By
Seni Hayati
“Perhiasan terindah yang dikenakan seorang wanita bukanlah emas,
permata, atau pakaiannya yang mahal..tapi keluhuran budi dan pandainya ia
menjaga kehormatan dan harga dirinya, dimana ia hanya akan menampkan keindahan
tubuhnya di depan suami tercinta” (Seni Hayati, Bandung Mei 2015)
Sesampainya
dirumah sakit, jalal segera memangku Jodha yang kini sudah tidak sadarkan diri,
Jalal berlari menuju ruang UGD.
Kini entah
sudah berapa kali ia mondar-mandir di depan ruangan tersebut, dia baru sadar
klo ammijannya belum dikabari, Jalal segera memijit tombol call pada HP nya,
Jalal hanya berbicara sebentar karena dokter Ahliya keluar dari ruangan.
“Bagaimana
keadaan istriku dok?” tanya Jalal terlihat kehawatiran di wajahnya.
“Alhamdulillah
semuanya tertangani dengan baik, sebentar lagi perawat akan membawanya keruang
rawat inap” dr.Ahliya memberi penjelasan.
****
Kini Jalal
tengah duduk disamping ranjang, tangannya tak henti-henti menggenggam jemari
Jodha
“Sayang..ma’afkan
aa..andai saja aa tidak pergi meninggalkanmu ini semua tidak akan terjadi”
ucapan Jalal penuh penyesalan..sedang Jodha masih terlelap dalam tidurnya.
Tak berapa
lama terdengar suara pintu dibuka dari luar..nampak Hameda masuk dengan panik
menghampiri Jodha sambil terisak, “Kenapa sayang? Apa yang terjadi denganmu?”
ujar Hameda sambil mengelus kepala Jodha yang masih terbalut kerudung, terlihat
ada beberapa memar di diwajahnya..
“Ammi.. ini
semua salahku” ucap Jalal lirih..
Mendengar
ucapan Jalal, Hameeda membalikan badannya, “Apa yang terjadi Jalal? Apa yang
kamu lakukan sampai menantu ammi terluka?” tanya Hameda nada suaranya masih
datar.
“Ammi.. sehabis
shalat magrib aku meninggalkannya”
“Jalal!!
(bentak Hameeda) bukannya ammi suruh kamu menjaganya..kemana kamu pergi hemm??”
Mendengar
keributan, membuat kesadaran Jodha pulih, namun ia pura-pura tidur.
Karena
tidak kunjung mendapat jawaban Hameda memperjelas pertanyaannya, “Dimana kamu
saat Jodha terluka?!!” penyesalan sangat
nampak di wajah Jalal..wajah yang biasanya tanpa beban kini berubah layaknya
seorang pesakitan, perlahan Jalal membuka mulutnya, menyiapkan segenap kekuatan
untuk berkata jujur pada ammijan
“Adam
menelephonku mi, untuk menghadiri ulang tahun Ruk”
“Ruq
pacarmu yang dulu.. kalian belum putus hemm??” tanya Hameeda geram.
Jalal
semakin menunduk..
Hameda
berkata lagi, “Jadi disaat jiwa istrimu sedang terancam, kau menghabiskan
malamu dengan wanita murahan itu” Jodha yang sedari tadi mendengarkan merasakan
hatinya serasa diremas-remas..sekuat tenaga dia menahan agar air matanya tidak
keluar, agar Jalal dan ammijan mengagapnya masih tertidur.
“Ammi..dengarkan
dulu penjelasanku mi” Jalal merajuk, “Ammi kecewa nak..ammi fikir kamu telah
berubah (suara ammijan melemah) Jalal..Jodha itu sosok wanita yang
sempurna..dia shalehah, cantik, pintar..tapi kamu mencampaknnya..istri seperti
apa yang sebenarnya kamu cari nak??”
Hameda
merasa kepercayaannya telah dikhianati oleh anaknya sendiri.. “Jalal.. dengarkan
ibu nak.. kalau kamu tidak lagi bisa memposisikan dirimu sebagai seorang
suami..kalau kamu tidak bisa melindungi istrimu..ceraikanlah dia, biar nanti
ammi carikan laki-laki yang tepat untuk Jodha”
Kata-kata
CERAI begitu menohok hati Jalal.. tidak.. sama sekali dia tidak ingin mendengar
kata itu.. berpisah dari Jodha akan membuat separuh jiwanya hilang.. Jalal kini
menyadari betapa ia sangat memcintai Jodha, betapa ia ikut merasakan sakit yang
Jodha rasakan, entah kapan rasa itu mulai datang yang pasti kesederhanaan
seorang Jodha, keluhuran budinya, kemuliaan akhlaqnya, keceriaannya,
ketegarannya dan semua yang ada pada diri Jodha begitu menarik hatinya.. begitu
memperdayanya, meski sekuat tenaga otaknya melarang, tetap saja cinta
membuatnya tidak mampu berkutik.
Hameeda
masih tetap mendominasi percakapan, “Klo memang, kursi presdir itu tujuan
utamamu dalam pernikahan..baiklah ibu akan melakukan serah terimanya minggu
depan..dengan begitu kamu bisa segera membebaskan Jodha.. ibu fikir Jodha akan
mampu merubahmu nak.. tapi ternyata tidak”
Tiba-tiba
Jodha merasakan gatal begitu menggelitik lehernya dan itu memaksanya terbatuk, “Uhu..uhu..”
Seketika
perhatian Hameeda dan Jalal teralih pada Jodha
“Sayang.. kau
sudah bangun, nak?” tanya Hameeda.
Jodha
membuka matanya pelan-pelan. “Ammi haus” ujar Jodha, dengan sigap ammijan
mengambilkan air minum, sedang Jalal berinisiatif membantu Jodha duduk, agar
minumnya tidak tersedak. Jalal menyandarkan Jodha di dadanya, badanya menopang
berat tubuh Jodha.
Yang
sekarang terfikirkan oleh Jalal hanya ingin merawatnya, paling tidak itu semua
bisa mengusir rasa bersalah terhadap Jodha, kondisi tubuh Jodha yang lemah
membuat Jodha tidak biasa melawan atau hanya sekedar protes ketika kontak fisik
harus terjadi diantara mereka.
***
Mengingat
besok pagi ada jawdal mengajar ditambah kondisi rumah yang sudah pasti
berantakan, Hameeda pamit pulang, dia berpesan agar Jalal menjaga Jodha dengan
baik “Jalal, jangan sampai kamu melakukan kesalahan yang kedua ya!”
“Iya
mi..aku mengerti” jawab Jalal.
***
Kini
diruangan itu mereka tinggal berdua, tiba-tiba Jodha merasa ingin buang air
kecil..luka jahitan diperutnya membuat dia tidak bisa pergi ke kamar mandi
sendiri..melihat wajah Jodha yang gelisah Jalal bertanya
“Kenapa
Jodha..kamu menginginkan sesuatu?”
“Aku
pengin pip**” jawab Jodha mukanya memerah menahan malu, tapi apalah daya perut
bagian bawahnya sudah terasa sakit. Jodha berusaha turun sendiri dari ranjang
dan hendak berdiri, namun luka jahitannya tidak bisa diajak kompromi, Jalal
segera membopong tubuh Jodha, “Turunkan aku!!” teriak Jodha
“Nanti
bagai mana klo kamu pip** di sini, kamu mau aku membersihkannya hemm?”
Jodha
hanya terdiam, mukanya sudah semakin merah sekarang, kenpa dia harus begitu
lemah, untuk hal pribadi saja harus di bantu orang lain..begitu fikir Jodha,
mereka kini berada di dalam kamar mandi.
“Keluarlah!”
perintah Jodha
“Nanti klo
kamu jatuh gimana?”
“Sudah.. keluarlah”
Jalal
tersenyum dia mengerti pasti Jodha merasa malu klo dia tetap disana, “Kenapa
mesti malu..aku kan suamimu” dalam kondisi seperti ini Jalal masih sempat menggoda
istrinya. “Baiklah..baiklah..aku keluar” ucap Jalal sambil berlalu, kini ia
menunggu di balik pintu kamar mandi.
“Lama
sekali.. sudahkah?!” teriak Jalal, tak terdengar jawaban, namun akhirnya Jodha
bersuara
“Sudah.. masuklah!”
Jalal segera membuka pintu kamar mandi
“Cukup
bantu aku jalan saja.. tidak usah menggendongku” pinta Jodha
“Kamu mau
ammijan memarahiku, karena tidak bisa menjagamu hemm? Sudahlah ga usah cerewet”
tanpa menunggu persetujuan Jalal mengankat tubuh Jodha. “Kamu ringan sekali
Jo.. apa karena keseringan puasa?”
“Bukan
puasa yang membuatku kurus.. tapi memiliki suami sepertimu..membuatku makan
hati” sindir Jodha.
Jalal
membaringkan Jodha dan menyelimutiny sambil berkata, “Begitu tersiksakah kamu
disisiku Jo?” tanya Jalal yang kini sudah duduk kembali di samping Jodha
“Fikirkan
saja sendiri... tidak bisakah aa belajar berempati kepada orang lain.. dengan
begitu aa bisa merasakan apa yang orang lain rasakan”
Jalal
menatap Jodha begitu dalam sambil bergumam dalam hati, ‘Andai kamu tau Jo.. aa merasakan apa yang kamu rasakan’
Namun
sayang Jodha bukanlah cenayang yang bisa mendengar suara hati orang..andai pun
Jalal mengatakannya mungkin Jodha tidak akan mempercayainya.
“Jo.. ma’afin
aa ya.. kamu terluka karena kebodohanku” meski tadi Jalal sudah berkali-kali
mengatakannya saat Jodha tidak sadar, tetap saja Jalal penasaran ingin
mengetahui reaksi Jodha. Jodha melirik Jalal yang ada di sampingnya
“Boleh ku
tau a..pergi kemana aa saat aku harus menghadapi maling sendirian?” sebenarnya
Jodha sudah tau jawabannya, dia cuma ingin mengetes kejujuran Jalal. Jalal
terlihat diam..dia berfikir jawaban apa yang harus diberikan..apakah harus
jujur, atau mencari jawaban aman
“Aa..aa..menghadiri
ulang tahun teman Jo”
“Teman
wanitamu?” cecar Jodha
“Iya”
jawab Jalal pelan, karena iya tau jawaban itu akan menyakiti hati Jodha
“Jadi di
saat aku ketakutan menghadapi maling yang akan melecehkanku..aa sedang berpesta
bersama teman wanitamu..oh..aku terlalu bodoh, meski aku sudah tau kamu tidak
mencintaiku, tapi tetap berharap kamu akan menghargai perasaanku”
“Jangan
berkata seperti itu Jo..itu membuat aa semakin merasa bersalah”
“Aku tidak
menyalahkanmu a, aku selalu berusaha berfikir positif, ya..aku anggap ini
sebagai cara Alloh SWT mencintaiku, Dia ingin aku menjadi wanita kuat yang
tahan banting dalam tiap kondisi” Jodha diam sejenak menatap Jalal ingin tau
ekspresi laki-laki itu, lalu kembali berkata, “Aku justru minta ma’af telah
hadir diantara kehidupan kalian.. tapi tenang saja aku akan pergi dari kehidupanmu
setelah tugasku selesai, sesuai dengan perjanjian kita”
“Jo.. kamu
sungguh akan melakukannya?”
“Ada yang
salah dengan kita a.. pernikahan itu suatu ikatan suci, bukan sebuah permainan
yang bisa di seting sesuai kehendak kita, dan lalai akan kewajiban
masing-masing”
“Kita
bisa, memulainya dari awal Jo..”
“A..pernikahan
itu harus saling percaya, saling terbuka, harus punya konsep yang jelas, satu
fisi dan tentu harus saling mencinta..aku tidak menemuak itu semua dalam
hubungan kita.. apalagi saat ini aa belum bisa lepas dari kehiduapan masalu”
Sepertinya
hati Jodha sudah antipati ada benteng yang semakin sulit di tembus yang semakin
hari ketebalannya semakin bertambah.
***
Sa’at
adzan subuh berkumandang, Jodha
beringsut dari ranjangnya..berjalan membungkuk menahan sakit
“Jo..mau
kemana?” tanya Jalal yang baru keluar dari kamar mandi dan hendak shalat
berjamaah di masjid RS
“Bukannya
kamu lagi sakit Jo..haruskah tetap shalat?”
“Selama
manusia masih bernafas..maka kewajiban shalat masih melekat padanya a, bahkan
ketika kita tidak mampu melakukannya sambil berdiri Alloh memberi keringannan
sambil duduk, jika masih tidak mampu juga bisa sambil tidur, jika tidak mampu
juga boleh dengan isyarat..jadi sakit bukan suatu alasan yang dibenarkan untuk
meninggalkan shalat terlebih lagi ketika sehat”
“Oke.. oke..
aku faham.. emm aku bantu ke kamar mandi Jo”
“Tidak
usah.. aku harus belajar mandiri a jangan bergantung pada orang lain, pergilah
shalat aku tidak apa-apa”
****
Dua hari
Jodha di RS, selama itu pula Jalal selalu sigap menemani memberikan pelayanan
terbaik untuk Jodhanya..hari ini dr.Ahliya sudah mengizinkan Jodha pulang,
Hameeda menjemput mereka, Jalal membantu Jodha turun dari tempat tidur, sebelah
tangan Jodha di letakan di bahunya, Jodha yang sedang menunduk mencari sandal
tidak menyadari kalau wajah mereka begitu dekat.
Ketika
Jodha mengangkat wajahnya hidungnya menyapu pipi Jalal, menyadari mendapat
rizki tak terduga Jalal berbisik ditelinga Jodha, “Aa.. rindu hadiah mu Jo” dan
sukses mendarat kan sebuah kecupan di pipi dekat telingga Jodha. Jodha merasa
malu karena saat itu ammijan ada di belakang mereka
“Sayang.. ayo
kita berangkat sekarang” ucap ammijan
****
Kini
mereka telah sampai di rumah, ada rasa trauma ketika Jodha mulai melewati
pintu..teringat kembali bagai mana kejadian yang hampir merenggut
kehormatannya.. menyadari hal itu Jalal berbisik di telinga Jodha, “Mulai
sekarang, aku akan menjagamu..tenanglah”
Jodha
memasuki kamarnya, mencoba menghalau rasa takut yang melandanya.
“Istirahat
lah sayang... ammi akan menyiapkan makanan untumu”
Tak berapa
lama ammijan membawakan nampan berisi makanan untuk mantunya, dengan penuh
kasih sayang dia menyuapi Jodha.. kehadiran dan perhatian Hameeda setidaknya
mengobati rasa rindu Jodha pada mami ya.
****
Malam
harinya Jodha tidak bisa tidur
“A.. aku
mau tidur sama ammijan saja ya” kata Jodha sambil membawa boneka taddynya
keluar kamar
“Kenapa
Jo.. kan ada aa disini” Jalal mengikutinya dari belakang
“Aku ga
bisa tidur..disini aku takut” jawab Jodha sambil menyusuri anak tangga
“Mau di
peluk hemm? klo takut aa bisa memberi rasa aman dengan memelukmu”
“Tidak!
pokonya aku mau tidur bersama ammijan!” jawab Jodha tandas.
********************************