s="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
Jodha juga tersentuh melihat Jalal yang
begitu emosional hingga berurai air mata. Dengan mudah dia ikut merasakan
bagaimana takutnya Jalal bila kehilangan dirinya lagi. Kesedihan mendalam dari
kekasihnya bagai menusuk hatinya yang lembut. Dia tidak bisa membendung air
matanya lagi. Jodha bisa merasakan seberapa dalam rasa sakit yang harus
dilaluinya selama enam bulan perpisahan mereka. Sebagai wanita, dia
diperbolehkan menangis untuk menunjukkan kesedihannya, tapi sebagai seorang
Shahenshah, pasti sangat sulit baginya menahan kesedihan di dalam hatinya
sedangkan dia harus tetap tersenyum sepanjang waktu di depan rakyatnya,
menyembunyikan rasa sakit itu dalam-dalam dari semua orang.
Dengan lembut Jodha menyandarkan kepalanya ke
dadanya yang nyaman sambil terisak pelan dengan memegang erat-erat kurtanya.
Setelah beberapa lama dia mengendurkan genggaman pada kurtanya dan menjawab di
antara isaknya-“Maafkan aku juga Shahenshah...Aku juga telah banyak melukai
perasaanmu...Aku tidak seharusnya datang kesini dengan cara ini bahkan tanpa
memberitahumu...Kumohon, maafkan Jodhamu...”
Mendengar permohonan maaf yang diucapkan
Jodha, Jalal merasa tenang. Dia sudah kembali pada kelakuannya yang sedikit
jahil dan berkata-“Kucing liarku, kau membuatku mengejarmu dan menangis
untukmu...Tidakkah kau sadar aku ini seorang Shahenshah....Dan tidak pantas
bagiku untuk menangis ataupun meratap..”
Mulanya Jodha merasa bingung melihat senyum
Jalal namun kemudian dia sadar, bersamaan dengan tetes terakhir air matanya,
dia juga menampakkan senyum di wajahnya dan menimpali pernyataan Jalal dengan
sama jahilnya-“Kenapa begitu??? Bukankah Shahenshah juga punya hati???Bukankah dia
juga merasakan sakit??”
Setelah diam beberapa saat Jodha melanjutkan
kata-katanya sambil menyandarkan kepalanya pada lengan kanan Jalal, lalu meraba
jantungnya dengan tangan kanan dan menciumnya singkat-“Jalal-ku tidak lagi
seperti dulu...Dia seorang pria yang
sudah berubah sekarang...Jalal-ku yang arogan dan jenaka juga memiliki hati
yang luas yang penuh maaf, cinta dan sedih untuk semua orang...Dia bukan lagi
orang yang kejam, keras kepala dan berhati batu...Dia sekarang telah menjadi
Jalal-nya Jodha..”
Mata Jalal bersinar dengan kebahagiaan.
Setiap waktu cintanya pada Jodha semakin besar. Dia memeluk Jodha dengan erat
seakan hidupnya bergantung pada hal itu. Keduanya tenggelam dalam dekapan
hangat mereka. Jantung mereka berdetak seirama. Setelah beberapa menit berlalu,
mereka melepaskan pelukan dan Jalal kembali menangkup wajah Jodha dan
dipandanginya dengan haru. Dia tersentuh dengan kepercayaan penuh Jodha
padanya. Dia ingat kembali semua kejadian dalam pikirannya dan seluruh tubuhnya
kembali bergetar.
Jodha bisa merasakan ketegangan di wajahnya
dan sekali lagi dia mengulang kata-katanya dengan tatapan penuh
keyakinan-“Jalal, kepercayaanku padamu lebih dari pada diriku sendiri....Tidak
peduli apapun yang terjadi...Tidak peduli seberapa berat pertengkaran kita tapi
kau tidak akan mengkhianatiku..” Dengan ringan mengecup telapak tangan Jalal
yang menangkup pipinya, dia melanjutkan kata-katanya namun kali ini dengan
penekanan lebih dan dipenuhi cinta-“Jalal, meski Tuhan sendiri yang datang dan
mengatakan kau telah melakukan sesuatu yang tidak terhormat, aku tetap tidak
akan mempercayainya... Aku tahu setelah apa yang akan kukatakan padamu, kau
akan tertawa dan menganggapku tidak waras juga...Tapi kapanpun aku berdoa pada
Kanha, wajahmulah yang selalu tampak... Berkali-kali aku bermimpi bermesraan
denganmu di Vrindavan...Sebelumnya aku terbiasa melihat penampakanmu yang
terlihat samar, tapi sekarang kapanpun aku menutup mata untuk berdoa aku hanya
melihatmu seorang...Aku menemukan Tuhanku dalam dirimu...Dan Tuhan tidak pernah
berbohong..”
Perasaan Jalal melambung tinggi mendengar
ungkapan cintanya yang suci dan abadi. Dia menatapnya dengan penuh kekaguman
dan berkata dengan nada penuh perasaan,-“Jodha..Tidak ada seorangpun di dunia
ini yang lebih beruntung dari diriku...Aku bagai orang yang paling diberkati di
seluruh dunia karena memiliki cinta dalam bentuk Dirimu... Cintamu yang suci
dan abadi akan terus dikenang sepanjang masa...Kau tahu Jodha, aku juga
terbiasa mengobrol dengan dirimu selama perpisahan kita...Mulanya, saat aku
mendengar suaramu, aku tidak mempercayainya...Sepertinya aku mulai gila...Namun
lama-kelamaan, saat aku mulai mendengar suaramu dengan lebih jelas, aku sadar
bahwa itu adalah jiwamu yang menjawab panggilan jiwaku...Sesungguhnya, meski kau
berada jauh dariku, tapi aku bisa merasakan kehadiranmu di dekatku...Saat di
Ashram juga, meski aku masih belum sadarkan diri, aku sudah bisa merasakan
kehadiranmu di dekatku...Saat aku mulai siuman, aku merasakan kau sedang duduk
tepat di sampingku menggenggam tanganku...Jodhaaa, aku marah besar padamu tapi
itu hanya kedok... Dalam hatiku, aku sangat mencintaimu hingga aku tidak
sanggup bertahan hidup semenitpun tanpa dirimu...Aku sangat mencintaimu hingga
kau selalu hadir dalam Doaku...Setiap kali aku mengangkat tanganku, hanya doa
untuk kesalamatanmu yang aku panjatkan....Hatiku sudah berada di tempat lain...
Apakah aku masih memiliki keinginan atau ambisi... Ketenangan hati dan jiwaku
lebih dari yang mampu kuungkapkan.... Kapanpun aku ada dalam dekapanmu, aku
selalu merasa hidup...Kapanpun kau memandangku dengan mata penuh cinta, jiwaku
merasa sangat damai...Aku terobsesi pada dirimu hingga aku tidak bisa hidup
tanpamu sedetikpun...”
Momen itu terasa menghanyutkan dan abadi
hingga Jodha tak mampu lagi menuangkannya dalam kata-kata. Serasa ada di langit
ketujuh, setelah Jodha mendengar pengakuan Jalal yang dalam dan penuh cinta dan
memeluknya dengan sangat erat. Keduanya terlena dalam pelukan itu untuk
mengganti bulan-bulan panjang yang penuh lara. Setelah beberapa saat Jodha
mendengar suara berisik dari dalam perutnya, sedangkan Jalal yang masih
terhanyut dalam pelukan itu sama sekali tidak menyadari suara bergemuruh dari
dalam perut Jodha. Jodha merasa kelaparan hingga tak tertahan lagi. Dia
memanggil nama Jalal dengan merdu dan polosnya,-“Jalaaal...” Tapi seperti
biasanya, Jalal yang masih terhanyut dalam mimpi indahnya hingga bahkan suara
Jodha tak mampu menembus telinganya. Sekarang Jodha mulai kesal. Dia mulai
bicara dengan nada tinggi dan mencubit lengannya, berkata dengan nada
kesal,-“Jalaaal....apakah kau akan terus berkata-kata manis atau menyuapkan
manisan padaku juga??”
Jalal sungguh bingung mendapat cubitan
tiba-tiba dan mengerang keras melepaskan pelukannya dengan cepat. Awalnya dia
bingung tapi kemudian setelah mampu berpikir dia tersenyum dengan penuh nafsu
dan mengira bahwa Jodha ingin dicium. Dalam waktu singkat wajahnya bersinar
dengan tatapan mesra. Dengan lembut dia menangkup wajahnya dan meniupkan
napasnya untuk menghalau sejumput rambut yang jatuh di wajahnya dan berbisik
nakal,”Ohhh jangan khawatir Jaan...Aku akan segera memaniskan mulutmu...”
Jalal mengunci tatapannya pada mata Jodha
yang gelap dengan penuh damba dan mencium lembut bibirnya. Jodha sadar Jalal
salah mengartikan kata-katanya. Dengan cepat dia menarik lepas bibirnya dan
berkata dengan tak sabar,-“Jalaal..Kau nakal sekali...Kau tidak tahu hal yang
lain selain ini...Aku tidak ingin dicium...Aku ingin mengatakan bahwa begum-mu
yang mempesona ini belum makan apapun sejak kemarin...Aku membicarakan soal
tradisi menyuapkan manisan yang belum kau lakukan kemarin baik pada saat
upacara maupun saat makan malam..”
Serta-merta Jalal sadar setelah mengetahui
hal itu. Dengan tatapan marah dia berteriak,-“Jodhaa, kau belum makan sejak kemarin...Dan
kau baru mengatakannya padaku sekarang...Apa kau sudah tidak waras!! Dan kau
bahkan tidak mengatakan kalau itu adalah tradisi...Aku tidak mengerti sampai
kapan kau menyusahkan aku...Tidak bisakah kau mengatakannya langsung!!!
Sekarang aku tahu kenapa kau pergi di tengah-tengah acara makan malam...Kupikir
kau makan setelahnya...”
Jodha terhenyak melihat kemarahannya. Dengan
agak takut dia menjawab,-“Shahenshah, tolong dengarkan aku..”
Jalal memotong dengan cepat,-“Tidak apa-apa
Jodha...Sekarang aku tidak akan marah padamu...Aku juga berpuasa seharian
kemarian jadi kau juga pasti tahu apa yang kurasakan saat ini...Bila kau bisa
keras kepala maka aku akan lebih keras kepala darimu...” Dia menatapnya dengan
marah dan melanjutkan,-“Jangan menatapku lagi dan ayo ikut denganku...Semua
orang menunggu kita untuk Pooja...Dan daripada menciptakan keributan, makanlah
manisan yang harusnya kusuapkan padamu tanpa banyak bicara...” Setelah
mengatakan itu Jalal berjalan pergi dengan marah.
Mata Jodha kembali sembab mengetahui Jalal
berpuasa sehari penuh. Dia tahu Jalal lebih keras kepala daripada dirinya dan
dia tidak bisa menahan lapar untuk satu hari. Dia memanggil Jalal dengan
sedikit memohon,-“Jalal...Maafkanlah aku...Aku bisa hidup berhari-hari tanpa
makan apapun, tapi aku tidak bisa membiarkanmu berpuasa karena
kesalahanku...Kumohon jangan hukum aku seberat ini...Aku tidak akan mampu
menanggungnya... Rasanya aku bisa mati ribuan kali bila kau menghukum dirimu
sendiri karena aku...” Jodha meminta maaf sambil terisak keras.
Melihatnya terus memohon, kemarahan Jalal
langsung mereda. Dia tidak tahu bagaimana cara untuk meredakan tangisnya. Lalu
Jalal menangkup wajahnya dan mengusap air matanya sambil
berkata,-“Ssshh...Jodha...Jangan menangis...Maafkanlah Jalal-mu...Aku tidak
tahu kenapa aku sangat marah padamu..” Tapi Jodha tetap menangis seperti anak
kecil. Jalal mencoba menenangkannya lagi,-“Baiklah Jodha, berhentilah
menyakitiku dengan menangis seperti anak kecil... Kau tahu aku tidak bisa
melihatmu menangis...Sekarang ayo...Aku juga sangat lapar.... Pertama kita
selesaikan dulu ritual Hindu menyuapkan manisan... Sesuai adat Mughal, kita
juga akan melakukannya di teras malam ini...” dia menjawab sambil tersenyum
nakal dan Jodha mulai tertawa terbahak di antara air matanya yang mulai
mengering.
Keduanya telah sampai di hall utama dimana
semua orang menanti mereka dengan was-was. Hamida bertanya dengan wajah penuh
kekhawatiran,-“Apa semua baik-baik saja Jalal??”
Jalal menjawab dengan tenang,-“Ya Ammi
Jaan...Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja...” Mendengar nada bicara Jalal
yang ceria semua orang merasa lega.
Jalal meminta pada Pandit Ji dengan penuh
hormat,-“Apa kita bisa melakukan pooja satu jam lagi???” Pandit memeriksa buku
panchang dan menjawab dengan santun,-“Tidak masalah Shahenshah...Tiga jam dari
sekarang adalah waktu yang baik untuk Ganesh Poojan...”
Semua orang melihat ke arah Jalal dengan
penuh tanda tanya. Bharmal bertanya sedikit khawatir,-“Shahenshah, apa ada yang
salah??” Jalal tersenyum dan menjawab dengan tenang,-“Tidak Raja Sahib...Tidak
ada yang salah...Hanya saja aku belum sarapan sejak pagi tadi dan aku tidak
bisa menahan rasa laparku seperti yang biasa dilakukan Jodha Begum...”
Mendengar penjelasannya, Bharmal menarik napas lega dan segera memerintahkan
pelayan untuk menyiapkan hidangan sarapan bagi Jamaisa-nya yang terhormat.
Jodha dan Jalal bersama-sama menunggu makanan
dihidangkan di meja makan. Jalal memandang Jodha tak berkedip. Jodha juga
mencuri-curi pandang ke arah Jalal beberapa kali dan menangkap tatapan Jalal
yang intens ke arahnya. Awalnya dia merasa malu tapi kemudian dengan sedikit
kesal dia berkata,-“Jalal...Kenapa kau menatapku seakan kau belum pernah
melihatku sebelumnya???” Jalal tersenyum bodoh dan menjawab dengan suara
dalamnya,-“Jodha kau terlihat sangat cantik dengan warna hijau yang
kusuka...”sebelum Jalal sempat menyelesaikan kalimatnya, Jodha menempelkan
ujung jarinya ke bibir Jalal dan berkata,-“Jalal, apapun itu, tahanlah sampai
hari pernikahan...”
Jalal menghisap jari Jodha dengan gerakan
erotis dan menjawab dengan nada merayu,-“Lucu sekali kau mengatakan setelah
hari pernikahan, setelah hari pernikahan apa kucing liarku...Apa kau sudah
lupa, sudah hampir satu tahun usia pernikahan kita...Dan selama setahun ini, lima
bulan pertama kau habiskan dengan bertengkar denganku dan enam bulan terakhir
kau meninggalkanku sendirian... Jika kau masih ingin mengancamku sekarang
dengan cara itu, pada saat anak kita lahir nanti, kita sudah terlalu
tua...Sekarang aku tidak akan mendengarnya lagi...Berhentilah bersikap
curang..”
Mendengar responnya, Jodha tersenyum
menggoda,-“Sepertinya, Tuanku sedang dalam mood yang penuh warna hari ini...”
Jalal mendekat ke arahnya dan berbisik
mesra,-“Well, kau akan melihatnya sendiri malam ini...”
Mendapati sisi humornya yang menyenangkan,
Jodha menjawab dengan sama nakalnya,-“Shahenshah, jika kau ingin memiliki aku
maka kau harus memenangkan tiga tantangan... Jika kau menang, maka aku akan
menjadi milikmu sepanjang malam..”
Jalal makin tergoda dengan sikap Jodha yang
menantangnya dan menjawab dengan angkuhnya,-“Baiklah...Katakan padaku apa
tantangannya..”
Jodha tersenyum misterius dan menjawab dengan
cepat,-“Perhatikan baik-baik...Jika kau kalah maka kau tidak akan dapat
apa-apa..”
Jalal menyeringai senang,-“Jodha Begum...Kau
juga harus waspada... Pikirkan juga apa yang terjadi padamu jika kau yang
kalah...” dan memandang balik dengan senyum penuh percaya diri.
Membayangkan sisi sensual dan erotis dari
dirinya, membuat wajah Jodha merona. Pipinya memerah seperti tomat. Dia tidak
mampu membalas pandangannya langsung. Sebelum Jalal bisa berkata lebih lanjut,
hidangan telah datang. Melihat makanan itu, Jodha menarik napas lega dan segera
melahap makanan di hadapannya seperti bayi kelaparan, melupakan semua hal
lainnya.
Jalal tersenyum melihat tingkahnya yang
seperti anak kecil menikmati makanan kesukaannya. Jalal mengambil ladoo dari
piringnya dan menyuapkannya pada Jodha dengan penuh kasih. Sinar matanya
menunjukkan gairahnya yang tak pernah padam, makin dalam dan tak berbatas pada
Jodha dan dengan sedikit menggoda Jalal memperingatkan Jodha,-“Jodha jangan
pernah menghukum dirimu sendiri seperti ini...Jangan pernah lupa rasa sakitmu
melukaiku lebih dalam...”
Jodha mengambil manisan yang sama dari tangannya
dan menyuapkannya pada Jalal dengan mata berkaca-kaca.
Melihatnya mulai terbawa perasaan, Jalal
menggodanya lagi,-“Akhirnya, ritualmu sudah terpenuhi...Sekarang saatnya
melengkapi ritual Mughal...”
Melihat Jalal yang sudah kembali dengan sikap
jahilnya, Jodha terkikik keras,-“Shahenshahhh... Kau benar-benar Rajanya
drama...Di depan orang lain, kau seorang Shahenshah yang terlihat sangat
berpengaruh, teguh pendirian dan arogan...Bahkan tidak seorang pun yang berani
berbicara padamu dengan mengangkat matanya...Sedangkan saat bersamaku, kau
nakal sekali seperti anak kecil...”
Jalal membalas dengan nada lebih
serius,-“Jujur saja Jodha...Setiap saat aku bersamamu, aku menjadi
sepertimu...Aku lupa bahwa aku seorang Shahenshah.... Seolah-olah aku
meletakkan mahkotaku di suatu tempat ketika aku bersamamu...Denganmu aku
menjadi Jalal yang lain... Jalal, seperti pria pada umumnya...Jalal, yang
mempunyai hati... Dan hati itu berdetak untukmu... Tapi kau tahu, ketika kau
dinyatakan bersalah di hadapan semua orang di Diwan-e-khaas, aku seakan ingin
meninggalkan tahtaku dan kerajaanku selamanya...Kau dihukum di depan
mataku...Hanya aku yang tahu bagaimana rasanya mati berulang kali dalam satu
waktu...Aku berdoa semoga Allah tidak akan pernah menghadapkanku pada masalah
seperti itu lagi... Saat dimana aku harus memilih antara CINTAKU dan
KEADILAN...”
Merasakan penderitaannya yang dalam dan
hancurnya perasaannya, wajah Jodha menjadi sedih. Dia letakkan tangannya di
atas tangan Jalal dan meremasnya dengan lembut, seakan ingin mengirimkan
kekuatan untuknya. Jalal memperhatikan kegelisahannya dan segera mengganti
topik pembicaraan dan dengan nada menggoda berkata,-“Kau tahu Jodha...Aku punya
banyak Begum di Harem-ku, tapi aku tidak pernah mengobrol sebebas ini seperti
yang kulakukan denganmu...Aku tidak pernah mengobrol seperti ini sebelumnya
dengan salah satu dari mereka... Mereka semua menanti-nantikan saat bisa
mengobrol denganku meski hanya sekali saja... Tapi aku tidak pernah merasakan
ikatan yang tulus dengan mereka...Mereka terus berusaha untuk membuatku
terkesan sementara aku terus-menerus memanjakanmu... Kau membuatku terus
berjuang...”
Jodha menyeringai nakal,-“Tapi sekarang aku
memberimu sebuah kesempatan....Terimalah tantanganku....Dan jika kamu menang,
maka aku akan menghabiskan malam ini denganmu...”
Jalal tersenyum tenang dan dan menutup
matanya sambil menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan suara sensual
yang keras,-“Hmmm..”
Jodha sedikit kesal melihat sikapnya yang
kurang sopan dan bertanya dengan sedikit kasar,-“Sekarang apa yang kau lakukan
Jalal???”
Jalal menutup mulutnya kuat-kuat untuk
mencegahnya menyemburkan kata-katanya dan menjawab dengan nakal,-“Ohh tidak ada
Jodha Begum...Aku hanya memimpikan tentang malam ini...”
Jodha makin kesal saat melihatnya menyeringai
nakal dan berbicara mesum seperti itu. Mendapati Jodha yang frustasi, Jalal
tertawa terbahak-bahak. Tertawanya makin lama makin keras membuat Jodha makin
terganggu. Mendengar tawanya yang makin menggila, Jodha mencubitnya keras. Jalal
langsung membuka matanya dan merintih kesakitan,-“Ouuuuccchh..” menggosok-gosok
lengannya dengan kasar dan memberinya tatapan mematikan.
Jodha tersenyum nakal,-“Ohhh suamiku
tersayang...Mendapatkanku itu tidaklah mudah...” dan melanjutkan setelah diam
sejenak,-“Sekarang dengarkan dua tantangan pertama baik-baik...Kau harus
mengalahkanku dalam pertandingan pedang dan memanah...” sebelum Jodha
melanjutkan lebih jauh, Jalal tersenyum misterius dan berkata,-“Oohh wow Jodha
Begum, aku tidak tahu kalau ternyata kau juga tidak sabar menunggu malam ini..”
Jodha menatapnya marah dan membalas
kata-katanya,-“Kenapa kau pikir kau akan mudah mengalahkanku??? Aku adalah
Putri Rajvanshi dan kekasih Shahenshah Jalaluddin Mohammad Akbar...Mengalahkan
Malika-e-Hindustan itu bukanlah hal yang mudah...”
Jalal tersenyum melihatnya begitu percaya
diri dan berkata,-“Lalu apa lagi syarat dari KEKASIHKU??” dia menekankan kata
kekasih.
* * * * * * * * * * * *