Written by Samanika
Jodha meninggalkan ruangan Jalal dengan tegang. Dia perlu waktu untuk berpikir bagaimana caranya menyiapkan presentasinya dan menulis laporan 100 halaman. Dia tahu kalau Jalal melakukan ini semua hanya untuk menyusahkannya. Tapi tetap saja, dia harus melaksanakan tugasnya dan menyelesaikannya tepat waktu.
Dia bergegas menuju meja kerjanya dan duduk di depan komputer. Dia mulai dengan menyiapkan presentasinya karena waktunya cuma sedikit.
Jalal bisa melihat dengan mudah ke arah ruangan Jodha dari ruangannya. Jalal sengaja memberinya ruangan itu agar dia bisa leluasa melihatnya kapanpun dia mau.
Jal: "Harimu dineraka tlah dimulai, Nona Jodha Singh."
Salima memperhatikan pandangan Jalal yang terarah ke Jodha.
Sal: "Pak, apa ada masalah?"
Jal: "Tidak, Salima. Kenapa kau bertanya begitu?"
Sal: "Aku tak pernah melihat Anda mengamati karyawan sedalam ini. Sikap Anda ini sedikit beda dari biasanya."
Jal: "Salima, aku sedang memantau karyawan baru, Jodha."
Salima tahu kalau Jalal tidak hanya memantaunya saja, tapi sedang mengamati Jodha dengat sangat bersemangat. Dia terus memandang Jodha dengan sikap yang tak biasa. Namun, Salima tetap diam saja dan melanjutkan pekerjaannya.
Jodha, disisi lain, sudah memikirkan tentang hal yang ingin di presentasikan nanti dan sudah menyelesaikan 15 slide, saat jam makan siang. Dia ingin pergi makan siang dengan Ayahnya. Dia sedang menuju ke ruangan Ayahnya, saat...
Sal: "Jodha, Bos memanggilmu ke ruangannya."
Jo: ("Hey Bhagwan, kaisa manushya hai yeh! Dia senang mengacaukan makan siangku juga. Namanya seharusnya bukan Jalal, tapi Jallad!" Batinnya.)
Jodha pergi menuju ruangan Jalal dan memasukinya. Dia melihat Jalal dan Wakil Presiden Adham sedang berbincang mengenai sesuatu.
Jal: "Oh, Jodha, masuklah. Aku ingin kau bertemu dengan Wakil Presiden di perusahaan kita, Adham Khan. Dan Adham, ini Jodha Singh, manajer baru di bagian Penjualan."
Keduany lalu saling menyapa. Adham sangat terpesona dengan kepribadian Jodha dan penampilannya. Jalal melanjutkan perbincangannya dengan Adham beberapa saat.
Ad: "Kalau begitu, Jalal, aku akan kembali ke ruanganku."
(Adham meninggalkan ruangan Jalal sambil terpesona dengan Jodha.)
Jal: "Jadi, Jodha, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa kau suka bekerja disini?"
Jo: "Jadi ini alasan Anda memanggilku? Untuk menanyakan ini? Pak Presiden, aku sudah kehilangan 15 menit dri jam makan siangku karena Anda. Ayahku pasti sudah menungguku."
Jal: (menyeringai) "Kau tahu, Jodha, bukan begitu caranya kau berbicara pada atasanmu, Gadis Bodoh."
Jodha sangat malu dengan perkataannya. Dia ingin sekali menampar Jalal dengan keras di wajahnya.
Jo: "Apa Anda akan membiarkanku pergi setelah aku menjawab pertanyaan Anda?"
Jal: "Tentu, Jodha."
Jo: "Well,, aku suka dengan suasana di sini. Dan sekretarismu, Salima sudah sangat baik padaku. Aku tidak terlalu menikmati pekerjaannya, tapi aku akan terbiasa juga."
Jal: "Jadi, apa pendapatmu tentang diriku?"
Jo: "Well,, Pak Presiden, aku sungguh tak menyukaimu. Aku rasa, Anda hanya peduli tentang keinginan Anda yang akhirnya nanti akan menyakiti orang lain. Anda juga sangat sombong. Tapi, aku rasa Anda juga sangat dermawan dalam memberi. Aku pernah dengar tentang pekerjaan amal Anda dan bagaimana Anda menghargai para karyawan Anda. Pesta yang pernah Anda selenggarakan untuk mereka adalah buktinya. Dan aku rasa, kalau aku mendapakan pekerjaan ini karena kemurahan Anda."
Jal: "Baiklah, Nona Jodha. Kau boleh pergi."
Jo: "Terima kasih."
(Jodha pergi dari ruangan Jalal, lalu menuju untuk makan siang dengan Ayahnya.)
Jal: "Wow Jodha! Kau tak pernah gagal membuatku terkesan. Dan itu biasanya karena sifat pemberanimu. Tapi kali ini, kau ternyata juga sangat jujur. Sungguh kepribadian yang luar biasa, seimbang dengan penampilannya.! Kau bisa dengan mudah mengampuni siapapun dengan senjatamu itu. Oh Jodha! Kau membuatku gila! Aku ingin menyusahkanmu, tapi diwaktu yang sama, kau menunjukkan sisi yang berbeda dari dirimu setiap saat. Membuatku lebih tergila-gila lagi kepadamu, Sayangku!"
Jodha duduk bersama Ayahnya untuk makan siang. Jodha menceritakan bagaimana Jalal telah memberinya setumpuk pekerjaan di hari pertamanya bekerja. Ayahnya mengatakan untuk tetap setia dan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.
Ayah: "Bos tak pernah tertarik untuk memberi pekerjaan langsung ke bagian manapun di awal bekerja. Untuk alasan tertentu, dia mengirimkan email saat hari Jum'at, minggu lalu pada setipa bagian di perusahaan, bahwa dia akan memantau setiap detail pekerjaan secara pribadi, mulai dari hari Senin sampai seterusnya. Ayah heran, apa penyebab perubahan yang tiba-tiba ini?"
Jodha tahu, Jalal telah sengaja mengubah pola kerja karyawan agar dia bisa secara langsung berhubungan dengan Jodha untuk pekerjaan apapun dan pasti untuk menyusahkannya sesuai kemauannya.
Jo: "Betapa jelas caranya dalam menyusahkan seorang karyawan. Dia sungguh seorang Jallad!" Batinnya.
Jam makan siang pun berakhir dan Jodha kembali menujj meja kerjanya. Saat tiba, dia menemukan secarik kertas berisi catatan yang berada di atas mejanya.
~ "Dear Jodha,
Tolong datang ke ruanganku segera, setelah kau menyelesaikan pekerjaanmu. Aku punya beberapa pekerjaan penting untukmu.
Jalaluddin Mohammed." ~
Jo: "Aku heran, apa maunya sekarang? Dia terus saja memanggilku ke ruangannya untuk alasan yang konyol. Panggilannya yang terus-menerus ini sangat mengganggu pekerjaanku. Dia sangat membuatku kesal!"
Jodha lalu lanjut menyelesaikan presentasinya. Dia sangat lega karena akhirnya telah menyelesaikannya. Api kecemasan utamanya adalah laporan 100 halaman. Dia bingung, bagaimana caranyna dia akan menyelesaikannya dalam waktu 2 hari. Dia lalu teringat kalau dia harus pergi ke ruangan Jalal. Kemudian dia pergi kesana dan berdiri di pintu masuknya.
Jal: "Masuklah."
Jo: "Baiklah."
Jal: "Aku memanggilmu kemari untuk memberikan kartu ID-mu. Ini, ambillah."
Jodha lalu mengambil kartu ID-nya. Terpampang foto dirinya hasil pemotretan tadi pagi diruangan HR.
Jo: "Ada lagi, Pak Presiden?"
Jal: "Iya. Aku ingin memberitahukan bahwa kau juga punya trimitra (panggilan konferensi) dengan seorang penjual pada hari Jum'at. Karena dia tinggal di Amerika, kau harus menunggu dikantor sampi jam 9.30 atau 10.00 malam, karena saat itu sudah pagi disana."
Jo: ("Ya Dewi Amba, kaha phas gayee main! Orang ini mengincar hidupku layaknya hewan karnivora. Tapi Ayah bilang harus tetap setiap, jadi aku akan tetap melaksanakannya." Batinnya.)
"Baiklah, Pak Presiden. Aku akn menunggu dikantor sampai larut nanti. Ada lagi pekerjaan penting lainnya?"
Jal: "Ya, Jodha. Sebenarnya aku ingin mengajak Benazir untuk makan malam hari ini. Bisakah kau menyarankanku sebuah restoran untuk makan malam?"
Jo: "Tapi, bukankah seharusnya Anda menanyakan hal ini pada sekretaris Anda?"
Jal: Tapi aku sedang menanyakannya padamu. Jadi, jawab saja."
Jodha lalu menyarankan sebuah nama restoran padanya, dan Jalal menyetujuinya. Lalu dia menanyakan hal-hal yang lain, dan Jodha sudah berada diruangannya selama hampir 45 menit.
Jo: "Pak Presiden, bolehkah aku pergi sekarang dan melanjutkan pekerjaanku? Aku sudah membuang waktu selama 45 menit dam masih harus menuls laporan sebanyak 100 halaman."
Jal: "Baiklah, silakan pergi."
Jodha melangkah cepat keluar dari ruangan Jalal dengan frustasi. Jalal sudah membuang banyak waktunya dan Jodha bahkan tak bisa berbuat apapun.
Jal: "Jodha, aku sengaja menguras waktumu dengan sejumlah pertanyaan yang tak penting. Kita lihat saja, bagaimana kau akan menyelesaikan laporan itu sekarang." Batinnya.
Diruangannya, Jodha sudah menulis beberapa halaman untuk laporannya, dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dia lalu memutuskan untuk pulang dan melanjutkan laporannya dirumah.
Dia sudah akan meninggalkan mejanya, saat...
Jal: "Jodha, kau mau kemana? Kemarilah."
(Jodha sangat kesal. Tingkat toleransinya telah sampai dipuncaknya. Tepat disaat dia akan pergi, Jalal malah muncul.)
Jo: "Iya, Pak Presiden. Aku sudah mau pulang. Aku akan melanjutkan laporannya dirumah."
Jal: "Iya, tapi biasakah kau datang ke ruanganku? Ini penting."
Jodha sangat marah. Ini sudah ke-4 kalinya dalam sehari Jalal memanggilnya ke ruangannya. Jodha penasaran, apa lagi tugas pentingnya itu.?
Keduanya memasuki ruangan dan Jalal langsumg duduk di sofa. Dia menyuruh Jodha untuk duduk disampingnya. Jodha sedang mau menuju ke arahnya, disaat tiba-tiba dia tersandung dan jatuh di atasnya Jalal. Wajah mereka hanya berjarak beberap inci.
Jo: "Aku sungguh minta maaf, Pak."
Jal: "Jangan khawatir, Sayangku. Tidak apa-apa."
Jodha sudah mau berdiri, namun Jalal tiba-tiba memegangnya dan tidak mau melepaskannya.
Jo: "Tolong, lepaskan aku."
Jal: "Tidak, aku tidak mau. Tidak sampai aku memberikanmu ini!!...."
Jalal lalu mendaratkan bibirnya ke bibir Jodha dan menciumnya dengan penuh gairah. Dia menciumnya seperti tak pernah berciuman sebelumnya, dan dia sudah sangat menantikan momen seperti ini sejak lama. Jodha pun balik menciumnya dengan penuh gairah yang sama.
Jalal terus menciumnya bagaikan dunia akan berakhir dan dia takkan bisa mendapat kesempatan seperti itu lagi.
Jalal sudah sangat penasaran bagaimana rasanya bibir lembut Jodha. Dia menyadari kalau rasanya bagaikan beledu (sejenis kain yang sangat lembut dan halus),, dan juga teras manis bagikan nektar.
Jalal masih terus menciumnya dan mengulumnya yang di perpanjang dengan penuh tenaga. Bagaimanapun caranya dia coba untuk berhenti, tapi tetap bisa. Menciumnya sangat membuatnya ketagihan. Jodha telah menjadi narkoba baginya. Dia heran, hanya menciumnya saja, terasa sungguh ilahi, dan berpikir apa yang akan terjadi pada dirinya jika mereka bergerak lebih jauh.
Jalal terus mengulumnya dan mereka berdua berciuman ala Frenc Kiss.
Jo: "Umm,, Pak Presiden?"
Jalal lalu tersadar dari khayalan mimpinya. Dia sadar kalau mimpi-siangnya telah meningkat sejak dia bertemu Jodha.
Dia melihat Jodha sedang berdiri dipintu masuk. Lalu menyuruhnya untuk duduk dan menjelaskan padanya tentang bagaimana caranya bekerja untuk hari kedepannya. Dia juga bertanya tentang hal-hal yang tak berkaitan pekerjaan dan keluar dari topik,, yang membuat Jodha sangat kesal.
Akhirnya, dia mengizinkan Jodha untu pergi. Jodha lalu keluar ruangan dan berlanjut untuk pulang.
Jodha tiba dirumahnya dengan cepat. Dia menyantap makan malamnya, kemudian melanjutkan menulis laporannya.
Jalal juga sudah sampai dirumahnya. Ternyata, pernyataannya pada Jodha bahwa dia akan mengajak Benazir makan malam, hanyalah triknya untuk bisa menghabiskan waktu bersama Jodha.
Jalal menyantap makan malamnya bersama Ibunya, kemudian berlanjut tidur.
Jal: “Wow!! Aku harus mengakui, imajinasiku mulai berjalan terus-menerus berkat dirimu, Jodha. Aku tak pernah menyangka kau bisa membuatku merasa sepertu tadi. Aku merasa kalau tadi adalah ciuman yang paling luar biasa, walaupun hanya khayalan. Jika khayalanku saja bisa membuatku seperti itu, aku tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi padaku jika kita melakukan yang sebenarnya. Tapi tetap saja, aku tak akan berhenti menyusahkanmu sampai aku merasa puas. Jodha, aku ingin menyusahkamu,, tapi kemudian aku juga ingin menciummu!! Ya Allah, tolong jernihkan pikiranku."
Jalal menyempatkan beberapa waktu untuk memikirkan Jodha, lalu terlelap tidur.
Komentar Arum/Chus (terserah mau panggil apa ^0^):
Saya ga tahu disini, Jalal karakter sebenarnya seperti apa. Saya setuju dengan julukan Mbak Dewi yang diberikan kepada Jalal, “Mr. Dreamer”. Ya Salaammmm, imajinasinya benar-benar liar. Seseorang yang tampak perfect, tegas dan luar biasanya, ternyata hobinya mengkhayal. Jika kebiasaannya ini diteruskan, entah apa yang akan terjadi selanjutnya...
Untuk para readers, jangan ditiru ya kelakuan si Mr. Dreamer yang satu ini. Bisa bahaya nanti jika ada orang lain yang liar, anda-anda semua senyum-senyum sendiri... LOL^0^