“Aku
kesini ingin menemui Jodha, apa dia ada Tante? Dari tadi aku menghubunginya
tapi tidak angkat sama Jodha, Tante.”
Meina
terdiam sejenak. Ditatapnya Jalal dengan seksama. Meina mendesah berat, dia
akhirnya menyadari bahwa telah terjadi sesuatu antar Jalal dan Jodha. “Apakah
kalian habis bertengkar lagi?” tanya Meina sambil menggeleng.
Jalal
hanya bisa tersenyum kecut di depan calon mertuanya itu, “Hanya salah
paham Tante, makanya aku kesini ingin menyelesaikan semuanya.”
“Baiklah,
Tante antar kamu langsung ke kamarnya aja.”
Jalal
mengikuti Meina dari belakang. Ketika setelah sampai di depan kamar Jodha, Meina memberikan saran kepada Jalal, “Banyak sabar
ya nak Jalal, Jodha memang masih sedikit manja,” ucap Meina sambil memukul
pundak Jalal dengan lembut. “Ini kunci kamar Jodha, kalau-kalau dia tidak mau
bukain kamu pintunya,” ujar Meina lagi sambil memberikan kunci cadangan kamar
Jodha.
Jalal
mengangguk pelan seraya berkata “Makasih, Tante.”
Meina lalu
pergi meninggalkan Jalal. Kali ini entah kenapa tidak ada rasa ke khawatiran
sedikit pun di dalam diri Meina bahwa hubungan mereka akan
berakhir. Meina justru berpikir bahwa Jalal dan Jodha sudah sangat saling
mencintai.
Tok,,,,
Tok,,,, Tok,,,, Jalal mencoba mengedor pintu Jodha. “Sayaang, bukain dong
pintunya,” ujar Jalal dengan berusaha berkata lembut. Dia sadar kali ini dia
tidak bisa terlalu keras untuk menghadapi jodha.
Jodha di dalam kamarnya mendengar itu semua tapi dia tetap tidak ingin
membukakan pintu untuk Jalal. Apapun alasan Jalal saat ini tidak bisa ia
terima. Ia lebih memilih menutup telinga nya dengan bantal.
Jalal
mencoba mengedor untuk yang ke tiga kalinya. Tapi karna tidak di buka juga oleh
Jodha, Jalal akhirnya menggunakan kunci yang di berikan
oleh Meina tadi.
Jodha yang
menyadari pintu kamarnya dibuka dari luar dan merasakan Jalal yang mulai masuk
ke dalam kamarnya dengan cepat ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimutnya
hingga ke kepalanya..
Jalal
mulai mendekati ranjang Jodha, ia duduk di tepi ranjang tepat di samping kepala Jodha. Awalnya Jalal ingin tersenyum saat melihat
kelakuan Jodha yang menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tapi coba ia tahan
takut Jodha akan semakin marah.
Jalal
menghela nafas panjang. “Apa yang kau lihat tadi tidak seperti yang kau
pikirkan sayang, dia datang tiba-tiba dan langsung memeluk ku seperti itu, saat
tangan ku ingin mendorong pinggangnya kau keburu datang. Kalau kau tidak
percaya kau bisa melihatnya dari CCTV yang ada di dalam
ruangan ku sayang.” Jalal terdiam sejenak untuk kembali mencoba mengatur
nafasnya, “Kita sebentar lagi akan menikah, apa kau tidak bisa mempercayai
calon suami mu ini, sayang?”
Melihat
Jodha yang masih tidak mau mendengarkan penjelasannya, Jalal hanya bisa kembali
menghela nafanya. “Baiklah, aku akan pulang sekarang. Terserah kau mau percaya
atau tidak, yang jelas aku sudah menceritakan semua dengan jujur.” Kata Jalal
sambil bangkit dari duduknya lalu perlahan keluar dari kamar Jodha.
Sebelum
menutup pintu, Jalal sejenak berdiri di depan pintu melihat kearah Jodha berharap
Jodha akan menahannya pergi. Tapi harapan itu seperti hanya sebuah harapan.
Dengan berat hati Jalal menutup pintu kamar Jodha dengan pelan.
Menyadari
Jalal telah pergi dan pintu kamarnya kembali tertutup, Jodha dengan cepat
membuka selimut yang menutup wajahnya. Jodha menghirup nafas panjang, kalau
saja Jalal sedikit lama berdiam di dekatnya tadi mungkin ia akan kehabisan
nafas.
Jodha
bangun dari tidurnya, menyandarkan punggungnya ke dinding ranjang. Jodha
mencoba untuk berpikir dengan semua yang Jalal katakan tadi. “Benarkah aku
telah salah paham tadi?” tanyanya pada dirinya sendiri.
GALAU!
Itulah yang
kini yang tengah Jodha rasakan. Disatu sisi ia ingin percaya sama semua
penjelasan Jalal tapi disisi lain dia masih tetap tidak bisa terima melihat
Jalal dekat dengan wanita lain.
Jodha
meraih ponselnya, ia butuh teman curhat. Dan Moti lah orang ada di pikirannya saat ini. Dengan cepat Jodha mencari nama Moti di layar ponselnya, lalu langsung menghubunginya.
Saat
telponnya diangkat oleh Moti, Jodha langsung menceritakan semuanya kepada moti
tentang apa yang ia liat dan apa yang coba Jalal jelaskan padanya tadi.
“Kau
seharusnya tidak selalu mencari kesalahan Jalal, Jodha. Apa kau tidak ingat
saat kita makan di restoran wanita itu, wanita itu dengan
bangganya mengatakan kalau dirinya akan kembali menggoda Jalal meski dia tau
Jalal sudah di jodohkan. Seharusnya kau memberikan
pelajaran ke wanita itu dengan menunjukkan posisi mu sebagai calon istrinya
Jalal di hadapan wanita itu. Bukan justru terus-terusan kau mencari kesalahan
Jalal. Untung dia tidak langsung mengakhiri hubungan kalian,” ceramah Moti di ujung telpon.
“Kau ini
teman ku atau temannya Jalal? Kenapa kau selalu saja membelanya?” rutuk Jodha yang
tidak terima di ceramahi oleh Moti.
“Aku bukan
membela nya tapi aku mencoba untuk mengingatkan mu bahwa apa yang kau lakukan
itu salah, Jodha.”
Jodha
tidak ingin lagi berdebat dengan Moti. Dia tau Moti akan selalu menganggap
Jalal benar di matanya. Dengan cepat Jodha memutuskan
sambungan telponnya.
********
‘Datang ke
rumahku sekarang, kau akan ku maafkan’
Pesan dari
Jalal yang muncul ke inbok HP Jodha, setelah semenit sebelumnya Jodha mengirim
SMS:
‘Maafkan
aku.’
Sebuah
pesan yang singkat tapi butuh waktu semalam suntuk untuk Jodha merenungkannya
hingga akhirnya pagi ini baru ia memberanikan mengirim SMS itu.
Jodha
segera bangkit dari tidurnya dan langsung menuju kamar mandi setelah ia membaca
SMS dari Jalal. Tidak butuh waktu lama bagi Jodha untuk mandi, dia langsung
mengenakan celana jins panjang di padukan dengan kemeja panjang dan
memoleskan wajahnya dengan sedikit bedak serta bibirnya dengan lipgloss, Jodha
telah siap berangkat menuju rumah Jalal dengan mengemudi mobilnya.
25 menit
perjalanan Jodha telah sampai dirumah Jalal. Jodha langsung disambut oleh
pembantu dirumah Jalal.
“Nona,
sudah ditunggu Tuan Jalal di ruang makan,” ucap pembantu itu saat
membukakan pintu untuk Jodha.
Jodha
mengangguk pelan. Ia lalu langsung melangkah masuk ke ruang makan. Disana ia
melihat Jalal sudah duduk dan tengah asik dengan laptopnya hingga tidak
menyadari kedatangan Jodha.
“Ehhmmm,”
dehem Jodha berusaha untuk menyadari Jalal dengan kedatangannya.
Jalal
mengangkat wajahnya dari laptop dan melihat kearah Jodha, “Oh, kau sudah
datang.”
Jodha
langsung duduk di salah satu kursi yang kosong di samping Jalal. “Ada apa kau menyuruh ku kesini?”
Jalal
menghela nafas, di tutupnya layar laptopnya lalu menolehkan
wajahnya kesamping kearah Jodha hingga jarak wajahnya dengan wajah Jodha sangat
dekat. Jodha sontak terkejut, apalagi saat itu Jalal langsung memberikan
senyuman mautnya hingga membuat jantung Jodha langsung berdetak cepat.
“Aku
lapar, buatkan sarapan untuk ku,” ucap Jalal yang membuyarkan keterkejutan
Jodha.
“APA?”
CUP!
Jalal
mengecup bibir Jodha dengan cepat, lalu berdiri. “Kalau sudah selesai langsung
antar ke kamar ku,” ucapnya sambil melangkah menuju kamarnya.
“Yaaaaaa,”
teriak Jodha hingga membuat Jalal menghentikan langkahnya dan membalikkan
tubuhnya menghadap Jodha.
“Apa kau
menyuruh ku pagi-pagi kesini hanya untuk membuatkan mu sarapan?” tanya Jodha
dengan nada kesal.
Jalal mengedipkan
matanya, “Ini salah satu syarat agar aku bisa memaafkanmu,” ucap Jalal seraya
terkekeh dan kembali melangkah menuju kamarnya.
Setelah
Jalal pergi, Jodha langsung menuju ke dapur dan mulai memasak. Awalnya ia
bingung harus memasak apa tapi akhirnya ia memutuskan untuk membuat nasi goreng
sosis. Setelah masakannya selesai Jodha langsung membawanya ke kamar Jalal.
Jodha tidak hanya membuatkan Jalal nasi goreng tapi Jodha juga tidak lupa
membuatkan Jalal segelas kopi hitam.
Saat masuk
ke kamar Jalal, Jodha melihat Jalal yang duduk di atas
ranjangnya dengan punggung menyandar ke dinding ranjang dan laptop yang dia
letakkan di atas pahanya.
“Ini
sarapan mu,” kata Jodha sembari meletakkan nampan yang berisi sepiring nasi
goreng dan segelas kopi di atas meja kecil yang ada disamping ranjang.
“Suapkan,”
pinta Jalal tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
“APA?”
Jalal
menghela nafas, “Tidak bisakah kau kecilkan volume suaramu itu, merusak gendang
telinga ku,” ujar Jalal seraya melihat kearah Jodha.
“Kau kan
bisa makan sendiri, kenapa minta disuapkan oleh ku,” kali ini Jodha berkata
dengan nada pelan.
“Kau tidak
liat aku sedang sibuk bekerja.”
“Bekerja
itu dikantor, bukan dirumah,” sahut Jodha dengan mengkerutkan bibirnya.
“Kau lihat
wajah ku,” ucap Jalal sambil menunjuk wajahnya, “Bagaimana aku bisa ke kantor
dengan kondisi wajah seperti ini, lalu apa yang akan aku katakan pada karyawan
ku saat mereka bertanya, apa aku harus bilang bahwa aku terkena KDRT dari calon
istri ku.”
Jodha
langsung tersenyum, entah kenapa kata-kata Jalal barusan terdengar sangat lucu di telinganya. Jodha lalu duduk di samping Jalal dengan posisi menghadap ke
Jalal.
Jodha
mulai menyendokkan nasi dan menyuapkannya ke Jalal, tapi,
CUP!
Jalal
kembali mengecup bibir Jodha, sebelum dia mulai menerima suapan dari Jodha.
“Yaaaa,”
teriak Jodha sambil membanting sendoknya ke piring.
Jalal
terkekeh, “Kau terlihat lebih cantik kalau sedang marah.”
Sebuah
gombalan yang langsung membuat wajah Jodha merona merah seperti apel. Jalal
langsung tersenyum dan menggeleng melihat perubahan wajah Jodha. Gadis itu
masih saja malu meski itu hanya sebuah kecupan ringan.
Setelah
selesai makan, Jalal bangkit dari ranjang menuju ke kamar mandinya. Sampai di depan kamar mandi Jalal menoleh ke belakang, “Aku mau mandi, tolong
siapkan pakaian ku,” kata Jalal lalu masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Kali ini
tidak ada lagi keluhan dari Jodha. Ia tau Jalal telah memaafkannya. Jodha langsung
membuka lemari Jalal dan mulai memilihkan pakaian yang akan dikenakan oleh
Jalal. “Sayaang, kau mau pakai baju apa?” teriak Jodha dari depan lemari.
“Yang
santai aja sayaang, aku kan juga tidak ke kantor,” jawab Jalal dari kamar
mandi.
Jodha lalu
memilihkan Jalal celana levis panjang dan kemeja kotak berlengan pendek. Tak
beberapa lama Jalal keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan hanya
handuk yang melilit di pinggangnya. Melihat itu Jodha langsung
mengalihkan pandangannya kearah lain, wajahnya kembali merona merah karna malu.
Jalal
tersenyum sambil menggeleng, “Mana baju ku sayaang,” tanya Jalal sambil
membersihkan rambutnya dengan handuk kecil.
“I,,itu,,
a,,aku letakkan diatas ranjang,” sahut Jodha dengan terbata-bata tanpa melihat
kearah Jalal.
“Kau mau
kemana?” tanya Jalal seraya memakai celananya, saat melihat Jodha yang perlahan
melangkah menuju pintu kamar.
Jodha
langsung menghentikan langkahnya, “Aku tunggu kau diluar saja,” sahutnya tanpa
melihat kearah Jalal.
Jalal
terkekeh, “ Jangan keluar dulu, bantu aku memasangkan kancing baju ku.”
“APA?”
pekik Jodha yang langsung membalikkan tubuhnya melihat kearah Jalal, tapi
sedetik kemudian dia langsung membalikkan lagi tubuhnya karna ternyata Jalal
masih bertelanjang dada.
“Cepat sini,
kau mau aku maafkan atau tidak?” ancam Jalal sambil tersenyum jahil.
Mendengar
ancaman Jalal, mau tidak mau Jodha mendekat kearah Jalal. Dengan menundukkan
wajahnya karna tidak berani melihat langsung ke wajah Jalal. Jantung Jodha
berdetak dengan cepat, apalagi dengan posisi sedekat ini Jodha dapat mencium
aroma sabun dari tubuh Jalal. Sedangkan Jalal dengan sengaja sedikit
menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Jodha yang mulai memasang satu
persatu kancing bajunya mulai dari yang paling bawah.
Hingga
akhirnya tinggal tersisa tiga kancing lagi, Jalal dengan cepat mengecup bibir
Jodha. Menuju kancing kedua, Jalal kembali mengecup bibir Jodha. Jodha akhirnya
tersenyum dengan tindakan Jalal itu, Jalal pun ikut tersenyum melihat Jodha yang
sudah tidak malu lagi dengan kecupan-kecupannya itu.
“Selesai,”
ucap Jodha saat setelah mengancing semua baju Jalal. Jodha mendongakkan
kepalanya melihat langsung kemata Jalal yang menatap dengan penuh cinta. Jalal
merangkul pinggang Jodha, merapatkan tubuh gadis itu ke tubuhnya. “I Love you,”
ucap Jalal pelan lalu perlahan mendekatkan bibirnya ke bibir Jodha. Mencium
bibir Jodha dengan lembut dan cukup lama. Jodha tidak membalas ciuman Jalal,
dia hanya menikmati cara Jalal melumat bibirnya dengan lembut.
Setelah cukup
lama akhirnya Jalal menarik bibirnya dari bibir Jodha kemudian menautkan
keningnya ke kening Jodha. “Kau masih harus banyak belajar,” ejek Jalal karna
Jodha tidak bisa membalas ciumannya.
Jodha
tersenyum kecil seraya memukul dada Jalal dengan pelan. Jalal pun ikut terkekeh
lalu meraih tubuh Jodha. Memelukanya dengan erat, “Aku merindukan mu,” ucap
Jalal sambil mengecup kepala Jodha.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini