class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Musik-musik
bertemakan cinta dikumandangkan silih berganti selama pesta berlangsung.
Barisan menu masakan India dan Barat terhidang rapi dan berjajar di atas meja,
memanjakan selera setiap undangan pesta. Gaun-gaun pesta berkilauan beraneka
warna hilir mudik memenuhi semua ujung ruangan. Hiasan-hiasan bunga
berwarna-warni bak pelangi memperindah pemandangan ruangan yang memang sudah
sangat indah dengan aura cinta dan kebahagiaan bertebaran diman-mana. Dengungan suara tawa orang-orang saling
bersahutan melengkapi meriahnya pesta. Tak hentinya mereka membicarakan
keserasian dan kebahagiaan pasangan pengantin yang telah ditakdirkan untuk
menyatu.
Benar-benar
kemeriahan pesta khas India. Tidak ada tempat untuk kesedihan ataupun bermuram
durja. Tidak ada tempat untuk sakit hati ataupun penyesalan. Semua tertutupi
oleh keceriaan dan kemeriahan suasana pesta. Jikapun ada tangis, itu adalah
tangis kebahagiaan.
Amar
Ramshaad berdiri di tengah-tengah ruangan, diapit oleh orang tua dan keluarga
besarnya. Dengan setelan baju tiga lapis berwarna putih dan celana yang senada
berhasil menjadi pusat perhatian. Senyum lebar, senyum manis dan senyum syukur
tak pernah lepas dari wajahnya. Meski harus berdiri hampir setengah hari untuk
meladeni para undangan yang ingin mengucapkan selamat atas pernikahannya,
sedikitpun dia tidak mengeluh. Energi kebahagiaan memenuhi seluruh tubuhnya
membuatnya yakin bisa melakukan apapun. Rasa lelah tidak ada dalam daftar
perasaannya hari ini. Karena ini adalah hari yang telah ditunggunya.
Saat
dia menerima donor jantung, itu adalah kehidupan kedua yang diberikan oleh
Tuhan untuknya. Kesempatan untuk menjalani hidupnya dengan lebih sehat dan lebih
kuat. Kesempatan untuk bisa berguna bagi orang lain dan menyebarkan kebahagiaan
pada orang-orang di sekitarnya.
Hari
pernikahannya ini adalah kehidupan ketiga yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Kehidupan
yang akan dijalaninya seumur hidup bersama orang yang sangat mencintainya, dan
juga sangat dicintainya. Perjuangan untuk sampai pada hari ini tidaklah mudah.
Dia harus merasakan sakit hati, kehilangan, kerinduan yang akhirnya bisa
membuka matanya siapa orang yang benar-benar berarti baginya. Seorang wanita
yang setia menemaninya dalam setiap perjalanan hidupnya. Sejak dia tidak
memiliki harapan hidup sampai dia bisa menggenggam kehidupannya sendiri, wanita
itu tidak pernah menyerah mendampinginya. Meski dia pernah mengabaikannya,
menolak perhatiannya bahkan sampai menduakan hatinya, dia tetap bertahan. Amar
Ramshaad sangat bersyukur bisa mengenal wanita yang telah menjadi istrinya itu.
Para
tamu berkali-kali menanyakan keberadaan sang pendampingnya, dan Amar dengan
sabar menjelaskan bahwa dia sedang berhias di kamarnya. Sepertinya para tamu
sama tidak sabarnya dengan dirinya sendiri menanti kemunculan sang ratu pesta
ini.
“Amar....”
Amar
langsung berbalik saat mendengar suara yang sangat dikenalnya memanggilnya dari
balik punggungnya...
“Jodha...”
Akan
sangat tidak sopan jika mereka berpelukan di tengah-tengah pesta diantara
ratusan pasang mata yang memperhatikan, jadi mereka hanya saling tersenyum,
Amar langsung meraih dan menggenggam kedua tangan Jodha...
Amar
–“Aku sudah menunggumu.... Kenapa baru datang?”
Jodha
–“Aku harus berhias... Aku ingin tampil yang paling cantik disini...”
Amar
–“Kau memang cantik...”
Jodha
tersenyum dipuji seperti itu oleh Amar. Jodha bersyukur sikap Amar tidak
berubah padanya. Amar tetaplah Amar yang akan menggodanya setiap ada kesempatan.
Jodha
–“Kau juga terlihat lumayan...”
Amar
–“Hanya lumayan? Berarti masih ada yang lebih tampan dariku...?!”
Jodha
–“Banyak... Aku tidak pernah menganggap kau yang paling tampan..”
Jodha
balik menggoda Amar. Sekarang mereka merasa lebih bebas saling melemparkan
gurauan seperti ini.
Jodha
–“Apa kau bahagia?”
Amar
–“Aku saaaaaangat bahagia.....Kau juga harus bahagia..”
Jodha
–“Aku berusaha... Apa sekarang jantungmu berdetak dengan cepat?”
Amar
–“Ya...dan tidak terkendali. Rasanya jantungku seperti ingin melompat ikut
menari di tengah-tengah ruangan. Aneh ya....setiap hari kita mempelajari semua
hal yang berhubungan dengan jantung, tapi kita justru tidak bisa mempelajari
jantung kita sendiri. Bagaimana bisa dia berdetak cepat suatu waktu dan tidak
berdetak di waktu yang lain bila kita ada di dekat seseorang. Bukan sembarang
orang, tapi seseorang yang menentukan kebahagiaan kita.”
Jodha
–“Akhirnya kau mengerti... Itulah yang ingin kujelaskan padamu selama ini. Kita
tidak bisa memilih mempercepat detak jantung kita ataupun melambatkannya. Detak
jantung kita akan memilih sendiri kapan saatnya dia berdebar, kapan saatnya dia
akan meremas hingga kita sesak napas....”
Amar
–“Terima kasih telah membuatku menyadari siapa sebenarnya orang yang kucintai.
Ternyata cinta ini paling kurasakan saat aku hampir kehilangan. Bagaimana
denganmu? Apa kau juga merasakannya sekarang? Cintamu padanya? Kau kehilangan
dirinya karena aku...”
Jodha
–“Iya..aku juga merasakannya...”
Amar
–“Apa yang akan kau lakukan? Aku bisa menemuinya dan menceritakan semuanya
padanya...”
Jodha
–“Tidak perlu, jika sudah saatnya dia tahu..dia akan tahu..”
Amar
–“Tapi itu akan butuh waktu.... Aku hanya ingin kau bahagia seperti aku..”
Jodha
–“Aku akan menunggunya.... Aku juga yakin dia juga menunggu saat yang tepat
untuk datang padaku..”
Amar
–“Baiklah, demi kau, aku akan menuruti semua permintaanmu. Aku berjanji akan
selalu menjagamu. Aku akan memastikan kebahagiaanmu dengan cara seperti yang
kau inginkan...Aku akan selalu menjadi super Amar untukmu..”
Jodha
–“Janji yang sama yang pernah diucapkan Dev untukku... Jagalah jantung itu
untukku..”
Jodha
terharu mendengar janji Amar padanya. Bagi Jodha, Dev akan selalu hidup
untuknya selama jantung Dev terus berdetak di dalam tubuh Amar. Dev sudah menepati
janjinya akan selalu menjaganya, dan janji itu diucapkan juga oleh Amar.
Tiba-tiba
seluruh ruangan serempak menarik napas. Arah pandang mereka juga serempak
memandang ke arah yang sama. Ke puncak tangga lantai dua. Seorang gadis dengan
balutan gaun pengantin ala barat muncul dan mulai menuruni tangga satu per satu
ke lantai dasar. Amar dan Jodha juga mengalihkan pandangan mereka ke arah gadis
itu. Senyum semakin mengembang di wajah Amar.
Semua
tamu undangan memuji kecantikannya. Gadis itu memang cantik, kebahagiaannya
sebagai pengantin semakin menambah aura kecantikannya. Matanya tersipu malu
saat pandangannya saling bertemu dengan belahan hatinya.
Jodha
menepuk bahu Amar, menyadarkannya dari keterpanaannya.
Jodha
–“Cepat hampiri pengantinmu...Jangan biarkan Araya menunggu lagi...”
Amar
tersadar dan menoleh sekilas pada Jodha untuk mengucapkan terima kasih. Setelah
itu dengan perlahan nan mantap, Amar menghampiri Araya, pengantin wanitanya
yang sangat dipujanya.
Jodha
turut bahagia dengan pernikahan Amar. Keputusan yang tepat setelah harus
melalui jalan berliku. Ada airmata, kemarahan, cemburu, keikhlasan dan
prasangka. Setidaknya ada dari mereka yang kisah cintanya berakhir bahagia,
meski itu bukan kisah cintanya. Ada setitik rasa iri dalam hatinya, tapi
langsung ditepisnya. Dia tidak ingin menodai hari bahagia ini.
Jodha
melangkah meninggalkan keriuhan pesta. Tidak ada gunanya lagi dia terlalu lama
disana. Pasangan pengantin sedang menari berdua dengan mesra diiringi tepuk
tangan seluruh tamu undangan. Jodha pun turut tersenyum melihat kebahagiaan
mereka. Menoleh untuk terakhir kalinya pada Amar dan Araya, Jodha melangkah
keluar melalui pintu di sudut ruangan.
Dari
arah berlawanan, seorang pria sedang bertarung dengan perasaannya sendiri. Dia
bimbang apakah akan melangkah masuk atau hanya bertahan di luar pintu. Dia
menimbang apakah dia akan mampu berhadapan dengan pasangan pengantin yang
sedang berpesta di dalam. Dia tidak yakin akan bisa menahan perasaannya saat
dia harus mengucapakan selamat berbahagia pada sang pengantin.
Akhirnya
dia memutuskan untuk berani menghadapinya. Dia pria dewasa, dia paham benar
bahwa tidak semua hal akan berjalan sesuai keinginannya. Jika memang wanita
yang dicintainya bahagia di pelukan pria lain, maka dia harus bisa menerimanya
meski sangat berat.
Jalal
melangkah memasuki ruangan pesta. Matanya menyapu seluruh sudutnya, mencari
pasangan pengantin sang penghelat pesta ini. Dia harus berjalan zig-zag
melewati tamu-tamu undangan yang menjejali setiap tempat, tujuannya hanya untuk
menemukan keberadaan sang pengantin. Sorakan tamu undangan sepertinya
menuntunnya ke arah mereka.
Jalal
melihat mereka, di tengah lantai dansa, menari berdua dan saling berpelukan
mesra. Hatinya terasa diremas-remas. Tentu saja, masih ada bagian dirinya yang
belum bisa menerima kenyataan ini. Tapi Jalal terus memperhatikan mereka. Dia
memperhatikan wajah Amar yang tersenyum, tapi dia tidak bisa memperhatikan
wajah pasangannya, karena punggungnya tepat menghadap ke arah dirinya. Perlahan
pasangan itu bergerak memutar, dan akhirnya Jalal bisa melihatnya.....
Bukan
Jodha..... Bukan Jodha yang menikah dengan Amar, tapi Araya... Tanpa bisa
menahannya lagi, Jalal tersenyum, lalu tertawa sendiri sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya seakan baru menyaksikan sebuah drama komedi yang
sangat lucu. Beberapa tamu yang kebetulan berada tepat di sebelahnya merasa
heran dengan tingkah lakunya yang aneh. Sia-sia saja dia berkutat dengan perasaannya
yang campur aduk sejak dia menerima kabar pernikahan Amar. Percuma saja dia
frustasi dan berulang kali mengutuk takdirnya karena kehilangan harapan
mencintai Jodha. Ternyata Jodha masih ada untuknya. Masih menunggunya.
Tidak
sengaja mata Amar menangkap kehadiran Jalal diantara para tamu undangan. Kebetulan
Jalal juga menoleh ke arahnya. Keduanya saling melempar senyum. Amar
menggandeng Araya menghampiri Jalal.
Jalal
–“Selamat atas pernikahanmu.”
Amar
–“Terima kasih.”
Jalal
–“Kau berhasil mengecohku....”
Amar
–“Aku tahu... sekali-kali harus ada yang memberimu sedikit pelajaran, agar kau
tidak terlalu sombong...”
Jalal
–“Apa tadi Jodha kesini?”
Amar
–“Iya...tapi sepertinya dia sudah pergi... Kau masih harus berusaha, jangan
sia-siakan kesempatan ini. Aku tetap akan menjadi penjaga Jodha.... Jangan
membuatnya menangis lagi..”
Jalal
–“Tidak akan. Itu janjiku!”
Amar
dan Jalal berbicara dengan bahasa tubuh sebagai pria. Seakan saling mengerti,
mereka hanya saling mengangguk. Lalu keduanya melangkah ke arah berlawanan.
Amar kembali ke tengah-tengah pesta, sedangkan Jalal melangkah keluar dari
pintu yang sama dengan arah Jodha keluar tadi.
Pagi
yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Rutinitas yang sama di tempat yang
sama. Jodha memulai tugasya sejak pukul 6 pagi. Dia mengobservasi keadaan
beberapa pasien, menulis laporan dan berdiskusi dengan dokter pengawasnya. Tanggungjawabnya
sebagai residen naik satu level. Dia sudah diijinkan ikut masuk ke ruang
operasi jantung meski hanya sebatas pengamat. Dia juga sudah diperbolehkan
mengambil tindakan pertolongan pertama untuk pasien kasus jantung lemah.
Tapi
ada yang belum berubah, yaitu kehampaan dalam hidupnya. Jika ada yang bertanya
apa yang diinginkannya saat ini, dia akan menjawab dia menginginkan Jalal. Dia
sudah sangat merindukan Jalal. Dia membutuhkan kehadiran Jalal di sisinya
sebagai tempat untuk merebahkan kepalanya.
Jodha
sedang menikmati makan siangnya di kantin Rumah Sakit di lantai dasar saat beberapa
perawat yang dikenalnya tiba-tiba menghampiri mejanya. Dengan penuh misteri,
mereka menyampaikan pesan bahwa ada seseorang yang sedang menunggu Jodha di luar
gedung. Jodha tidak sempat bertanya apa-apa karena mereka langsung menggamit
lengannya. Sambil tertawa-tawa kecil mereka terus mearik tangannya untuk
mengikuti mereka, tidak menghiraukan protes dari Jodha. Sesampainya di luar
gedung, barulah mereka melepaskan Jodha.
Jodha
celingukan mencari siapa orang yang ingin bertemu dengannya. Bertanya pada
teman-temannya yang menyeretnya kesini tadi juga percuma, mereka sepertinya
malah menikmati kebingungan Jodha. Lalu datang dua orang ke depan Jodha, pria
dan wanita, sang pria membawa gitar. Mereka duduk di atas kursi yang sepertinya
memang sengaja disiapkan. Jodha semakin bingung dibuatnya karena dia merasa
tidak mengenal kedua orang itu.
Gitar
mulai dipetik, dan wanita itu pun mulai bernyanyi.
Lagu
Moon River pun mengalun merdu....
Jodha
terpana. Dia ikut terhanyut dalam setiap alunan syair lagunya. Membuatnya
sejenak lupa pada tujuannya menemui orang yang mencarinya. Tak terasa lagu
itupun selesai dinyanyikan, dan semua orang yang menontonnya bertepuk tangan.
Jodha tidak menyadari ternyata kehadiran dua orang itu telah menarik perhatian
banyak pengunjung Rumah Sakit. Mungkinkan tadi dia terlalu menikmati lagunya
karena ini adalah lagu favoritnya. Hanya satu orang yang tahu kenangan dibalik
lagu ini. Dan orang itu adalah.....
Deg
deg deg.....deg deg deg....deg deg deg.....deg deg deg............
Jodha
merasakannya lagi. Detak jantung yang sama. Sudah lama Jodha tidak
mengalaminya. Dia memegangi dadanya untuk meyakinkan bahwa jantungnya memang
berdetak lebih cepat.
Jika
jantungnya berdetak seperti ini...itu artinya orang yang dipanggil oleh
jantungnya ada disini...saat ini.... Jodha menoleh ke kanan kiri, berharap
orang itu segera muncul ke hadapannya...
“Jodha....”
Akhirnya.....
“Jalal...”
Sebelum
menoleh pun, Jodha tahu siapa yang memanggilnya. Perlahan Jodha berbalik. Jalal
sudah datang. Jalal sudah muncul di depannya. Dengan sedikit ragu, Jodha
tersenyum. Dan Jalal pun tersenyum..
Jodha
–“Kau lama sekali... kenapa baru datang?”
Jalal
–“Aku masih harus mengumpulkan keberanianku dulu...”
Jodha
–“Apa yang kautakutkan?”
Jalal
–“Aku takut tidak bisa membuatmu bahagia...”
Jodha
–“Padahal aku sudah lama menunggumu..”
Jalal
–“Sekarang kau tidak perlu menunggu lagi...”
Tidak
terasa airmata Jodha menetes membasahi pipinya. Airmata kelegaan. Airmata dan
juga senyuman. Akhirnya pria yang dinantikannya selama ini sudah datang. Dia
sudah datang untuk memberinya kebahagiaan.
Jalal
menarik Jodha masuk ke dalam dekapannya. Semua orang yang melihat mereka
berseru kegirangan seakan ikut merasakan kebahagiaan penyatuan dua hati mereka.
Jodha semakin menyurukkan kepalanya ke dada Jalal, menyembunyikan wajahnya,
merasa malu karena banyak orang memperhatikan tingkah mereka.
********************