Written by
Bhavini Shah
Jalal berkuda pelan menuju tempat
latihan... tempatnya kecil... Di tempat itu hanya ada satu ruangan kelas, dari
kejauhan dia perhatikan beberapa anak berlatih pedang... Mengedarkan pandangan
ke seputar tempat itu, dia melihat sang pengajarnya... Figur yang mungil,
berpakaian perang warna putih dan wajahnya tertutup, tidak butuh waktu lama
baginya untuk mengenalinya sebagai Jodha...
Tanpa sadar, dia bergumam dengan keras
“Oh Tuhan...” Jantungnya berdegup kencang karena senang... Sulit baginya untuk
langsung percaya pada apa yang dilihatnya... Dipandanginya wanita itu selama
beberapa detik untuk mengenali tatapan itu dari kejauhan... Itu adalah pakaian
yang sama yang dilihatnya saat pertama kali bertemu, baju yang sama yang
dikenakannya saat pertandingan pedang.... Dia tidak butuh bukti lain untuk
menghilangkan keraguannya, kebahagiaannya sungguh tak terkira... Ditariknya
tali kekang kudanya dan berderap cepat menghampiri hidupnya... Abdul bingung
dan terkejut saat Jalal tiba-tiba memacu kudanya dengan kencang... Dia tidak
mengerti apa yang tiba-tiba terjadi pada Jalal...
Jodha sedang berdiri di tengah arena
berlatih diantara empat orang anak kecil, berusia sekitar 10 tahunan,
mengelilingi dan menyerangnya... Dia mengajari mereka teknik bertarung dengan
pedang... Cara dia menangkis serangan...
Kuda Jalal melompati pembatas dan
masuk ke arena latihan... Caranya masuk ke dalam arena membuat anak-anak itu
melompat mundur dari posisi mereka... Jodha tetap berdiri di tengah-tengah...
Dia sudah melihat Jalal sebelum dia sampai di dekatnya, karena itu dia memutar
tubuhnya ke arah lain... Jalal tetap duduk di atas kudanya dan perlahan
memutari Jodha...
Jodha tahu Jalal sudah
mengenalinya... Jodha menunduk melihat
ke bawah... Jalal berputar dua kali lagi mengelilingi dirinya... Perlahan Jodha
mengangkat bulu matanya, sinar matanya dipenuhi dengan kepedihan... Jejak air mata
terlihat jelas di balik kelopaknya. Jodha menatapnya dengan mata yang
sembab.... Mereka berdua saling memandang tanpa berkedip... Wajah Jalal
terlihat sedih dibalik ronanya dan matanya syahdu penuh kerinduan... rasa
sakit... kebahagiaan... dan emosi-emosi lainnya. Jalal tidak tahu harus
bagaimana... haruskah tersenyum atau menangis atau berteriak atau memeluknya...
Dia sangat bahagia hingga rasanya dia ingin membekukan momen ini selamanya....
Karena akhirnya, pencariannya berhasil.... Jodha-nya sedang berdiri di
depannya... Akhirnya dia berhasil menemukannya... menemukan dirinya sendiri... menemukan
jiwanya... menemukan detak jantungnya... Tampak kepuasan dan kedamaian di
wajahnya... dia berucap pelan...
Aku telah lama menunggu saat ini
Kau hadir di setiap mimpiku
Dalam kegilaanku, aku tergila-gila
padamu
Aku sampai putus asa menunggu saat
dimana aku bisa melihatmu meski hanya sekali
Jalal menutup matanya untuk meresapi
kedamaian dalam hatinya... Beberapa saat kemudian jantungnya berdetak lebih
tenang
Dia membuka matanya bersamaan dengan
senyuman lebar di wajahnya... Matanya menyapu ke semua anak-anak disana, yang
sedang menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu... Dengan nada menggoda dia
berkata, “Kalian tahu anak-anak, aku bisa mengalahkan pelatihmu dalam satu
kedipan.” Mata Jodha melebar karena marah dan terkejut.
Jalal melompat turun dari kudanya dan
mendekati Jodha, lalu berbisik di telinganya, “Hiraaaa... apa yang kau
katakan?”
Semua anak terkejut... siapa pria
ini??? Namun mereka langsung berusaha membela pelatih mereka... “Pelatih kami
jago dalam bertarung...”
Satu anak berkata dengan keras dan
bangga, “Tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam kelas kami. Jangan
meremehkannya meski dia seorang wanita. Dia akan langsung menendangmu.”
Jalal meliriknya dari samping sambil
menyeringai dan berkata, “Aku setuju bila pelatihmu itu hebat, tapi dia tidak
bisa menang melawan Jalal.”
Jantung Jodha berdegup kencang dan
otaknya berhenti berputar saat melihat tatapannya yang mesra pada dirinya...
Dia tidak bisa mempertahankan wajah dinginnya lagi, senyum kecil muncul di
wajahnya dan menceriakan sinar matanya.
Melihatnya merona, Jalal berteriak
penuh semangat. “Ayo bertarung... kita lihat siapa yang akan menang!!” Semua
anak kecil itu bersorak gembira dan mereka serentak bergeser keluar dari arena
dan berkumpul di pinggir...
Saat melihat anak-anak kecil itu,
Jodha melihat Abdul, yang ikut berdiri di samping anak-anak dan melihat Jodha
dan Jalal dengan terharu dan bahagia tak terkira, perlahan dia membungkuk
hormat pada mereka.
Air mata bergulir dari mata Jodha
melihat kebahagiaan tulus dari Abdul, dia membalas dengan sedikit membungkuk
hormat juga.
Jalal menoleh kembali ke arah Jodha
dan menarik pedangnya keluar dan menunggunya menyerang lebih dulu, tapi mana
mungkin dia menyerang cintanya..? Mana mungkin dia mengalahkannya..?
Jodha berbisik marah, “Kebiasaanmu
membesar-besarkan masalah tidak berubah, dan sekarang kau melibatkan anak-anak
ke dalam permainanmu juga.”
Jalal tersenyum sinis dan balik
menggodanya, “Tapi kau harus membuktikan bahwa kaulah yang terbaik dan tak
terkalahkan dalam pertarungan ini. Dalam permainanmu kau menjadi Ibu dari
seorang anak berusia lima tahun, Nandu.”
Jawabannya menyinggung dirinya, dia
merespon dengan menyerang menggunakan pedangnya... Jalal menahan serangannya
dengan teknik bertahan dan dengan senyum lebar dia berkata, “Subhanallah,
seranganmu masih punya kekuatan hebat seperti sebelumnya.”
Jodha menjawab dengan frustasi, “Demi
Tuhan, kumohon pergilah, jangan menguji kesabaranku... Kau pernah bayangkan
rasa sakit seperti apa yang kurasakan? Jangan mempersulit diriku, aku tidak
akan bisa menahan lagi rasa sakit karena perpisahan.”
Seketika Jalal paham, kenapa Jodha
bersikap menarik diri dan tidak terlihat gembira atas pertemuan mereka setelah
berpisah lama... Jalal tersenyum penuh misteri dan berucap, “Baiklah, Jodha
Begum!! Seperti keinginanmu, aku akan meninggalkan tempat ini bahkan tanpa
perlu berpamitan padamu, hanya dengan satu syarat, kau harus mengalahkanku
dalam pertandingan pedang dan bila kau menang, aku akan langsung pergi tanpa
membantah lagi.”
Bagaimana bisa dia begitu tak
berperasaan?? Dia ingin bertarung dan bermain-main dengan hatiku yang hancur
berkeping-keping, apa dia sudah tidak waras?? Jodha memandangnya kecewa dan
menjawab dengan sengit, “Maka bersiaplah untuk kalah.”
Jalal suka melihatnya jengkel, dia
tahu betul apa yang ada dalam pikiran Jodha... ingin makin menggodanya, tanpa
rasa bersalah dia berkata dengan sinis, “Jodha Begum, kau pikir kau bisa
mengalahkan cintamu?”
Jodha merasa seakan seseorang menohok
jantungnya, kata-katanya yang kasar dan sinis telah menyinggungnya dan memicu
amarah dalam dirinya, dia menjawab tak kalah sengit, ”Ya... demi kehormatanmu sendiri...
kebanggaan dan harga dirimu, bukan hanya aku akan bertarung, tapi aku akan
bertarung sampai mati.” Lalu Jodha menyerangnya dengan marah..., “Dan tidak
semua wanita yang ditakdirkan mati di tangan suaminya sendiri.”
Jalal tidak suka melihatnya keras
kepala seperti itu.
Jodha lanjut berkata kali ini dengan
sedikit memohon, “Tolonglah Jalal jangan keras kepala... Takdir kita bukanlah
untuk bersama... Apakah kau yang pergi atau aku yang bertarung sampai mati, dan
kau pastinya lebih tahu, ketika itu menyangkut kebanggaan dan harga dirimu,
tidak ada yang lebih penting... bahkan tidak perintahmu sendiri.”
Jalal menatapnya dengan angkuh dan
berucap, “Lalu apa lagi yang kau tunggu, serang... Kita lihat siapa yang
menang... Cintaku atau kekeraskepalaanmu...”
Saat Jodha sadar bahwa Jalal tidak mau
menyerah, dia menyerangnya sekali lagi.