By Er
Lin..... Hari ini Jodha bersama Tante Hameeda
mamanya Jalal pergi ke kantor penyedia jasa wedding organizer untuk mencetak
undangan pernikahan mereka. Tubuh Jodha bergerak secara otomatis mengikuti
Tante Hameeda yang bersemangat mengitari rak kantor penyedia jasa wedding
organizer itu. Ratusan contoh undangan tersusun rapi mulai harga lima ribu
hingga ratusan ribu. Kata Tante Hameeda, artis dan penjabat sering menggunakan
jasa wedding organizer ini.
Hari ini
Jalal tidak menemani Jodha seperti fitting kamarin karna ia ingin menyelesaikan
pekerjaannya agar tidak menganggu pikirannya lagi saat nikah. Dari tempat
duduknya Jodha melihat Tante Hameeda dan seorang banci sedang terlibat
pembicaraan serius.
“Sayang,
kamu suka yang mana?” Tante Hameeda mencolek Jodha.
“Jodha,
ikut Tante aja,” jawab Jodha dengan sopan. Jodha percaya mertuanya ini pasti
akan memberikan pilihan yang terbaik untuk pernikahan dirinya dan Jalal.
“Mama
tidak mau dipanggil Tante,” kata Mamanya Jalal pura-pura marah sejenak kemudia
kembali fokus pada begitu banyak kartu yang ada di situ.
“Kalau ini
aja gimana sayang?” Tante Hameeda memperlihat sebuah undangan yang simple tapi
tetap tampak mewah dan berkelas dengan corak keemasan.
“Jodha
suka itu Ma,” sahutnya dengan memperlihatkan senyum manisnya.
“Well,
Mama telpon Jalal dulu ya.”
“Jalal
pasti setuju, Ma, kasian dia lagi kerja ntar keganggu. Kata Jalal dia ingin
menyelesaikan pekerjaanya supaya waktu nikah nanti tidak kepikiran lagi,” jelas
Jodha kepada mertuanya itu
Mamanya
Jalal tampak terharu mendengar penjelasan Jodha. “Memang tidak salah pilih.
Jodha ngerti Jalal banget ya.”
Jodha
hanya bisa menampilkan senyum manisnya yang tulus.
“Contoh
undangan ini boleh dibawa pulang, kalian bisa mendiskusikannya pulang kerja
nanti,” ujar Mama Jalal.
Jodha
menggangguk singkat.
“Oke, Mama
masih ada urusan ke birdal yang akan merias kalian, Jodha punya acara sendiri
atau mau ikut Mama?”
“ Jodha
mau ngajak Jalal lunch aja, sekalian mendiskusikan undangan ini.”
“Fantastik!”
seru Mama Jalal sumringah. “Ajak dia makan diluar, kalau dia tidak mau paksa
aja,” lanjut Mama Jalal sambil terkekeh.
Jodha pun
ikut tersenyum sambil mengangguk-angguk. “Iya, Ma.”
Mama Jalal
tersenyum senang lalu mencium pipi Jodha. Dengan lembut wanita itu memeluknya. “Jalal
mungkin tidak tau cara memperlakukan mu dengan baik tapi dia sudah memilihmu
jadi ajarin dia menyayangi,” bisik Mama Jalal.
Tubuh
Jodha menjadi kaku. ‘Mama salah, dia sudah sangat memperlakukan ku dengan
sangat baik, hingga kini aku yang takut akan kehilangannya,’ ucap Jodha dalam
hati.
“Mama tahu
hubungan kalian tidak baik tapi Mama yakin cinta itu akan tumbuh karna Jodha
adalah orang yang penuh kesabaran dan kasih sayang.” Sekali lagi wanita itu
memeluknya. “Semangat ya, kalau Jalal nakal langsung telpon Mama, nanti Mama
jewer sampai kupingnya merah.”
Mau tidak
mau Jodha tertawa geli. “Thanks, Ma.” Jodha melambaikan tangannya, membiarkan
Honda city itu menjauh barulah dia meluncurkan mobilnya menuju kantor Jalal.
Jodha
telah sampai di kantor Jalal, dengan cepat ia menuju ke
ruangan kerja Jalal. Saat setelah dekat dengan ruangan Jalal, sekretaris Jalal
~Javeda~ yang masih tetap memakai pakaian seksinya yang membuat Jodha langsung
kesal saat melihatnya langsung berdiri tergesa, berusaha mencegahnya masuk.
Jodha
tersenyum kecil, tanpa berpikir di dorongnya pintu. Pemandangan yang perlu di sensor oleh lembaga sensor flim indonesia terpampang jelas di depan Jodha. Mereka berpelukan, tidak, pria itu hanya berdiri tegak
membiarkan seorang wanita mengelayut erat di dadanya. Tangan pria itu bergerak menyentuh
pinggang wanita itu seolah siap mendorong wanita itu untuk menjauh, atau
merapat?
“Jangan
lakukan ini, Benazir, aku akan menikah,” suara serak Jalal.
Sesaat
Jodha terpaku. Ia ingin lari sekencang-kencangnya tapi kakinya terasa begitu
berat untuk di gerakkan.
Benazir
merasakan kehadiran orang lain disitu. Ia mengira sekretaris Jalal yang
memergoki. Mata wanita itu memicing heran kearah Jodha yang berdiri di ambang pintu..
Jalal
menoleh. Wajahnya langsing berubah tegang, ia takut Jodha berpikir yang
aneh-aneh. Tatapan yang awalnya dingin kini berubah berapi-api kepada benazir.
Jodha
menutup pintu sambil menghapus air matanya yang mulai membasahi pipinya,
mengangguk pelan pada sekretaris yang memasang tampang bersalah. Menyusuri
lorong dengan tegar menuju lift.
Setelah
kepergian Jodha, Jalal langsung mendorong pinggang Benazir dengan kasar. “Sudah
ku bilang jangan lakukan ini lagi, aku akan menikah dan gadis itu tadi adalah
calon istri ku,” ucap Jalal dengan sedikit berteriak meluapkan kemarahannya
kepada Benazir yang tidak pernah mau berhenti menganggunya.
Jalal
berlari keluar ruangannya meninggalkan Benazir yang terlihat syok dengan apa yang
di dengarnya dari mulut Jalal.
“Kita
harus bicara, Jodha,” ucap Jalal yang tiba-tiba telah berada di belakang Jodha. Jalal meraih pergelangan tangan kiri Jodha dan juga
menarik bahu Jodha hingga posisi mereka kini tengah berhadapan.
“Tidak ada
lagi yang perlu kita bicarakan,” sahut Jodha dengan ketus. Matanya yang
berlinang air mata terlihat merah memancarkan kemarahan.
“Yang tadi
kau lihat itu tidak seperti yang kau pikirkan, aku sudah lama memutuskannya
jauh sebelum kita di jodohkan,” jelas Jalal dengan lembut
berusaha untuk meredam kemarahan Jodha.
Jodha
berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang di gengam
erat oleh Jalal. Tapi sayang Jalal terlalu kuat mengenggam tangannya hingga
muncul di pikirannya untuk memukul wajah Jalal dengan menggunakan tasnya tapi
untung dengan cepat Jalal menangkis dengan menggunakan tangan kirinya.
“Aih, kau
ini wanita tapi suka sekali melakukan kekerasan.” Emosi Jalal mulai tersulut.
Pintu lift
terbuka, Jalal menarik pergelangan tangan Jodha dengan kasar lalu menghempaskan
tubuh Jodha ke dinding. Jalal menahan pergelangan Jodha di dinding dan dengan menggunakan tangan kirinya Jalal meraih tengkuk
Jodha dan mencium bibir Jodha dengan paksa.
Jodha
berusaha meronta dengan memukul-mukul dada dengan tangan kirinya tapi kekuatan
Jalal bukan lah tandingannya. Hingga akhirnya ia menyerah meski tidak membalas
ciuman Jalal.
Merasakan
Jodha yang mulai tenang, Jalal menarik bibirnya dari bibir Jodha. Jalal
menautkan keningnya ke kening Jodha, “Aku mencintai mu Jodha, sangat
mencintaimu,” Jalal mendesah berat hingga nafasnya menerpa wajah Jodha, “Sudah
berapa kali aku katakan, kau hanya perlu percaya bahwa aku hanya mencintaimu.”
Pintu lift
terbuka, menyadari itu Jalal melepaskan genggamannya di tangan Jodha. Tapi emosi yang masih meluap dari diri Jodha dengan
cepat Jodha menginjak kaki Jalal dengan keras dan menampar wajah Jalal dengan
menggunakan tas nya hingga bibir dan pelipis Jalal berdarah akibat terkena besi
yang ada di tasnya.
“Aarrgghhhh,”
ringis Jalal kesakitan.
Jodha
langsung berlari keluar dari lift meninggalkan Jalal yang meringis kesakitan.
Setelah beberapa menit kemudian Jalal ikut berlari mengejar Jodha hingga ke
halaman parkir tapi naas Jodha telah pergi jauh dengan menggunakan mobilnya.
Setelah
kepergian Jodha, Jalal berusaha terus menghubungi Jodha tapi tetap tidak di angkat oleh Jodha. Di SMS pun tidak di balas.
Jalal sebenarnya ingin langsung mengejar Jodha tapi dia teringat ada rapat yang
tidak bisa ia tinggalkan. Dalam rapat pun pikiran Jalal tidak ada di dalam ruangan itu, pikirannya selalu menuju ke Jodha. Dia yakin Jodha
pasti sangat marah sekali untuk yang satu ini. Salahnya juga tidak terlalu
tegas tadi saat Benazir mulai mendekatinya.
Sedang
Jodha selama mengemudi mobilnya terus-terusan menangis. Dia tidak percaya
ternyata Jalal masih saja belum berubah. Disaat dirinya sudah mengakui
perasaannya tapi Jalal dengan teganya masih bermain dengan wanita lain di belakangnya. Setelah sampai dirumahnya Jodha langsung masuk ke dalam
kamarnya. Membenamkan wajah dengan bantal agar tangisnya tidak terdengar.
Hatinya terlalu sakit, Jalal telah membuatnya jatuh cinta tapi kini dalam waktu
singkat Jalal pun menghancurkan cintanya.
******
Malam
harinya setelah pulang dari kerjanya, Jalal langsung menuju rumah Jodha. Meina yang
saat itu membuka kan pintu untuk Jalal terkejut melihat kondisi wajah Jalal yang
terlihat memar di bagian bibir dan juga pelipis matanya.
“Ada apa
Jalal dengan wajah mu?” tanya Meina saat menyambut Jalal di depan pintu.
“Aa,,,ini,,ini,,,,,”
Jalal menjawab dengan terbata-bata.
“Masuk lah
dulu,” tawar Meina.
“Maaf,
Tante,” potong Jalal langsung saat Meina akan melangkah masuk.
Meina
langsung menghentikan langkahnya, dan membalikkan tubuhnya kembali melihat
kearah Jalal.
“Aku
kesini ingin menemui Jodha, apa dia ada Tante? Dari tadi aku menghubunginya
tapi tidak angkat sama Jodha, Tante.”
Meina
terdiam sejenak. Ditatapnya Jalal dengan seksama. Meina mendesah berat, dia
akhirnya menyadari bahwa telah terjadi sesuatu antar Jalal dan Jodha. “Apakah
kalian habis bertengkar lagi?” tanya Meina sambil menggeleng.
Jalal
hanya bisa tersenyum kecut di depan calon mertuanya itu, “Hanya salah
paham Tante, makanya aku kesini ingin menyelesaikan semuanya.”
“Baiklah,
Tante antar kamu langsung ke kamarnya aja.”
Jalal
mengikuti Meina dari belakang. Ketika setelah sampai di depan kamar Jodha, Meina memberikan saran kepada Jalal, “Banyak sabar
ya nak Jalal, Jodha memang masih sedikit manja,” ucap Meina sambil memukul
pundak Jalal dengan lembut. “Ini kunci kamar Jodha, kalau-kalau dia tidak mau
bukain kamu pintunya,” ujar Meina lagi sambil memberikan kunci cadangan kamar
Jodha.
Jalal
mengangguk pelan seraya berkata “Makasih, Tante.”
Meina lalu
pergi meninggalkan Jalal. Kali ini entah kenapa tidak ada rasa ke khawatiran
sedikit pun di dalam diri Meina bahwa hubungan mereka akan
berakhir. Meina justru berpikir bahwa Jalal dan Jodha sudah sangat saling
mencintai.
Tok,,,,
Tok,,,, Tok,,,, Jalal mencoba mengedor pintu Jodha. “Sayaang, bukain dong
pintunya,” ujar Jalal dengan berusaha berkata lembut. Dia sadar kali ini dia
tidak bisa terlalu keras untuk menghadapi jodha.
Jodha di dalam kamarnya mendengar itu semua tapi dia tetap tidak ingin
membukakan pintu untuk Jalal. Apapun alasan Jalal saat ini tidak bisa ia
terima. Ia lebih memilih menutup telinga nya dengan bantal.
Jalal
mencoba mengedor untuk yang ke tiga kalinya. Tapi karna tidak di buka juga oleh
Jodha, Jalal akhirnya menggunakan kunci yang di berikan
oleh Meina tadi.
Jodha yang
menyadari pintu kamarnya dibuka dari luar dan merasakan Jalal yang mulai masuk
ke dalam kamarnya dengan cepat ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimutnya
hingga ke kepalanya..
Jalal
mulai mendekati ranjang Jodha, ia duduk di tepi ranjang tepat di samping kepala Jodha. Awalnya Jalal ingin tersenyum saat melihat
kelakuan Jodha yang menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tapi coba ia tahan
takut Jodha akan semakin marah.
Jalal
menghela nafas panjang. “Apa yang kau lihat tadi tidak seperti yang kau
pikirkan sayang, dia datang tiba-tiba dan langsung memeluk ku seperti itu, saat
tangan ku ingin mendorong pinggangnya kau keburu datang. Kalau kau tidak
percaya kau bisa melihatnya dari CCTV yang ada di dalam
ruangan ku sayang.” Jalal terdiam sejenak untuk kembali mencoba mengatur
nafasnya, “Kita sebentar lagi akan menikah, apa kau tidak bisa mempercayai
calon suami mu ini, sayang?”
Melihat
Jodha yang masih tidak mau mendengarkan penjelasannya, Jalal hanya bisa kembali
menghela nafanya. “Baiklah, aku akan pulang sekarang. Terserah kau mau percaya
atau tidak, yang jelas aku sudah menceritakan semua dengan jujur.” Kata Jalal
sambil bangkit dari duduknya lalu perlahan keluar dari kamar Jodha.
Sebelum
menutup pintu, Jalal sejenak berdiri di depan pintu melihat kearah Jodha berharap
Jodha akan menahannya pergi. Tapi harapan itu seperti hanya sebuah harapan.
Dengan berat hati Jalal menutup pintu kamar Jodha dengan pelan.
Menyadari
Jalal telah pergi dan pintu kamarnya kembali tertutup, Jodha dengan cepat
membuka selimut yang menutup wajahnya. Jodha menghirup nafas panjang, kalau
saja Jalal sedikit lama berdiam di dekatnya tadi mungkin ia akan kehabisan
nafas.
Jodha
bangun dari tidurnya, menyandarkan punggungnya ke dinding ranjang. Jodha
mencoba untuk berpikir dengan semua yang Jalal katakan tadi. “Benarkah aku
telah salah paham tadi?” tanyanya pada dirinya sendiri.
GALAU!
Itulah yang
kini yang tengah Jodha rasakan. Disatu sisi ia ingin percaya sama semua
penjelasan Jalal tapi disisi lain dia masih tetap tidak bisa terima melihat
Jalal dekat dengan wanita lain.
Jodha
meraih ponselnya, ia butuh teman curhat. Dan Moti lah orang ada di pikirannya saat ini. Dengan cepat Jodha mencari nama Moti di layar ponselnya, lalu langsung menghubunginya.
Saat
telponnya diangkat oleh Moti, Jodha langsung menceritakan semuanya kepada moti
tentang apa yang ia liat dan apa yang coba Jalal jelaskan padanya tadi.
“Kau
seharusnya tidak selalu mencari kesalahan Jalal, Jodha. Apa kau tidak ingat
saat kita makan di restoran wanita itu, wanita itu dengan
bangganya mengatakan kalau dirinya akan kembali menggoda Jalal meski dia tau
Jalal sudah di jodohkan. Seharusnya kau memberikan
pelajaran ke wanita itu dengan menunjukkan posisi mu sebagai calon istrinya
Jalal di hadapan wanita itu. Bukan justru terus-terusan kau mencari kesalahan
Jalal. Untung dia tidak langsung mengakhiri hubungan kalian,” ceramah Moti di ujung telpon.
“Kau ini
teman ku atau temannya Jalal? Kenapa kau selalu saja membelanya?” rutuk Jodha yang
tidak terima di ceramahi oleh Moti.
“Aku bukan
membela nya tapi aku mencoba untuk mengingatkan mu bahwa apa yang kau lakukan
itu salah, Jodha.”
Jodha
tidak ingin lagi berdebat dengan Moti. Dia tau Moti akan selalu menganggap
Jalal benar di matanya. Dengan cepat Jodha memutuskan
sambungan telponnya.
********
‘Datang ke
rumahku sekarang, kau akan ku maafkan’
Pesan dari
Jalal yang muncul ke inbok HP Jodha, setelah semenit sebelumnya Jodha mengirim
SMS:
‘Maafkan
aku.’
Sebuah
pesan yang singkat tapi butuh waktu semalam suntuk untuk Jodha merenungkannya
hingga akhirnya pagi ini baru ia memberanikan mengirim SMS itu.
Jodha
segera bangkit dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi setelah ia membaca
SMS dari Jalal. Tidak butuh waktu lama bagi Jodha untuk mandi, dia langsung
mengenakan celana jins panjang di padukan dengan kemeja panjang dan
memoleskan wajahnya dengan sedikit bedak serta bibirnya dengan lipgloss, Jodha
telah siap berangkat menuju rumah Jalal dengan mengemudi mobilnya.
25 menit
perjalanan Jodha telah sampai dirumah Jalal. Jodha langsung disambut oleh
pembantu dirumah Jalal.
“Nona,
sudah ditunggu Tuan Jalal di ruang makan,” ucap pembantu itu saat
membukakan pintu untuk Jodha.
Jodha
mengangguk pelan. Ia lalu langsung melangkah masuk ke ruang makan. Disana ia
melihat Jalal sudah duduk dan tengah asik dengan laptopnya hingga tidak
menyadari kedatangan Jodha.
“Ehhmmm,”
dehem Jodha berusaha untuk menyadari Jalal dengan kedatangannya.
Jalal
mengangkat wajahnya dari laptop dan melihat kearah Jodha, “Oh, kau sudah
datang.”
Jodha
langsung duduk di salah satu kursi yang kosong di samping Jalal. “Ada apa kau menyuruh ku kesini?”
Jalal
menghela nafas, di tutupnya layar laptopnya lalu menolehkan
wajahnya kesamping kearah Jodha hingga jarak wajahnya dengan wajah Jodha sangat
dekat. Jodha sontak terkejut, apalagi saat itu Jalal langsung memberikan
senyuman mautnya hingga membuat jantung Jodha langsung berdetak cepat.
“Aku
lapar, buatkan sarapan untuk ku,” ucap Jalal yang membuyarkan keterkejutan
Jodha.
“APA?”
CUP!
Jalal
mengecup bibir Jodha dengan cepat, lalu berdiri. “Kalau sudah selesai langsung
antar ke kamar ku,” ucapnya sambil melangkah menuju kamarnya.
“Yaaaaaa,”
teriak Jodha hingga membuat Jalal menghentikan langkahnya dan membalikkan
tubuhnya menghadap Jodha.
“Apa kau
menyuruh ku pagi-pagi kesini hanya untuk membuatkan mu sarapan?” tanya Jodha
dengan nada kesal.
Jalal mengedipkan
matanya, “Ini salah satu syarat agar aku bisa memaafkanmu,” ucap Jalal seraya
terkekeh dan kembali melangkah menuju kamarnya.
Setelah
Jalal pergi, Jodha langsung menuju ke dapur dan mulai memasak. Awalnya ia
bingung harus memasak apa tapi akhirnya ia memutuskan untuk membuat nasi goreng
sosis. Setelah masakannya selesai Jodha langsung membawanya ke kamar Jalal.
Jodha tidak hanya membuatkan Jalal nasi goreng tapi Jodha juga tidak lupa
membuatkan Jalal segelas kopi hitam.
Saat masuk
ke kamar Jalal, Jodha melihat Jalal yang duduk di atas
ranjangnya dengan punggung menyandar ke dinding ranjang dan laptop yang dia
letakkan di atas pahanya.
“Ini
sarapan mu,” kata Jodha sembari meletakkan nampan yang berisi sepiring nasi
goreng dan segelas kopi di atas meja kecil yang ada disamping ranjang.
“Suapkan,”
pinta Jalal tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
“APA?”
Jalal
menghela nafas, “Tidak bisakah kau kecilkan volume suaramu itu, merusak gendang
telinga ku,” ujar Jalal seraya melihat kearah Jodha.
“Kau kan
bisa makan sendiri, kenapa minta disuapkan oleh ku,” kali ini Jodha berkata
dengan nada pelan.
“Kau tidak
liat aku sedang sibuk bekerja.”
“Bekerja
itu dikantor, bukan dirumah,” sahut Jodha dengan mengkerutkan bibirnya.
“Kau lihat
wajah ku,” ucap Jalal sambil menunjuk wajahnya, “Bagaimana aku bisa ke kantor
dengan kondisi wajah seperti ini, lalu apa yang akan aku katakan pada karyawan
ku saat mereka bertanya, apa aku harus bilang bahwa aku terkena KDRT dari calon
istri ku.”
Jodha
langsung tersenyum, entah kenapa kata-kata Jalal barusan terdengar sangat lucu di telinganya. Jodha lalu duduk di samping Jalal dengan posisi menghadap ke
Jalal.
Jodha
mulai menyendokkan nasi dan menyuapkannya ke Jalal, tapi,
CUP!
Jalal
kembali mengecup bibir Jodha, sebelum dia mulai menerima suapan dari Jodha.
“Yaaaa,”
teriak Jodha sambil membanting sendoknya ke piring.
Jalal
terkekeh, “Kau terlihat lebih cantik kalau sedang marah.”
Sebuah
gombalan yang langsung membuat wajah Jodha merona merah seperti apel. Jalal
langsung tersenyum dan menggeleng melihat perubahan wajah Jodha. Gadis itu
masih saja malu meski itu hanya sebuah kecupan ringan.
Setelah
selesai makan, Jalal bangkit dari ranjang menuju ke kamar mandinya. Sampai di depan kamar mandi Jalal menoleh ke belakang, “Aku mau mandi, tolong
siapkan pakaian ku,” kata Jalal lalu masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Kali ini
tidak ada lagi keluhan dari Jodha. Ia tau Jalal telah memaafkannya. Jodha langsung
membuka lemari Jalal dan mulai memilihkan pakaian yang akan dikenakan oleh
Jalal. “Sayaang, kau mau pakai baju apa?” teriak Jodha dari depan lemari.
“Yang
santai aja sayaang, aku kan juga tidak ke kantor,” jawab Jalal dari kamar
mandi.
Jodha lalu
memilihkan Jalal celana levis panjang dan kemeja kotak berlengan pendek. Tak
beberapa lama Jalal keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan hanya
handuk yang melilit di pinggangnya. Melihat itu Jodha langsung
mengalihkan pandangannya kearah lain, wajahnya kembali merona merah karna malu.
Jalal
tersenyum sambil menggeleng, “Mana baju ku sayaang,” tanya Jalal sambil
membersihkan rambutnya dengan handuk kecil.
“I,,itu,,
a,,aku letakkan diatas ranjang,” sahut Jodha dengan terbata-bata tanpa melihat
kearah Jalal.
“Kau mau
kemana?” tanya Jalal seraya memakai celananya, saat melihat Jodha yang perlahan
melangkah menuju pintu kamar.
Jodha
langsung menghentikan langkahnya, “Aku tunggu kau diluar saja,” sahutnya tanpa
melihat kearah Jalal.
Jalal
terkekeh, “ Jangan keluar dulu, bantu aku memasangkan kancing baju ku.”
“APA?”
pekik Jodha yang langsung membalikkan tubuhnya melihat kearah Jalal, tapi
sedetik kemudian dia langsung membalikkan lagi tubuhnya karna ternyata Jalal
masih bertelanjang dada.
“Cepat sini,
kau mau aku maafkan atau tidak?” ancam Jalal sambil tersenyum jahil.
Mendengar
ancaman Jalal, mau tidak mau Jodha mendekat kearah Jalal. Dengan menundukkan
wajahnya karna tidak berani melihat langsung ke wajah Jalal. Jantung Jodha
berdetak dengan cepat, apalagi dengan posisi sedekat ini Jodha dapat mencium
aroma sabun dari tubuh Jalal. Sedangkan Jalal dengan sengaja sedikit
menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Jodha yang mulai memasang satu
persatu kancing bajunya mulai dari yang paling bawah.
Hingga
akhirnya tinggal tersisa tiga kancing lagi, Jalal dengan cepat mengecup bibir
Jodha. Menuju kancing kedua, Jalal kembali mengecup bibir Jodha. Jodha akhirnya
tersenyum dengan tindakan Jalal itu, Jalal pun ikut tersenyum melihat Jodha yang
sudah tidak malu lagi dengan kecupan-kecupannya itu.
“Selesai,”
ucap Jodha saat setelah mengancing semua baju Jalal. Jodha mendongakkan
kepalanya melihat langsung kemata Jalal yang menatap dengan penuh cinta. Jalal
merangkul pinggang Jodha, merapatkan tubuh gadis itu ke tubuhnya. “I Love you,”
ucap Jalal pelan lalu perlahan mendekatkan bibirnya ke bibir Jodha. Mencium
bibir Jodha dengan lembut dan cukup lama. Jodha tidak membalas ciuman Jalal,
dia hanya menikmati cara Jalal melumat bibirnya dengan lembut.
Setelah cukup
lama akhirnya Jalal menarik bibirnya dari bibir Jodha kemudian menautkan
keningnya ke kening Jodha. “Kau masih harus banyak belajar,” ejek Jalal karna
Jodha tidak bisa membalas ciumannya.
Jodha
tersenyum kecil seraya memukul dada Jalal dengan pelan. Jalal pun ikut terkekeh
lalu meraih tubuh Jodha. Memelukanya dengan erat, “Aku merindukan mu,” ucap
Jalal sambil mengecup kepala Jodha.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini