Setelah mendengar ini Jalal tidak dapat berdiri tegak, ia duduk berlutut. Dengan rasa sakit yang besar ia berteriak keras, "YA KUDHA, Aku menyakiti Cintaku!!!”
Air mata Jalal tak tertahankan. Perutnya meringkuk kesakitan. Ia teringat saat ia sedang marah, dia mengatakan bahwa Jodha lebih buruk daripada p*la*ur di depan seluruh keluarga dan menamparnya dua kali. Ia menarik rambutnya dan menyeretnya. Ia berteriak, "Yaa Khuda apa yang telah aku lakukan. Aku mendorongnya. Aku menyeretnya." Jalal menangis keras sambil mengulang kata-kata yang sama. “Dia benar aku tidak memiliki hati. Aku laki-laki yang kejam, kasar, tidak berpendidikan, egois, egois. Aku tidak pantas untuk bersamanya. Oh Tuhan. Aku tidak bisa menanggung rasa sakit yang besar ini. Aku telah mempermalukannya di depan banyak orang. Aku bahkan tidak mendengarkannya. Aku tidak memberi kesempatan padanya untuk mengatakan kebenaran. Mengapa aku tidak bisa percaya kesuciannya? Dia benar, aku tidak tahu apa-apa tentang pernikahan. Mengapa aku tidak mendengarkan Ammi Jaan?” Dia merasa jijik pada dirinya sendiri. Ketika ia menyadari kehadiran Abdul, dia berusaha mengendalikan dirinya dan menyuruh Abdul untuk meninggalkannya dan memerintahkan dia memberitahu semua orang untuk tidak mengganggunya apa pun yang terjadi.
Abdul sedih melihat kondisi Jalal. Dia tahu tidak ada yang bisa ia lakukan. Dia ingin memberitahu Jalal tentang kondisi Jodha di Amer tapi itu bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya jadi dia meninggalkan Jalal di kamarnya dan memerintahkan semua orang untuk tidak mengganggu dirinya.
Jalal menghabiskan sepanjang hari dan malam di kolam air dengan perasaan bersalah... hatinya meringkuk sakit. Ia sangat malu pada dirinya sendiri. Memikirkan apa yang telah dia lakukan! Tiba-tiba hidup menjadi membosankan. Kesalahannya menghabiskan semua energinya, ia duduk di diwan seperti tak bernyawa. Bahkan matanya kering. Kata-katanya sendiri yang kejam dan tawa kejamnya terus berputar dibenaknya. Kata p*la*ur terus-menerus berputar dikepalanya.
Keesokan harinya, Jalal mengumpulkam kekuatannya dan memanggil Hamida banoo dan Ruqaiya ke kamarnya untuk mengakui kejahatannya. Keduanya terkejut melihat kondisi Jalal. Matanya merah dan bengkak. Pipi dan hidungnya berubah merah. Wajahnya tampak pucat dan sedih. Jalal memandang keduanya dengan penuh penyesalan. Air matanya hampir siap keluar. Dalam satu hari dia tampak seperti akan mati. Rentan dan wajahnya pucat memberikan ketakutan pada mereka berdua
Hamida memeluknya tanpa bertanya kepadanya. Jalal membalas pelukannya. Kehangatannya memberinya sedikit keberanian untuk mengatakan kebenaran kepada mereka.
Jalal dan Hamida akhirnya melepaskan pelukan mereka. Jalal memandang keduanya dengan penyesalan dan suara gemetar, "Dia Sujamal, saudara Jodha. Dia tidak bersalah. Aku adalah satu-satunya orang yang harus dihukum. " Mata Ruqaiya melebar mendengar bahwa dia adalah kakaknya Jodha. Mulut Hamida membuka shock. Mereka bertiga tak dapat mengendalikan air mata mereka. Ruqaiya menangis karena kesedihan Jalal. Hamida tidak tahu untuk siapa ia menangis, Jalal atau Jodha. Jalal benar-benar hancur setelah mengakui kejahatannya. Ruqaiya dan Hamida tidak tahu apa yang harus dikatakan, bagaimana harus bereaksi? Hamida menjadi marah dan sedih secara bersamaan, dia tahu sifat itu didapat Jalal dari bagaimana ia dibesarkan. Jalal dididik untuk tidak percaya kepada orang lain bahkan kepada dirinya sendiri.
Akhirnya Ruqaiya berkata dengan hati-hati, "Jalal Kau harus meminta maaf kepada Jodha. Hal ini bukan hanya kesalahan, apa yang Kau lakukan adalah kejahatan. Kejahatan yang sulit dimaafkan. Aku tidak tahu bagaimana Jodha akan bereaksi untuk itu, tapi Alhamdulillah... bahwa Kau memberikan keinginannya dan menghormati keluarganya dan membiarkan dia kembali ke Amer. Kau perlu minta maaf kepadanya.
Jalal menjawab ketakutan, "Tidak Ruqaiya, aku tidak bisa menghadapinya. Aku tidak akan mampu melihat matanya. Aku merasa gemetar jika memikirkan apa yang akan terjadi jika aku berada dihadapannya. Aku telah sangat menyakiti dirinya. Aku telah menuduhnya, dia tidak akan pernah memaafkan aku untuk kejahatan ini. Aku telah menghancurkan hidupnya, aku tidak punya hak bahkan untuk menyebut diriku sebagai suaminya. Dia benar bahwa aku pria yang kejam.
Hamida berteriak, “Jalal, berhenti menangis seperti orang lemah. Ruqaiya benar. Kuatkan dirimu dan pergi meminta maaf atas kejahatanmu itu adalah hukumanmu. Hadapi dia, minta maaf apdanya dan membawanya kembali ke Agra. Aku tahu hal ini lebih sulit daripada memenangkan perang tetapi Kau raja, pertanggung jawabkan perbuatanmu. Apakah Kau bahkan tahu masalah-masalah apa yang mungkin dia hadapi? Penghinaan bagi wanita ditolak oleh suaminya bukanlah masalah kecil. Ini sudah satu bulan, kami telah menerima 3 pesan dari orang-tua Jodha untuk membawanya kembali ke Agra. Sepertinya, dia tidak memberitahu siapapun. Jadi pergilah dan bawa dia kembali.
Kata-kata Hamida dan Ruqaiya seperti penyemangat untuk Jalal. Ia sadar mereka benar. Ia harus menghadapi kenyataan, setidaknya ia perlu minta maaf atas kesalahannya. Ia memutuskan untuk segera meninggalkan Agra. Setelah berbicara dengan Hamida dan Ruqaiya dia merasa sedikit lega. Hamida dan Ruqaiya merasa lega dengan keputusannya. Mereka berdua tahu itu adalah satu-satunya cara agar Jalal mampu memaafkan dirinya sendiri. Hamida memberkatinya dan Ruqaiya memandangnya dengan rasa sakit. Dia tidak pernah menyukai Jodha bahkan selalu membencinya, rasa iri selalu ada.
Jalal memanggil Agdha Saheb dan menyuruhnya untuk mengurus tugasnya dan juga memberitahunya bahwa dia akan pergi ke Amer. Aftab Saheb berkata, "Shahenshah, Kau tidak boleh pergi tanpa pengawal, hidupmu dapat dalam bahaya. Ada banyak Rajvanshi menunggumu saat ini." Jalal dengan yakin menjawab, "Aku tahu ini berbahaya tapi aku harus pergi ke Amer untuk meminta maaf atas kesalahanku dan membawa Jodha kembali.” Untuk keamanannya Agdha sahib diminta untuk menjaga rahasia tentang perjalanannya ke Amer dari semua orang, termasuk Maham dan Agdha sahib setuju untuk itu.
Jalal memerintahkan Abdul dan 10 pengawalnya untuk mendampinginya ke Amer. Abdul dan Jalal memulai perjalanannya menuju Amer. Abdul akhirnya memiliki kesempatan untuk memberitahunya tentang kondisi Jodha di Amer. Dengan nada takut Abdul berkata, "Shahenshah, aku harus memberitahumu sesuatu tentang Jodha begum. " Jalal tiba-tiba menghentikan kudanya dan bertanya dengan sabar, "Apakah Kau pernah bertemu Jodha?"
Abdul denga menyesal menjawab, "Tidak Shahenshah, setelah menemukan kebenaran, aku bertemu dengan Moti bai untuk mengetahui tentang kondisi Jodha begum. Jalal dengan khawatir bertanya, "Mengapa kau tidak memberitahukannya padaku sebelumnya?" Abdul menjawab, "Maafkan aku Shahenshah tapi kau benar-benar hancur dan aku tidak ingin menambahkan lebih dari itu."
Abdul melanjutkan, "Jodha begum menjadi pendiam, ia menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar atau di bagian atas atap istana. Dia bertindak biasa dihadapan keluarganya, tapi semua orang tahu ada sesuatu yang tidak benar, di dalam istana tidak ada yang memiliki informasi tentang apa yang terjadi dengannya di Agra dan mengapa dia begitu banyak berubah. Tetapi masalah utamanya adalah semua Raja Rajvanishi menertawakan Raja Bharmal dan mengatakan pada ‘lihat apa yang terjadi jika percaya pada Mughal.’ Riyaya (praja) menghina Jodha begum sebagai wanita yang ditolak oleh suaminya, bahkan di Istana orang-orang sudah mulai menghinanya, dia mulai menghindari untuk pergi keluar istana. Motibai mengatakan kepadaku bahwa dia bahkan tidak suka jika ada seseorang yang berbicara tentang Agra. Kesedihannyaa telah berubah menjadi kemarahan yang luar biasa."
Setelah mendengar kondisinya, Jalal kehilangan keberaniannya. wajahnya dipenuhi dengan penyesalan yang mendalam. Diam-diam ia memulai perjalanannya menuju Amer. Tiga hari pikirannya hanya berpikir tentang kejahatannya. Ia terus meminta maaf kepada Tuhan hingga tak terhitung. Ia terus menangis dan tidak pernah tidur, hatinya terasa sakit dan mulai lemas.
Malam itu sanat indah. Matahari terbenam dengan kemuliaannya dan bulan mulai bermain dengan awan. Angin yang sejuk membuat sekitar menjadai damai. Setiap malam Jodha selalu melihat matahari terbenam. Sudah menjadi rutinitasnya duduk sendirian di atas istana dan berpikir tentang penghinaan Jalal terhadap dirinya.
Dia berbicara pada dirinya sendiri, “Mengapa kau melakukan ini! Aku mulai menyukaimu! Bagaimana bisa Kau berpikir bahwa aku dapat berhubungan dengan pria lain. Betapa menjijikkan. Kau bahkan tidak mencoba untuk menemukan kebenaran. Kau tidak memberiku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Engkau telah memanggilku p*la*ur. Aku tidak akan pernah memaafkanmu untuk ini. Aku membencimu. Aku membencimu. Dia berteriak kesakitan. Hei Krishna. Tolong beri aku kedamaian. Tolong bantu aku untuk berhenti memikirkannya. Mengapa aku tidak bisa membencinya. Mengapa aku tidak bisa melupakannya??? Mengapa ia begitu berarti bagiku? Hatiku selalu berfikir tentangnya, namun aku tidak akan pernah memaafkannya dengan alasan apapun.” Selama satu bulan sehari-hari pikiran yang sama berkeliaran dibenaknya dan ia terus menangis.
Moti berlari menghampiri Jodha dengan penuh semangat, "Jodha, aku punya kabar baik untukmu. Shahenshah telah datang ke Agra .Dia akan tiba di Istana beberapa menit lagi."
Jodha terkejut,” Oh Tuhan... Mengapa dia ada disini? Mungkin dia di sini untuk mempermalukan keluargaku.”
Saat Moti melihat tidak ada reaksi dari Jodha, dengan sedih dia berkata, "Aku tahu kau marah kepadanya, tetapi ia datang dari Agra hanya untuk bertemu denganmu. Dan lihat dirimu, kau tidak melakukan Sringar selama beberapa hari, rambutmu berantakan dan lihat pakaianmu, kau tidak tampak seperti putri ataupun ratu Mughal.
Jodha marah, "Moti, tinggalkan aku sendirian. Aku tidak ingin menemuinya.”
Moti: "Tetapi Ranisa sedang mencarimu. Semua orang di Istana sangat bahagia, akhirnya mereka bisa lega."
Darisuhadi juga datang untuk memberitahu Jodha tentang kedatangan Jalal ke istana. Jodha melihat dari Teras, Jalal, Abdul dan 15 pengawal lain masuk istana.
Darisuhadi berkata, "Jodha. Ranisa ingin kau bersiap-siap untuk menyambut Shahenshah."
Jodha dengan jengkel menjawab, "Bilang aku tidak di Istana Ranisa."
“Tapi...”
Jodha berteriak, "Darisuhadi lakukan apa yang aku katakan."
Translate by ChusNiAnTi