Di Padang rombongan Jalal di sambut dengan sangat ramah, meski keluarga Aisyaah keluarga yang sederhana, tapi mereka sangat memuliakan tamu, acara khitbahbun di mulai Bairankhan yang jadi juru bicaranya, dan lamaran pun diterima oleh pihak keluarga Aisyaah, sekarang mereka sedang mendiskusikan waktu terbaik untuk acara pernikahan yang rencananya akan dilaksanakan dengan sederhana saja, hingga akhirnya dengan kesepakatan kedua belah pihak, ditetapkan tepat sebulan lagi sebuah janji suci antara Jalal dan Asiyah akan ditetapkan.
Jalal cs menginap satu malam di Padang, suasana rumah Aisyaah pun ramai dikunjungi sanak saudara yang ingin mengetahui, calon suami Asiyah sang wanita shalehah yang jadi bunga desa di kampungnya. Mereka pun sangat terpesona melihat calon Aisyaah yang begitu menawan baik rupa maupun akhlaknya, “Mereka kelihatannya akan menjadi pasangan yang cocok.” Ujar para kerabat Aisyaah.
Esok paginya, Jalal cs kembali ke Jakarta, Jodha sudah siap menanti kedatangan mereka dibandara, Jodha menghubungi Jalal untuk mengetahui perkiraan kedatangannya. Hati Jodha sudah sekuat baja, tak lagi seperti besi yang meskipun kuat tapi tetap aja mengalami korosi ketika teroksidasi oleh udara dan air. Dia sudah menerima takdirnya, yang tidak bisa lagi dirubah, selain atas kehendak yang kuasa tentunya.
Jalal cs tiba dibandara, disambut dengan senyum hangat oleh Jodha, Aisyaah juga ikut diantara mereka. Jodha memeluk Aisyaah memberi ucapan selamat, dilanjutkan dengan ucapan selamat untuk Jalal, dengan tanpa menyentuh tangan Jalal. "Gimana,,,, jadi kapan kalian menikah?" tanya Jodha "InsayaaAlloh sebulan lagi Jodha,, do'akan kami ya" ujar Jalal pelan mencoba menghargai perasaan Jodha.. "ya.. tentu.. aku akan selalu mendo'akan kebahagianmu." jawab Jodha. “Cinta tidak harus memiliki, aku cukup bahagia melihat orang yang kucintai bahagia..." gumam Jodha dalam hatinya sambil tetap menampakan senyum terindahnya. Ia menggandeng ibu Hamidah dan Halimah, wanita yang kini sangat dekat dengannya.
Jalal memita izin pada Jodha, kalau ibunya ikut tinggal di mess selama sebulan, sambil menunggu acara pernikahan berlangsung, Jodha membolehkannya, dia malah senang.. sejak ada Hamidah, Jodha jarang pulang ke rumahnya, dia sering tinggal di mess, bahkan kadang-kadang malam-malam ngetuk pintu kamar Jalal, hanya sekedar ingin tidur dalam pelukan ibu Hamidah, kalau sudah seperti itu Jalal yang ngalah tidur di sofa.
Kedekatan Jodha dan Hamidah semakin terjalin, hingga suatu hari Jodha mengatakan kalau dia sebenarnya sedang mempelajari Islam dan ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang hal-hal baru. Hamidah merespon positif, kabar baik itu pun disampaikan pada Jalal yang tentu sebuah kejutan untuknya. "Jodha andaikan kau mengatakannya jauh-jauh hari, mugkin ini semua tak akan terjadi."gumam Jalal dalam hatinya, tersirat kekecewaan, namun apalah daya nasi telah menjadi bubur (enaknya cuma dijadiin buryam).
Hari-hari Jodha banyak digunakan untuk diskusi dengan Hamidah, yang dengan sabar membimbingnya, kadang mereka mengobrol sampai malam, Jalal senang melihat perubahan Jodha pada diri Jodha... kadang Jalal sengaja membuatkan susu hangat untuk Jodha dan ibunya, yang larut dalam obrolan-obrolan penuh hikmah namun mudah diterima Jodha, ibu Hamidah sangat piawai dalam menyampaikan kebenaran karena memang di Malang dia seorang Ustadzah...
Hari ini Jodha bilang pada Halimah, kalau dirinya sudah meyakini sepenuh hati dan mantap untuk mengikrarkan keIslamannya. "Sungguh Jodha???” Ucap Halimah dengan muka sangat bahagia, Halimah segera memanggil Jalal yang yang sedang di meja kerja, mengerjakan PR kerjaannya di mess.
Jalal langsung bangkit dari duduknya sambil menghampiri Jodha "sungguh Jodha? betulkah? kau sudah memikirkannya matang-matang? kau tidak akan menyesal dikemudian hari?” Ujar Jalal keluar karakter mas bawelnya. namun ekspresi wajahnya menyiratkan suatu kebahagiaan yang luar biasa, meski penyesalan semakin menghujam dihatinya... yang dibombardir oleh pertanyaan hanya mengganggukan kepalanya, dengan mantap. "baiklah besok pagi kita temui Biramkan, kita ajak dia ke masjid At tin, menjadi saksi ke Islaman Jodha dalam mengucapkan ikrar suci sebagi tiket awalnya menuju surga" kata Halimah dengan penuh kelembutan.
Keesokan harinya dikamar Jodha Halimah sedang mendandani Jodha dengan kerudung "kau sudah siap menggunakan hijab Jodha?" kata Halimah. "iya ibu, aku ingin menjalankan apa yang ada di surat An Nur ayat 31 tentang kewajiban menutup aurat bu, aku ingin seperti ibu yang hanya menampakan perhiasan pada orang yang berhak melihatnya" kata Jodha penuh keyakinan.
Jodha mengenakan kerudung Hijau (warna kesukaan Jalal), kerudung sayaar'i menutupi dada dadanya, dres hiaju yang warnanya lebih tua dari kerudungnya, dilengkapi dengan blezer hitam, meski tertutup namun kecantikan masih sangat terpancar dari dirinya, bahkan semakin nampak aura iner beauty nya, setelah beres mereka keluar dari kamar, menemui Jalal yang sedari tadi menunggu tak sabar di depan kamar, begitu pintu dikuka "subhanalloh" cuma kata itu yang mampu keluar dari bibir Jalal, dia lantas menundukan pandangannya, tak kuasa melihat pesona Jodha.
Sekarang Jodha, Jalal, Hamidah, Halimah, Bairamkhan, fathimah, Hasan dan juga Aisyaah telah hadir di masjid At tiin, Jodha duduk di depan Imam besar masjid tersebut, sang Imam menuntun Jodha mengucapkan dua kalimat sayaahadat "Asayahadualaa ilaaha illalloh" Jodha mengikuti apa yang diucapkan Imam "wa asayahadu anna muhammadar rosuululloh" dia mengikuti untuk yang kalimat yang kedua "aku bersaksi tiada Tuhan selain Alloh, dan aku bersaksi nabi Muhammad utusan Alloh".
Setelah selesai mengucap ikrar suci ke muslimannya, Jodha menghampiri Hamidah yang duduk di belakangnya, tangan hamidah menyambut Jodha, air mata haru menetes melewati pipinya, dia memeluk Jodha. "ibu terima kasih banyak, kau telah dengan sabar membimbingku." ucap Jodha. Halimah, Fath, Aisyaah, Hasan, Bairamkhan memberi selamat dan dukungan pada Jodha. "kami semua sekarang saudaramu Jodha, ikatan akidah itu lebih kuat dari ikatan darah.”Ucap Bairamkhan. terakhir Jalal yang menghampiri Jodha “Ukhti, kau sekarang bagian dari kami, aku akan selalu ada untukmu." ucap Jalal, antara rasa bahagia dan kecewa campur aduk dalam dirinya.
Mereka sekarang menuju rumah Bairamkhan yang tak jauh dari masjid itu, Halimah telah menyiapkan makan siang.
Hari-hari pun berlalu, kini Jodha menjelma menjadi akhwat sejati, ilmu baru yang di dapatnya selalu berusaha didaulahkan dalam kehidupannya, meski masih terbata-bata Jodha tak putus asa mempelajari Al Qur'an, ibu Hamidah dengan sabar dan telaten membimbingnya. Namun ia sosok yang tegas dan berwibawa ketika menjelma menjadi seorang presdir. seperti hari ini dia memanggil Jalal, karena merasa proyeknya berjalan lambat, setelah kehilangan Benazir, Jodha meminta Jalal untuk mencari Arsitek pengganti, yang sudah Jalal tau kemampuannya, dan Jalal pun menyanggupi ia merekomendasikan Fakhri, teman sekampusnya dulu yang juga sesama aktifis dakwah kampus. Jodha pun segera menyuruh Jalal mendatangkan Fakhri untuk diwawancarai.
Dan tak butuh waktu lama keesokan harinya Fakhri datang membawa lamaran (muka Fakhri itu mirip Fredy Nuril), Jalal mengantarnya masuk keruangan Presdir, lalu memperkenalkan Fakhri pada Jodha. Fakhri hanya merapatkan tangan sambil menyebut namanya sendiri tanpa menyentuh tangan Jodha. "sepertinya ini satu species dengan mas bawel deh"gumam Jodha dalam hatinya....
Seminggu sudah Fakhri bergabung dengan Tajmahal corp. Skill nya tidak diragukan lagi begitu pula dedikasi dan loyalitasnya terhadap perusahaan. Hari ini Jalal mengajak Fakhri menyurvey proyek mereka yang sudah setengah jadi, mereka mengontrol para pekerja dang mengejek kualitas bangunan hasil kerja mereka, takut ada bahan bahan yang tidak sesuai standar, coz kadang banyak mandor-mandor nakal, yang mengurangi jumlah semen atau mengganti kualitas bahan-bahan bangunan dengan kualitas yang rendah, dengan tujuan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya,tanpa berfikir efek samping yang mungkin terjadi, yang kadang dapat membahayakan nyawa orang seperti robohnya bangunan.
Setelah semua dirasa tidak ada masalah, Jalal mengajak Fakhri makan siang di sebuah resto sederhanya dekat tempat proyek tersebut. Terbersit dalam hati Jalal untuk menjodohkan Fakhri dengan Jodha, sepertinya itu akan mengurangi rasa bersalahnya yang dengan tidak sabar telah meninggalkan Jodha untuk wanita lain, diutarakan keinginannya itu pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. Meskipun itu akan menyakitkannya "Fakhri.. apa kau sudah punya calon?" tanya Jalal dengan hati-hati. “Mmm belum. memang sih sudah ada keinginanku untuk menikah, tapi belum menemukan yang sreg dihati, kamu beruntung bisa menemukan Aisyaah." jawab Fakhri. "kamu mau aku Jodha, kan?" tanya Jalal lagi. "dengan siapa?" Fakhri balik bertanya. "Jodha" jawab Jalal." hah... presdir kita?!" Fakhri kaget. "ga ada yang salah kan? dia muslim, meski dia baru mengenal Islam, tapi aku sangat tau semangatnya sangat besar untuk terus belajar,untuk merubah dirinya jadi lebih baik, saya yakin dia bisa menjadi istri yang shalehah." Jalal menjelaskan panjang lebar. "tapi dia kan bos kita,, aku tidak berani melebihi batasku, meski aku akui, bos kita itu begitu menarik." "kau tau, ibunda Khadijah kan, dia juga awalnya kan bosnya Nabi Muhammad, dan tidak ada masalah dengan itu selama mereka bisa saling menerima.” Mencoba memantapkan hati sahabatnya. Akhirnya Fakhri pun setuju untuk mencoba berta'aruf dengan sang presdir...... Bersambung ke Part 11