NOTE: tulisan warna biru adalah ucapan pikiran/ucapan dalam hati pemain.
Hamida
menghampiri Jalal dan Jodha yg duduk disinggahsana. Ia memberikan
ciuman di kepala mereka. Hamida membawa hadiah, royal serban dan mahkota
untuk mereka berdua dan memakaikannya. Semua orang menyerukan panjang
umur untuk Jalal dan Jodha. Jodha tersenyum dan memandang Jalal, begitu
juga sebaliknya.
Atgah
bangun dan mengatakan bahwa Raja Bharmal telah mengirim gajah berbakat
dan hewan lainnya, Meenavati juga mengirim hadiah. Jodha menyentuh
hadiah tersebut dan Jalal terus memandangnya dengan senyum lebar.
Shehnaz mengendap-endap, “Semua orang sibuk merayakan pernikahan Jalal dan Jodha, aku dapat menyelesaikan pekerjaanku.” Ia datang ke kamarn Gubaldan dan melihat biografi Humayun, “Aku harus menemukan sesuatu.” Kemudian dia menutupnya kembali, “Aku harus segera meninggalkan ruangan ini sebelum ada orang yg melihatku.”
Shehnaz keluar dari kamar. Moti datang menghampirinya dan bertanya, “Dari mana kau?”
Shehnaz: “Aku dari atap.”
Moti: “Jangan sedih, aku akan membuatmu bisa melihat perayaan.”
Shehnaz: “Jalal akan marah.”
Moti: “Kita tidak akan pergi ke perayaan, tapi aku akan membuatmu bisa melihatnya.”
Mereka berdua berjalan pergi, Shehnaz berpikir, “Aku memiliki kesempatan yg bagus tapi Moti bai menghancurkan semuanya.”
Hamida menghampiri Jodha dan Jalal, “Jalal semua ritual Mughal telah selesai, sekarang saatnya untuk ritual rajvanshi.”
Jalal: “Apa itu ibu?”
Hamida: “Permainan mata ajaib.”
Wajah Jodha langsung bersinar. Ia melihat ke arah kakak-kakaknya dan kakaknya mengangguk.
Hamida mengajak mereka. Semua orang di tempat perayaan berdiri dari tempat duduk mereka saat Jodha dan Jalal berdiri.
Mereka
pergi ke suatu tempat. Jalal berbisik pada Jodha, “Kau tersenyum pada
semua orang tetapi kau tidak melihatku. Apakah kau marah padaku?”
Jodha: “Tidak, tapi saya marah pada pikiran Anda tentang Shehnaz.”
Jalal: “Aku tidak memiliki dendam pribadi dengannya, tetapi aku tidak ingin ada yang terluka karena dia.”
Jodha: “Dia tidak melakukannya dengan sengaja.”
Jalal: “Aku tahu, tapi ingat apa yang dia lakukan dengan Rahim. kita harus berhati-hati dengan anak-anak.”
Hamida berbalik dan bertanya pada Jalal, “Apa kau menasihati Jodha tentang anak Jalal?” Jodha gugup mendengarnya.
Jalal tersenyum, “Tidak ibu. Jodha mengetahui lebih banyak tentang anak-anak.”
Hamida:
“Bagaimana dia bisa tahu jika dia belum menjadi ibu? Ketika dia akan
menjadi ibu dia akan tahu.” Jalal tersenyum sementara Jodha merasa
malu.” Kemudian mereka melanjutkan jalan mereka.
Mereka sampai ke tempat ritual. Jodha dan Jalal duduk berdampinga. Hamida memberikan mereka wadah besar penuh dengan susu dan kelopak mawar, “Temukan mata ajaib di dalamnya.”
Jalal
dan Jodha tersenyum saling berpandangan. Permainan dimulai, mereka
mencoba untuk menemukannya. Jalal melirik Jodha dan kemudian melihat
kesekitarnya. Tiba-tiba memegang tangan Jodha di dalam wadah. Jodha
tertegun tetapi tidak bisa mengatakan apa-apa didepan semua orang. Rahim
yg melihat mereka berdua terus tersenyum.
Hamida: “Aku dengar Kresna sangat menyukai permainan ini.”
Salima: “Ratu Jodha, kau harus menemukan mata ajaib itu supya kau bisa menang.”
Jodha memandang Jalal dengan wajah memohon supaya melepaskan tangannya.”
Jalal meliriknya dengan tatapan nakalnya kemudian melepaskan genggamannya. Jalal diam dan membuat Jodha menang.
Hamida: “Bagus sekali Jodha. Buatlah sebuah keinginan.”
Jodha: Tetapi Yang Mulia...”
Jalal memotong ucapannya, “Ibu saja yg berdoa.”
Hamida:
“Aku berharap Jodha segera memberikan asik untuk Rahim sehingga dia
memiliki teman bermain.” Jodha tertegun, sedangkan Jalal tersenyum
lebar.
Seorang
Dasi masuk memberitahukan bahwa tabib sudah datang. Rukaiya
memerintahkan dasi untuk membawa tabib itu masuk dan tidak mengizinkan
siapapun masuk ke kamarnya. Tabib datang, Rukaiya memintanya untuk
duduk.
Maham
bersma dengna seorang Tabi, ia berkata dengan memasang wajah sedih,
“Aku mencoba segalanya pada orang ini tetapi dia tidak mendapatkan
kemajuan.”
Tabib, “Setiap penyakit pasti memiliki obatnya. Aku akan melihat orang itu dan kemudian memberitahu Anda.”
Tabib pergi untuk memeriksanya. Maham berkata dalam hati, “Anda harus sehat bagaimanapun caranya, sehingga saya mencapai tujuan saya.”
Atgah
berdiri dan berkata pada Jalal, “Ada beberapa rakyat biasa yang ingin
mengucapkan selamat kepada Anda.” Mereka datang dan memuji Jalal dan
Jodha, “Kami berharap keinginan Anda terpenuhi.”
Para penari menari dan memuji Jalal dengan lagu jai ho jai ho. Jalal berbisik pada Jodha, “Mendekatlah padaku Jodha.”
Jodha: “Apa?”
Jalal: “Kau pura-pura tidak mendengarkanku atau kau ingin aku memberitahu semua orang bahwa aku mencintaimu?”
Jodha
sedikit bergeser, namun Jalal terlalu banyak bergeser ke Jodha sehingga
posisi mereka berdekatan. Jalal berbisik ke Jodha, “Kita harus bicara
tentang anak malam ini.” Jodha menatapnya dengan sebal, “Inikah sebabnya
engkau menyuruh saya mendekat.”
Jalal: “Iya, ini sangat penting.”
Jodha menatapnya marah dan akan menjauh, tapi dupattanya terjebak di bawah Jalal.
Jalal:
“Dupattamu juga berpihak kepadaku.” Jodha terdiamm ia menyembunyikan
senyumnya. Jalal menunduk dan melihatnya, itu membuatnya semakin
tersenyum lebar.
Tabib yang bertemu Rukaiya, memanggil Atghah, dia memberitahunya sesuatu.
Kebersaam
Jodha dan Jalal terusik saat Atgah datang memembisikkan sesuatu pada
Jalal kemudian pergi meninggalkan Jodha seorang diri. Jodha merasa sedih
karena ia ditinggalkan di singgahsana tanpa Jalal memberitahukan
apapun.
Jalal
keluar dan bertemu dengan tabib itu. Tabib mengatakan kepadanya sesuatu
yang tidak didengarkan kepada kita. Jalal terkejut, “Apakah itu benar?”
Tabib mengangguk.
Jalal langsung bergegas ke ruangan Rukaiya. Rukaiya hendak bangun namun Jalal melarangnya, “Apakah berita ini benar?”
Rukaiya: “Ya Jalal.”
Jalal:
“Berita ini sangat serius bagiku jadi katakan padaku kebenarannya.”
Rukaiya: “Ya, kau akan menjadi ayah, aku berjanji bahwa aku akan
membuatmu menjadi seorang ayah. Aku akan memberikan anak dan memenuhi
janjiku.”
Jalal
bahagia dan memberikan ciuman pada dahinya, “Kau telah mengatakan
kepadaku berita yg paling indah. Aku berterima kasih kepada Tuhan karena
dia memberikan kebahagiaan ini.”
Jalal
memerintahkan Para Dasi untuk merawat Ruqaiya ekstra, “Tidak boleh ada
kelalian. Harus ada banyak Dasi yg menjaganya, makanan harus diberikan
secara teratur, panggil imam yg akan berdoa untuk anakku. Sebelumnya
peristiwa yg mengerikan telah terjadi. Aku tidak ingin hal itu terjadi
lagi saat ini.” Jalal masih memegang tangan Ruqaiya, “Aku menunggu hari
ini untuk waktu yg lama. Kau telah memberiku kebahagiaan Ruqaiya. Ucapan
terima kasihku tidak akan cukup.”
Jalal
menium dahinya, Jodha ada disana agak berjauhan dan melihat ini. Jalal
tak menyadari kehadiran Jodha. Jalal terus mencium tangan Ruqaiya. Jodha
tidak dapat melihat ini dan menutup matanya, “Dia bilang hari ini
adalah hari yang paling berharga bagiku, namun Anda datang ke sini
meninggalkanku sendirian disana.” Jodha teringat bagaimana Jalal
mengatakan bahwa ini adalah hari paling indah dan ia ingin menghabiskan
hidupnya dengannya, matanya berkaca-kaca. Rukaiya menyadari kehadiran
Jodha, ia melirikkan maranya, “Jodha, sekarang rayakan ulang tahunmu tanpa Jalal.”
Semua
Dasi membahas berita tentang Rukaiya yg akan menjadi ibu. Mereka
memberitahukan berita ini ke Hamida dan Salima. Hamida sangat bahagia.
Salima: “Tampaknya hari-hari yang baik akan segera datang.”
Hamida: “Tabib mengatakan bahwa Rukaiya tidak dapat menjadi ibu lagi, tapi bagaimana hal ini bisa terjadi?”
Tabib: “Keajaiban telah terjadi, Itu telah ditakdirkan. Saya senang bahwa saya salah.”
Salima
mengucapkan selamat pada Hamida, jiji anga juga mengucapkan selamat,
“Kita harus merayakannya, kita harus berbagi kebahagiaan ini dengan
orang-orang.”
Hamida:
“Kejadian sebelumnya sangat disayangkan. Aku tidak ingin hal ini
terjadi lagi, tidak tahu dimana musuh berada. Kita harus mengendalikan
emosi, Jalal dan Rukaiya menderita sebelumnya.”
Jalal
berkata kepada Rukaiya: “Kau telah memberiku berita terbaik, aku tidak
bisa memberitahumu berapa banyak kebahagiaanku. Aku akan merawatmu
bahkan lebih dari saat ini.”
Jodha
melihat kasih sayang mereka dan tidak bisa merelakan Jalal begitu dekat
dengan Rukaiya. Dia berusaha keras menahan tangisnya. Ia menggunakan
duppatanya untuk supaya suara tangisnya tidak terdengar dan kemudian
pergi dari sana.
**Bagi yang request episode 245, requestnya sudah terpenuhi ya...**