu sudah kalian berta'aruf (ujung matannya melirik Jodha), apakah sudah ada kecocokan?" tanya Jalal. "insayaa Alloh kalau ana rasa, semua yang ada pada ukhti Jodha cocok dengan ana." ujar Fakhri dengan tetap menjaga pandangannya.
Sekarang giliran ibu Hamidah yang angkat bicara "kalau nak Jodha gimana, apa ada keberatan?" sebelum menjawab, Jodha memandang kedua ikhwan yang ada di hadapannya, ketika matanya menatap Jalal seolah meminta pertolongan, akan apa yang seharusnya ia katakan. setelah lama diam, Jodha pun mulai bersuara "akhi Fakhri orangnya baik, agamanya baik, berasal dari keturunan yang baik, sepertinya akan menjadi imam yang baik pula dalam memimpin keluarga...." Jodha berhenti sejenak, menggantungkan kata-katanya, sepertinya tidak ada alasan saya untuk menolaknya." Mendengar itu, entahlah, Jalal apakah harus merasa senang atau sedih.
Adapun dikamarnya Aisyaah sedang termenung, difikirkannya bolak balik apa yang dikatakan Fath, dia tidak ingin menikah dengan laki-laki yang ada wanita lain dihatinya, karena itu sangat menyakitkan buat diriya, dan tentunya sangat tidak adil bagi wanita lain itu. Dia terus berfikir, dan larut dalam do’a-do’a nya agar dapat memutuskan hal yang berat ini, dua hari Asayaah tidak bisa tidur, menimbang-nimbang keputusan apa yang sebaiknya di ambil. akhirnya dia memilih memutuskan ikatan Khitbah, "tapi alasan apa ya, yang masuk akal dan bisa diterima oleh keluarganya dan oleh keluarga Jalal juga, di saat tanggal pernikah telah ditetapkan"
Aisyaah pun memikirkan cara untuk melepaskan ikatan khitbahnya dengan Jalal. dia teringat akan temannya yang bekerja di kedutaan Mesir, Aisyaah mencoba menghubunginya, meminta bantuan agar dia membantunya untuk mengurus beasiswa ke Mesir. Gayung pun bersambut. "kebetulan, kemarin ada calon penerima beasiswa yang mengundurkan diri, kau siapkan saja berkasnya, karena minggu depan sudah harus di kairo.”
Aisyaah sekarang tinggal menemukan waktu yang tepat untuk memutuskan khitbahnya dengan Jalal, sedang ke keluarganya di Padang Aisyaah sudah memberi tau, kalau dia mendapat beasiswa dan membatalkan untuk menikah, karena ingin mengejar impiannya dulu.
Di Tajmahal, Jodha mulai menata kembali hatinya, mencoba membuka diri menerima keberadaan Fakhri sebagi calon suaminya, meskipun proses khitbah atau lamaran belum dilakukan..... Bersambung ke Part 12