Malam semakin larut. Melihat kondisi kesehatan Jodha, Jalal memutuskan untuk tidak menyuruh Jodha kembali ke ruangannya. Ia mengucapkan terima kasih kepada Hakima Sahiba dan mengatakan bahwa ia yang akan mengurus Jodha malam ini. Hakim Sahiba hormat, "Aadab Sahenshah, Shabba kher" (Salam Sahenshah, permisi)
Jodha berkata, "Nahi hamare kaksh i jana hai, humme aapka koi upkar nahi chahiye. (Aku ingin kembali ke ruanganku. Aku tidak ingin menerima bantuan darimu.)”
Kemudian dengan angkuh Jodha bangun dari tempat tidur dan mencoba berjalan keluar dari ruangan Jalal. Namun karena masih lemah, ia merasa pusing lagi, ia akan terjatuh. Akhirnya kedua tangan Jalal menangkapnya dan membawanya ke tempat tidur. Mata mereka saling bertatapan. Jalal tersenyum dan menempatkannya di tempat tidur dengan lembut.
Jalal berkata, "Jodha Begum, to lagta hai aap jaan boojhkar hamare Hai saamne girti hain taaki hum aapko apni baahon mein utha demi aur chhoo sakein" (Jodha begum, ku pikir kau sengaja jatuh di depanku sehingga aku dapat membawamu dalam pelukanku dan menyentumu.)
Jodha menatapnya dengan malu, “Mengapa ia begitu menawan dan menarik? Aromanya sangat memabukkan. Mengapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya? Aku tidak pernah merasa seperti ini keapda seorang pria sebelumnya. Ketika ia membawaku di dekat dadanya, jantungku berhenti berdetak. Dia memiliki kepribadian yang magnetik. Dia begitu tajam dan cepat, seberapa cepat ia dapat bersandiwara di Jashn (fungsi) dan memberikan makan yang manis untuk Rukaiya begum tanpa ada yang mengetahui alasan sebenarnya di balik itu. Dan dengan satu tindakannya, ia menunjukkan kepada semua orang betapa ia tidak menghargaiku. Ia adalah pemain yang baik, dia hampir tidak berbicara, tetapi ketika ia berbicara semua orang langsung menurutinya. Ia sangat cerdas dalam berbicara. Ia bahkan membuatku seperti orang bodoh dan menemukan jati diriku.”
Tiba-tiba Jodha menyadari apa yang fikirkan. Dengan cepat ia memejamkan matanya, “Oh Khana... apa yang terjadi padaku??? Mengapa aku memikirkan tentang Jalal? Aku tidak boleh memberinya kesempatan dengan mencoba keluar dari sini. Bagaimana jika aku jatuh lagi? Maka ia akan membantuku dan aku tidak ingin ada bantuan darinya.” Jodha pun memutuskan untuk tetap berada di ruangan Jalal.
Jalal melihatnya tenggelam dalam fikirannya. Wajahnya tampak begitu sedih dan tidak berdaya. Untuk mengalihkan perhatiannya, Jalal bercanda, "Hari ini ratu baruku akan tidur di ruanganku untuk pertama kalinya."
Mata Jodha menyipit dan berkata, “Sungguh malangnya nasibku. Aku harus menanggung penyiksaan dengan tinggal bersamamu malam ini.”
Jalal dengan mata tajam melihatnya. Namun bibirnya sedikit tersenyum melihat Jodha begitu rentan dan marah. Ia benar-benar menikmati saat-saat menggoda Jodha.
Perlahan-lahan Jalal berjalan ke arahnya dan duduk di tempat tidur di sampingnya. Dengan sinis ia bertanya, "Aku merasa kasihan padamu. Ratu bodoh. Aku bertanya untuk terakhir kalinya. Apakah kau ingin makan sesuatu?"
Dengan marah Jodha menjawab "Pertama-tama aku tidak bodoh, dan kedua kau adalah orang yang memberiku pertanyaan bodoh. Kau tahu aku sedang berpuasa tapi kau masih memintaku untuk makan. Sahenshah, aku tidak akan makan apa-apa sampai aku melakukan doa besok pagi. Jadi jangan memberiku pertanyaan bodoh lagi."
Jalal dengan seringai senyum diwajahnya memandangnya dan berkata "Baiklah, seperti yang kau inginkan, ratuku yang malang."
Kemudian Jalal memanggil pelayan pribadinya dan memerintahkannya untuk membawa (Shahi Pakwan) makanan yang berkelas.
Jodha merasa terganggu, ia berbicara didalam hatinya, “Bahkan setelah aku membantah, ia memesan makanan untukku.” Kemudian ia berkata, "Aku bilang aku tidak mau makan, kau tidak mengerti apa yang aku katakan atau apakah kau benar-benar..."
Jalal menjawab, "Jodha begum, aap Meri apne ilawa memasuki aur ke baare nahi soch sakti kya, kamu khana humne hamare liye mangvaya hai, apke liye nahi, Vaise bhi Hum Jante hai aap kitni ziddi hain, hum aapko kya setan lagte hai ki pattar se apna sar fodte raheinge. (Jodha begum, betapa egoisnya dirimu. Kau tidak memikirkab diriku? Tidakkah kau lihat suamimu sedang lapar? Aku memesan makanan untuk diriku sendiri, aku tidak gila dengan terus memukul kepalaku di atas batu.)
Sesaat suasana menjadi hening.
Jodha begitu kesal dan Jalal terus tersenyum menatapnya. Bahkan dia tidak tahu mengapa, tapi ia benar-benar menikmati menggodanya. Tidak ada yang berani berbicara dengannya seperti ini, bahkan Ruqaiya sekalipun. Dia menikmati hubungan ini. Semua ratunya berbeda dengan Jodha. Mereka bisa mati jika melihatnya tersenyum. Mereka selalu berusaha menyenangkannya dengan berbagai macam cara. Namun berbeda dengan Jodha, ia tak memperdulikannya, ia bahkan tidak memperhatikan statusnya sebagai Raja, ia tidak ingin menjadi ratu spesialnya. Ia selalu mengatakan apa yang ia rasakan tanpa takut konsekuensinya.
Jodha berpikir, bagaimana ia begitu tak berperasaan... ia akan makan di depanku, ia bahkan tidak peduli aku tidak makan apa-apa selama empat hari dan bau makanan akan menciptakan keinginan untuk makan dalam diriku dan Jalal mengatakan padaaku bahwa aku egois.
Dengan kesal Jodha bertanya, "Ab kya aap hamare samne khana khayeinge?" (Apakah Kau akan makan didepanku?)
Jalal menjawab, "Nahin... meri bechari begum... hum to aapke saath mein baith ke khayenge! (Tidak. Ratuku yang malang. Aku akan duduk disampingmu dan makan.)
Jodha benar-benar frustasi mendengarnya dan berkata "Humein bechari kahiye aap jaante nahin hum aapka kya kareinge aur humne aaj tak aap jaisa koi besharm nahi dekha." (Jangan Panggil aku malang lagi, jika tidak Kau akan melihat apa yang dapat aku lakukan terhadapmu dan aku tidak melihat siapa pun lebih kejam darimu.)
Jalal mengangkat alisnya dan menjawab, "Oh... hamari bechari begum, to darr gaye! Aree humne aapko phirse bechari kaha, ab humara kya hoga?? Waise humein sick se pata hai ke hamari tarah koi nahin hai." (Oh... Ratuku yang malang, aku sangat takut. Aku memanggilmu malang lagi, apa yang akan terjadi padaku sekarang?? Dan tak tahu malu... Aku sangat tahu dengan baik bahwa tidak ada yang bisa menjadi sepertiku.)
Jodha melihat tampangnya yang menakutkan. Ia memutuskan untuk tidak menjawabnya.
Setelah keheningan beberapa menit Jalal bertanya dalam suara serak tapi mematikan, "Jodha, tidakkah kau takut padaku? Apakah kau tahu bahwa banyak yang tunduk padaku? Banyak raja menyerah dibawahku? Orang-orang menunggu beberapa bulan untuk bertemu denganku. Apakah Kau benar-benar tahu siapa aku?"
Jodha menggigil melihat tatapan yang mematikan dan nada tebalnya. Ia berkata pada dirinya sendiri. “Ya... Kau terlalu menakutkan... hanya berada disekitarmu saja telah membuatku gemerar. Aku tahu bahwa kau bisa mengendalikan dan memerintah orang-orang dengan sesuakmu. Aku sangat sangat sadar bahwa Kau terlalu kuat. Orang yang mungkin paling kuat diseluruh Hindustan, tapi aku aku adalah Putri Rajput dan aku tidak akan menunjukkan rasa takut atau kelemahanku kepadamu.
Ia menjawab dengan nada yang sama tebalnya, "Sahenshah, Aku takut padamu??? Tidak!!! Aku hanya takut pada orang-orang yang aku hargai... Aku takut pada bapusa, bhaisa, masa, dadisa, dan orang Amer karena semuanya mencintaiku, tapi aku tidak takut padamu karena aku tidak punya keinginan lagi untuk hidup. Aku tidak bisa bunuh diri. Karena jika aku melakukan itu, kau akan menghukum Amer. Dan karena kau, aku tidak punya pilihan lain selain hidup. Kau mendapatkan boneka dari Amer untuk kau gunakan sebagai mainan. Jika kau menghukum mati diriku, aku akan lebih bahagia daripada takut!!!”
Jalal terus memandangnya dalam diam, kemudian ia berkata dengan nada tebal, “Mari kita lihat, seberapa kau dapat tinggal di Istana ini tanpa rasa takur Jodha Begum.”
Jalal terus menatapnya dan berbicara dalam hati, “Aku tahu dia tidak takut padaku dan dia tidak peduli tentang statusku dan dia tidak memiliki keinginan untuk menjadi spesial. Dia begitu transparan dan murni.”
Tatapan Jalal membuat Jodha sangat tidak nyaman. Katanya mencemooh, "Aap aese ghur ghur ke kyun dekh rahe hain?? Humein aise ullu ki tarah ghurna band kijiye apni daravni aankhon se warna kahin aapki aankhe bahar na aa jaye aur aap kuch bhi dekhne ke layak na rahein" (Mengapa Kau menatapku? Berhenti menatapku seperti burung hantu. Matamu sudah hampir keluar. Kau akan buta selamanya)
Jalal tidak bisa menahannya lagi dan mulai tertawa keras hingga giginya kelihatan. Tiba-tiba kemarahan dan ketakutan Jodha menghilang. Ia terpesona dengan senyumannya. Jalal melihat Jodha yang sedang menatapnya.
Jalal tersenyum dan membentak Jodha degan kalimat yang sama, "Humein aise ullu ki tarah ghurna band kijiye apni daravni aankhon se warna kahin aapki aankhe bahar na aa jaye aur aap kuch bhi dekhne ke layak na rahein" (Berhenti menatapku seperti burung hantu. Matamu sudah hampir keluar. Kau akan buta selamanya)
Jodha tidak bisa menahan dirinya dan mulai tertawa. Keduanya tertawa bersama untuk pertama kalinya.
Jalal duduk di sofa dengan santai menunggu makanan tiba. Ia bertanya pada Jodha, "Jodha begum, mengapa kau bertarung dengan Kresna, dan menghukum diri sendiri?"
Jodha menggerutu, "Jadi kau katakan padaku Sahenshah, apa lagi yang harus aku lakukan?? Aku telah berdoa dan menyembah Kresna sejak aku masih kecil. Aku berbicara dengannya selama berjam-jam, dalam segala sesuatu aku selalu dengannya. Impianku... Aku bermimpi tentang masa depanku. Suami dalam hidupku... Jadi sekarang aku berterima kasih pada Khana karena telah memberiku seorang suami yang memiliki lebih dari 5000 wanita di harem, aku berterima kasih pada Khana karena telah memberi aku seorang suami yang kejam yang bahkan tidak menghormati agama-agama lain, yang bahkan tidak tahu makna perkawinan, yang merasa bangga disebut seorang laki-laki yang kejam." Dia berhenti sejenak dan kemudian melanjutkan "Ini adalah antara aku dan Khana dan kau tidak ada hubungannya dengan hal ini. Aku selalu percaya bahwa segala sesuatu terjadi dengan baik karena keinginan Khana, tapi untuk pertama kalinya dalam hidupku aku tidak merasa segala sesuatu terjadi dengan baik."
Jalal memandang wajah sedih yang tidak bersalah dan berpikir, “Bagaimana dia mengatakan apa yang dia rasakan. Itu menyakitkan karena mendengar kebenarannya. Namun, ia bergitu tulus dan suci.”
Memang benar, caranya memperlakukan wanita, setiap kali ia memenangkan pertempuran, ia meminta hadiah wanita untuk harem. Dia tidak pernah menghormati agama lain dan ia memang merasa bangga disebut sebagai pejuang kejam tak berperasaan. Ia tahu tentang itu, namun mendengar hal itu dari Jodha, sangat menyakitkan baginya. Hatinya terasa sakit untuk pertama kalinya. Kemarahannya perlahan-lahan mulai mendidih untuk membalas dendam, namun ketulusan Jodha telah mengalahkannya. Ia pun menutup matanya dan menyandarkan kepalanya di sofa.”
Penjaga datang menginformasikan bahwa makanan telah datang. Lamunan Jodha dan Jalal langsung buyar seketika itu juga. Jalal pun mengijinkan pelayan untuk masuk.
Pelayan masuk dengan banyak macam masakan yang berbeda. Seluruh kamar penuh dengan aroma makanan lezat. Jalal dilayani oleh pelayan dan kemudian pergi. Jalal benar-benar sangat lapar seperti dia tidak mendapatkan kesempatan untuk makan sepanjang hari. Dia mulai makan diam-diam tetapi kemudian menyadari bahwa Jodha tidak makan apa-apa untuk terakhir 4 hari. Dia tiba-tiba berhenti makan kemudian memanggil dan menyuruhnya untuk mengambil makanan yang kembali.
Jodha memperhatikan Jalal yang tiba-tiba berhenti makan dan mengirimkannya kembali. Ia bertanya sinis "Sahenshah ko khana pasand nahi aaya kya??" (Sahenshah tidak suka makanan??)
Jalal cepat menjawab "Nahi Jodha begum wo kya hai na ki hum hamari Ami ki ekloti aulad hain aur hum, nahin chahte ke hamare khane pe in ki nazar lage aur hum bimar ho jayein, pata hai kali billi ki nazar kitni buri hoti hai??" (Tidak Jodha begum, sebenarnya masalahnya adalah anak ibuku dan aku tidak ingin orang menjaga matanya pada makananku dan membuatku sakit. Kau tahu seberapa buruk pengaruh kucing hitam??)
Jodha bertanya dengan marah, "To kya hum aapko kali billi lagte hai??" (Apakah aku terlihat seperti seekor kucing hitam bagimu?")
Dengan cepat Jalal menjawab, "Nahi Nahi Jodha begum aesa mat kahiye, dekhiye aapki vajah se wo kali billi humse naraz ho gayi." (Tidak Jodha begum, aku tidak mengatakan seperti itu. Karena kau, kucing hitam marah padaku sekarang.) Jalal benar-benar menikmati menggoda dia.
Jodha adalah benar-benar kesal sekarang dan berkata "Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi dan aku akan tidur sekarang."
Jodha yang kesal mulai lepas perhiasannya dan kemudian dia membuka rambutnya yang panjang.
Jalal menatap dia sepanjang waktu dan menikmati kecantikannya.
Jalal menjawab "Aku terlalu lelah, aku akan tidur." Ia bangkit dan menarik bantal di sudut ranjang yang sama.
Jodha tiba-tiba menyadari Jalal tidur di sampingnya, dengan cepat ia bangun dari tempat tidur dan berkat,a "Kau tidak bisa tidur di tempat tidur ini."
Tanpa ekspresi apapun Jalal bertanya "Kenapa tidak?"
Jodha menjawab "Karena aku mengatakan begitu, kita tidak bisa tidur di ranjang yang sama."
Jalal membentaknya, "Jadi Anda tidak percaya padaku? Kau masih berpikir bahwa aku akan mengambil keuntungan darimu?"
Melihat Jalal yang marah dan mata yang menyakitkan, Jodha ketakutan namun ia menjawab dengan tenang "Hal ini tidak seperti itu. Aku tahu kau akan menjaga janjimu, tapi bagaimana kita bisa tidur di ranjang yang sama, yang tertutup?? Bagaimana jika kita kehilangan kendali kita??"
Jalal mulai bercanda, ia bertanya, "Oh! Kau tidak percaya diri Jodha begum??"
Jodha menjawab "Aku tidak punya masalah dengan tidur di ranjang yang sama. Namun kau jangan berani-berani untuk berada didekatku."
Jalal tersenyum kecil karena telah menang.
Jodha tertidur lebih dulu. Jalal memandang kecantikannya yang sempurna. Beberapa helai rambut jatuh di wajahnya. Jalal diam-diam memindahlan helaian rambut dari wajahnya dan menatap wajah cantiknya sampai ia tertidur.
Keduanya sangat lelah dari perjalanan panjang mereka dan tidak dapat tidur beberapa malam. Jodha berubah posisi beberapa kali dalam tidurnya. Ia bergerak ke arah Jalal dan tanpa sadar kepalanya berada di atas bahu Jalal dan tangannya mendarat di dadanya. Dalam tidurnya, chunni Jodha berada di bawah tangan Jalal.
Jalal terbangun karena merasa berat pada dadanya dan segera menyadari bahwa Jodha tidur diatasnya. Ia tersenyum menatapnya, ia menyukai kedekatan ini. Segera ia tertidur sambil menatapnya.
Jodha tidur dengan damai setelah lelah dari perjalanan selama beberapa hari dan bangun dengan perasaan sangat segar. Ia melihat ia benar-benar tidur disamping Jalal. Tangannya berada di atas dada Jalal dan kepala di atas bahunya. Ia melihat Jalal yang masih tidur dan tangan jalal di atas tangannya. Dia merasa malu dan diam-diam memutuskan untuk pindah dari sisi Jalal. Ia perlahan-lahan mencoba memindahkan tangan Jalal. Jalal berpaling ke arahnya dan meletakkan tangannya ke pinggang Jodha. Jalal masih tidur dengan damai, tetapi chunninya terjebak di bawah tangan Jalal. Ia mencoba menarik chunninya, namun Jalal menariknya dan Jodha pun terjatuh di atas Jalal.
Translate by ChusNiAnTi