NOTE: tulisan warna biru adalah ucapan pikiran/ucapan dalam hati pemain.
Jalal
 mendapat berita bahwa Karvan Jodha telah sampai diperbatasan Jalal 
sangat bahagia dan melepaskan kalungnya sebagai hadiah untuk prajurit 
tersebut yang telah memberikan kabar bahagia tersebut. Prajrit itupun 
undur diri.
 
Jalal: “Aku hanya menunggu saat kau masuk ke istana ini Ratu Jodha. Tanpamu ssatu menit seperti satu tahun.”
Para Ratu sedang bergosip. 
Ratu
 A (maaf saya tidak tahu namanya): “Dia sangat keras kepala. Dia tidak 
mau kembali ke istana ini saat Yang Mulia mengajaknya. Dan sekarang 
datang ke sini.”
Seorang
 ratu datang kesana dan duduk dihadapan Ratu A, “Jika kau memahami 
dirinya (Ratu Jodha) maka kau akan melakukan seperti yang Ratu Jodha 
lakukan. Mungkin kau tidak mengerti apa itu cinta dan harga diri, itu 
pertama kalinya Yang Mulia pergi ke Agra untuk menjemput Ratu Jodha 
sehingga ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya.”
Jalal terus gelisah dan mondar-mandir. Ruqaiya melihatnya dan ia tidak senang melihat hal itu, “Orang yang meninggalkanmu, namun kau sednag menunggunya. Dan aku adalah temanmu sejak kecil tapi kau mengabaikanku.”
Ruqaiya memaksakan senyumnya dan menghampiri Jalal, “Apa yang kau lakukan disini Jalal?”
Jalal: “Aku menunggu Ratu Jodha.”
Ruqaiya:
 “Aku tahu kau sangat bahagia mengetahui ia akan datang kembali, aku 
juga bahagia mengetahui Ratu Jodha akan kembali. Tetapi dengan menunggu 
seperti ini akankah dia datang lebih cepat?”
Jalal:
 “Kau benar tetapi aku tidak mengendalikan hatiku. Aku hanya ingin 
melihat Ratu Jodha, aku tidak ingin melakukan apapun bahkan untuk 
beristirahat. Aku hanya berharap aku bisa melihat Ratu Jodha.” Jalal 
terus tersenyum bahagia tanpa memperhatikan Ruqaiya yang tampak kesal. 
Prajurit datang dan mengatakan kepadanya bahwa Jodha telah sampai di 
Agra dan berjarak beberapa ratus kilometer dari istana dan dia akan 
berada sampai besok. Jalal sangat bahagia dan memberikan melepaskan 
cincinnya sebagai hadiah untuk prajurit tersebut.
Jalal: “Lihat Ruqaiya hanya satu malam dan besok pagi dia akan berada disini.” 
Ruqaiya: “Itu bagus Jalal, aku harus pergi dan melakukan persiapan.”
Jalal: “Aku senang kau mau melakukan semua ini.”
Ruqaiya: “Aku senang melihatmu bahagia Jalal.”
Sesaat Jalal terdiam mendengar ucapan Ruqaiya yang sedikit dipaksakan untuk tetap tersenyum. Ruqaiya berkata dalam hati, “Aku tidak ingin melakukannya tetapi aku takut bahwa aku akan kehilanganmu. Jadi aku akan berpura-pura baik didepan Ratu Jodha.” Ruqaiya pergi meninggalkan Jalal yang kembali tersenyum.
Ruqaiya
 menghapiri Para Dasi dan memerintahkan mereka melakukan pekerjaan 
dengan baik, “Seluruh istana terlihat indah dan Jalal ingin istana ini 
dihias dengan gaya rajvanshi dan juga siapkan makanan favorit Jodha.”
Maham datang Ruqaiya tampaknya sakit. 
Ruqaiya: “Musuhku mungkin sakit.” 
Maham: “Orang yang mencoba untuk merebut posisimu, kau melakukan semua ini untuk dirinya.”
Ruqaiya:
 “Aku sudah katakan berkali-kali padamu bahwa tidak ada yang dapat 
merebut posisiku dan juga aku tidak bisa melawan Jodha seperti Anda 
tetapi aku akan menjadi dekat dengannya untuk mendekati Jalal sehingga 
aku akan menemukan cara untuk memisahkan mereka.” 
Maham: “Kau harus mengatakan bahwa kau takut pada Ratu Jodha.”
Ruqaiya:
 “Aku tidak takut dengan kepandaiannya, aku hanya harus bergerak 
mengikuti arah angin tidak melawan arah angin, atau aku akan kehilangan 
semuanya seperti dirimu.” 
Setelah mengatakan itu semua Ruqaiya meninggalkan Maham Anga. Sepeninggalan Ruqaiya, Maham Anga tersenyum, “Luar biasa.”
Jodha
 beserta rombongan, mereka berhenti di suatu tempat dan melihat terdapat
 tenda disana. mereka bertemu Maan Singh disana. Shehnaz mengikuti 
Jodha. Jodha keluar dari tandunya dan bertanya pada Maansigh mengapa ia 
disana. Maan mengatakan bahwa ia diperintahkan oleh Jalal untuk 
menyambutnya dan mengawalnya hingga ke gerbang istana. Jodha tersenyum 
senang mendengarnya.
Resham
 datang ke kamar Maham dan mengatakan bahwa dekorasi yang dilakukan 
seperti besok akan ada festival. Maham marah dan langsung mengusirnya.
Adham datang ke kamar Maham bersama komplotannya.
Adham:
 “Jalal merayakan kehadiran Ratu Jodha dengan sangat meriah, tapi ia 
tidak melakukan perayaan sebegitu besar saat aku memenangkan perang. Kau
 mencoba banyak hal dan sekarang dia akan datang kembali dengan penuh 
hormat dan kita harus bersujud kepadanya, itu kekalahan kita.”
Maham:
 “Ini bukan kekalahan kita tetapi kekalahan Kerajaan Mughal. Setelah 
rajvanshi dibuat tunduk kepada kita dan sekarang kita yang dibuat tunduk
 pada rajvanshi.”
Adham: “Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi.”
Maham:
 “Kita tidak dapat menghentikannya, tidakkah kau lihat Bharmal dan 
Baghwandas ditunjuk menajdi komando oleh Jalal, Maansigh mendapat posisi
 penting di Kerajaan ini, Shivani dan Tejwant diampuni dan menadapatkan 
tempat khusus di istana ini. Tetapi kau tidak bisa melakukan apapun, 
kita harus menyingkirkan akar untuk menghentikan semua ini, kita harus 
membuat orang-orang yang setia pada Jalal lenyap seperti Maansigh, 
Todalmal, Atgah, dan Ratu Jodha. Satu orang yang paling membahayakan 
kita adalah Atghah Khan.”
Kini Jodha dan saudara-saudaranya beserta Shehnaz berada dalam tenda. Maan meminta Jodha untuk beristirahat.
Jodha: “Mengapa kau disini padahal aku akan ke Agra.”
Maan: “Yang Mulia memintaku kesini demi keamananmu, ada jashn besar di istana.”
Jodha: “Bagaimana keadaan Yang Mulia.”
Maan:
 “Yang Mulia tidak pernah merasa bahagia sebelumnya tetapi ketika ia 
mendapat kabar bahwa Bibi akan segera kembali wajahnya langsung 
bersinar.” Jodha tersenyum.
Jalal
 mendapat berita bahwa Maan telah bertemu Jodha dan mereka akan sampai 
di Agra besok sore. Jalal begitu bahagia dan memberikan cincinnya untuk 
prajurit tersebut.
Disisi lain. Jodha bertanya pada Maan, “Apakah Yang Mulia mengirim pesan untukku?”
Maan:
 “Yang Mulia tidak mengatakan apapun padaku namun matanya mengatakan 
banyak hal mungkin karena dia ingin berbicara denganmu secara langsung.”
Jodha: “Kapan kita akan sampai di Agra. Kita harus segera sampai disana.”
Maan:
 “Kita akan sampai di Agra besok. Malam ini Bibi istirahat dulu, besok 
setelah matahari terbit, kita akan melanjutkan perjalanan.”
Jodha: “Aku ingin secepatnya sampai di Agra. Aku telah menyakiti banyak orang Ratu Salima, Rahim, Ibu aku merindukan mereka.”
Shehnaz yang ada dibelakang Jodha menyela, “Dan kau juga merindukan Yang Mulia kan?”
Jodha
 tersipu dan melirik Maansigh yang juga tersenyum penuh arti. Maan 
bersama paman-pamannya kemudian keluar dari tenda Jodha. Jodha terus 
tersenyum mengingat kata-kata Maansigh bahwa Jalal begitu bahagia 
setelah mendengar kabar bahwa dirinya kembali ke Agra dan wajah Jodha 
sepenuhnya memerah.
Salima menghampiri Jalal yang berada di Balkon. 
Salima: “Saya pikir ketika Ratu Jodha kembali kesini kau akan merasa damai tetapi kau merasa gelisah.”
Jalal: “Kau benar Ratu Salima. Malam ini terasa begitu panjang bagiku. Aku tidak tahu kapan Ratu Jodha akan datang.”
Salima: “Hanya menunggu untuk satu malam kemudian kemuliaan akan bersinar di seluruh Agra.”
Jalal:
 “Kau sebagai perempuan aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Besok pagi 
ketika aku bertemu Ratu Jodha apa yang harus aku lakukan, apa yang harus
 aku katakan?
Salima:
 “Kau adalah seorang Raja yang berkuasa dan ketika namamu disebut 
membuat semua orang ketakutan. Namun kau begitu gugup untuk menghadapi 
istrimu sendiri.”
Jalal: “Aku berjuang untuk banyak perang tetapi aku begitu gugup jika berhadapan dengan istriku.”
Salima: “Kau tidak perlu berkata apa-apa Yang Mulia. Cinta
 akan mengeluarkan bahasa sendiri. Orang tidak butuh kata-kata untuk 
mengekspresikan cinta. Saat dua orang jatuh cinta, mereka akan 
berkomunikasi tanpa kata-kata mereka akan saling mengerti. Dan akau yakin kau akan mengerti saat kau melihat Ratu Jodha.”
Jalal: “Terima kasih atas kata-katamu Ratu Salima.”
Salima
 menyarankan supaya Jalal tidur. Namun Jalal menolak, “Kau tidurlah Ratu
 Salima. Sepertinya aku tidak bisa tidur sekarang.” Salima tersenyum dan
 mengucapkan salam kemudian pergi.
Di tempat lain, Jodha juga berpikir hal yang sama dengan Jalal. Mereka seolah-olah mampu berkomunikasi dari kejauhan.
Jodha: “Kapan malam ini akan berakhir sehingga aku bisa cepat sampai di Agra.” Jodha berpikir, “Dia mengutus Maansigh untuk menyambutku, aku tahu sampai aku tiba di Agra ia tidak akan bisa tidur.”
Ditempatnya Jalal berpikir, “Ratu Jodha Kapan kau akan datang, kumohon maafkan aku.”
Jodha: “Kau
 telah berulang kali meminta maaf padaku tapi aku terlalu keras kepala, 
aku bahkan tidak berbicara kepadamu tetapi sekarang semuanya akan 
baik-baik saja, aku akan bersamamu.”
Jalal: “Aku akan merasa damai saat aku mendapatkanmu.” 
Dan lagu Inn Aankhon Mein Tum pun mengalun. Mereka berdua tidak bisa tidur dan merasa gelisah. 
Akhirnya
 pagi pun tiba. Di gerbang istana Agra semua orang menunggu kedatangan 
Jodha. Semua orang menyerukan nama Jalal saat Jalal tiba di gerbang 
istana dan kemudian nama Jodha diserukan saat Jodha dan rombingan tiba.
Jalal
 tersenyum lebar, Jodha keluar dengan emosional. Hamidah berkata, “Malam
 yang panjang telah berakhir dan kini Jodha datang menyinari istana 
ini.”
Rahim
 berlari kearah Jodha, Jodha menyambutnya dan langsung mencium pipinya. 
Hamida, Salima, Shivani dan seorang ratu datang menghampiri Jodha. Jodha
 mengatupkan tangannya didepan dadanya dan hendak menyentuh kakin 
Hamida. Namun Hamida mencegahnya dan langsung memeluk Jodha. Jodha 
memeluk Salima, ia sedikit menampar Shivani kemudian mencium kening dan 
memeluknya. Jodha disambut dengan adat Rajvanshi (Kakinya dibasuh, 
melakukan tilak dan aarti) namun ia merasa gelisah, kedua matanya terus 
mencari keberadaan Jalal.
Jalal
 ada dibelakang para wanita itu. Setelah semuanya selesai, para wanita 
itu memberikan jalan untuk Jodha. Jalal berdiri didepan Jodha untuk 
menyambutnya. Kedua mata mereka bertatapan dan berkomunikasi namun hanya
 mereka yang tahu apa yang mereka bicarakan. Jodha sudah mulai 
berkaca-kaca dan Jalal menganggukkan kepalanya untuk menyambutnya. 
***Udaaahhhh,,, berhenti senyumnya... Itu dilihatin orang-orang... 
hihihihi***