Sharifuddin yg masih berada dibalik jeruji besi, ia teringat saat ia menatap lukisan Jodha dengan tatapan penuh nafsu.
Seorang penjaga suruhannya datang dan mengatakan bahwa ia sudah memberikan surat itu kepada Jodha, namun ia fikir Jodha tidak akan datang menemui Sharifuddin. Namun sebaliknya, Sharifuddin sangat yakin Jodha akan menemuinya, karena Jodha adalah seorang wanita Rajvanshi dan ia akan melakukan apapun jika mengetahui suaminya dalam bahaya. Dan yg berencana untuk membunuhnya kali ini adalah adik iparnya, bukan dirinya melainkan Abu Mali.
Moti berusaha mencegah Jodha yg ingin bertemu dengan Sharifuddin. Jodha awalnya memikirkan ucapan Moti, namun ia tidak dapat mengendalikan dirinya jika itu menyangkut keselamatan suaminya.
Akhirnya Jodha benar-benar menemui Sharifuddin di penjara. Ia menutupi dirinya supaya tidak ada yg mengenalinya. Jodha kesana diantar oleh penjaga suruhan Sharifuddin.
Sharifuddin berkata sambil mengeluarkan air mata buayanya supaya Jodah tersentuh. Ia membicarakan wanita yg sangat dia cintai dan yg selalu ingin diajaknya hidup bersama. Tangannya mengambang hendak membelai kepala Jodha. Namun saat Jodha menoleh kearahnya, ia menyebutkan nama Bhaksi Bano. Sharifuddin menambahkan bahwa ia hanya ingin membuktikan baktinya kepada kerajaan dengan memberitahukan konspirasi yg dilakukan Abu Mali dengan mengirimkan seseorang ke dalam kerajaan untuk membunuh Jalal.
Jodha mencoba menimbang ucapan Sharifuddin yg tampak meyakinkan. Namun setelah Jodha pergi, ia menghapus air matanya dan menampakkan seringai jahatnya.
Jodha berbicara dengan Patung Krishna. Ia merasa bimbang apakah ia harus mempercayai Sharifuddin, karena Sharifuddin sebelumnya adalah seorang penghianat.
Moti menghampiri Jodha dengan girang, Jodha juga ikut kegirangan saat Moti mengatakan bahwa Baghwandas dan Shivani datang ke Agra.
Jalal sedang berada di Diwan E Khass bersama para petinggi. Seorang penjaga memberitahukan kedatangan Baghwandas dan Jalal langsung menyuruh penjaganya untuk mempersilahkan masuk dengan segala hormat.
Baghwandas bersama Shivani memasuki Diwan. Sepasang mata milik Mirza Hakim terus menatap Shivani dengan tatapan terpesona. Baghwandas mengatakan bahwa maksud kedatangannya kesana adalah untuk mengantarkan Shivani karena ingin bertemu dengan Jodha selama ayahnya berada di Mathura untuk berdoa.
Jodha sangat senang melihat kedatangan Shivani. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya.
Melihat Jodha, Jalal kembali membual, “Kau datang disaat yg tepat Shivani. Ratu Jodha sangat merindukanmu. Bukankah begitu Ratu Jodha? Bukankah kau sangat merindukan keluargamu saat ini?” Jodha hanya menatap Jalal dengan jengah, namun ia tetap memaksakan senyumnya. Dan Jalal pun menyuruh Jodha untuk membawa Shivani dan membuatnya merasa nyaman selama di Agra.
Shivani dan Jodha bercerita dengan bahagia. Shivani mulai menggoda Jodha, “Apa yg sedang terjadi? Apa yg kau sembunyikan dariku? Tampaknya Yang Mulia sangat bahagia. Oh iya, nenek menitip salam untukmu. Katanya ia sudah sangat ingin memiliki cucu. Apakah aku juga harus mengatakan hal ini pada Yang Mulia?”
Jodha mencubit pipi Shivani dengan sayang. Ia kemudian meminta Moti untuk mengatur perlengkapan Shivani.
Shivani tiba dikamarnya. Ia bersikeras untuk membereskan kamarnya sendiri dan ia menyuruh Moti pergi. Setelah selesai merapikan tempat tidurnya, Shivani membawa sebuah peti yg berisi beberapa surat. Surat tersebut dari Tejwan yg berisi tentang isi hatinya. Dalam suratnya Tejwan memberitahukan perasaanya, namun cinta mereka sulit untuk bersatu. Shivani adalah seorang putri, sementara Tejwan hanya seorang pengrajin. Ia juga mengatakan bahwa ia akan pergi ke Matura, dan kemudian ia akan datang ke Agra untuk mengajak Shivani kawin lari.
Shivani teringat pertemuan pertamanya dengan Tejwan. Saat itu Shivani menjatuhkan sisirnya dan meminta Tejwan untuk mengambilkannya. Tejwan tak berani menatap Shivani karena ia takut kehilangan pekerjaannya. Akhirnya Shivani turun dan menemuinya, juga untuk mengambil sisirnya yg terjatuh. Shivani menyebut Tejwan seorang pengecut, Tejwan membantahnya dan menimpali bahwa ia bukan pengecut, namun ia hanya mempertahankan pekerjaannya.
Setelah mengingat hal itu, tersirat kesedihan diwajah Shivani. Ia tampak menyesali perbuatannya dan perasaannya.
Benazir ditemani Zakira membuka peti dan mengambil sebuah wadah dari dalam peti. Dari wadah tersebut, Benazir mengelurakan seekor ular dan kemudian menggigitkannya ke lidahnya.
Mirza Hakim menyerahkan surat Benazir kepada Jalal dan mengutarakan kecurigaannya. Jalal mengambil suratnya, “Aku akan menanyakan tentang surat ini kepada Benazir.” Kemudian Mirza Hakim segera beranjak pergi.