Written by Samanika
Translate by Chusnianti
Malam itu Jodha sedang dalam perjalanan
menuju kerumahnya dengan naik taksi. Dia masih merasa bahagia. Dia terus
senyam-senyum bahkan tanpa memperdulikan supir taksi yang menatapnya bingung.
Cara Jalal membaca dan memahami kata-kata yang tak terucapkan melalui matanya
sangat menyentuhnya.
Tak lama kemudian Jodha sampai di kompleks
apartemennya dan tak lupa membayar sopir taksi. Dia menunju lobi dan menunggu
lift terbuka sambil memikirkan tentang Jalal. Dia sampai di rumahnya dan
membunyikan bel pintu. Mainavati membukakan pintunya dan menyambut Jodha dengan
bahagia, tapi Jodha masih berada dalam dunianya sendiri sehingga dia
mengabaikan Mainavati dan langsung menuju ke kamarnya. Mainavati bingung dengan
perilaku putrinya tersebut.
Dengan cepat Jodha mengganti pakaiannya dan
menuju ke meja makan dengan masih dalam dunia mimpinya. Namun, Mainavit segera
membuyarkan lamunannya. “Kha hua, Jodha? Kemana pikiranmu? Aku bahkan
mengatakan hai padamu tetapi kau langsung pergi tanpa melihatku. Apakah
semuanya baik-baik saja.” Jodha merasa malu, “Um... Oh... Tidak ada Ma, aku
hanya memikirkan pekerjaan.”
Mainavati: “Pekerjaan? Lalu kenapa kau
tersenyum?” Jodha terkejut, “Um.. ya. Aku benar-benar menikmati pekerjaan saat
ini!”
Mainavati: “Chalo, setidaknya kamu merasa bahagia
sekarang. Aku senang kau suka bekerja di kantor ini sekarang.”
Jodha: “Haan!”
Kemudian Mainavati menyajikan makan
malamnya. Jodha merasa lega karena Ibunya tidak curiga, tapi pada saat yang
sama dia juga merasa bersalah. Dia tahu bahwa orang tuanya tidak akan senang
jika meraka tahu bahwa dia bermesraan bersama Jalal. Meraka tiak mungkin
menerima hubungan antara mereka. Kebahagiaan Jodha sirna dan berubah menjadi
rasa bersalah dan bingung memikirkan tentang hal ini.
Dengan cepat Jodha menyelesaikan makan
malamnya dan pergi ke kamarnya. Dia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya
dengan membaca buku tetapi itu tidak membantu juga. Dia mulai memikirkan semua
dampak yang akan terjadi atas apa yang mereka lakukan hari ini. “Oh tidak! Apa
yang telah kulakukan! Tidak diragukan lagi aku ingin Dia menciumku! Tapi aku
bodoh meminta itu lagi! Aku mendorongnya lebih lanjut! I tidak bisa melakukan
ini lagi! Aku harus mengatakan bahwa kita harus berhenti! Itu adalah suatu
kesalahan. Aku sampai terbawa jauh! Jika Mama dan Papa mengetahui hal ini maka
aku pasti mati! Mereka tidak akan pernah menerima hal itu! Aku tahu bahwa aku
mengagumi dia, tapi aku hanya akan membatasinya! Aku akan memberitahunya besok
pagi.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Disisi lain, Jalal merasa melayang. Bahkan
dia tidak tahu apakah Jodha memiliki perasaan padanya, tetapi mereka juga
berbagi suasana yang indah bersama-sama di kabinnya. Dia tidak mampu menahan
kegembiraannya dan tidak sabar untuk bertemu dengannya besok.
Keduanya tidak dapat tidur malam itu. Jodha
tegang memikirkan bagaimana dia akan bereaksi jika dia memberitahunya
rencananya saat ini. Pada titik tertentu, dia tidak tahu apa yang dia inginkan,
Dia tidak pernah merasa sebingung ini. Ia dikagumi banyak orang di masa lalu
tetapi tidak ada yang membuatnya tergila-gila. Dia ingin bahagia tetapi tegang
karena kenyataan bahwa orang tuanya tidak akan menerimanya. Dia berharap bahwa
semuanya akan baik-baik saja. Dia tidak bisa membuat keluarganya sedih karena
tindakannya bersama bosnya.
Di sisi lain, Jalal terus memikirkan Jodha.
Kejadian yang baru saja terjadi diantara mereka, dia tidak ingin berbuat bodoh
dan mengacaukan segalanya. Setelah banyak berpikir dan merenungkan, ia
memutuskan ia akan bertanya pada Salima besok. Ia kemudian mencoba untuk tidur,
berdoa kepada Allah dan berterima kasih kepadanya untuk hadiah yang indah.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Keesokan harinya tiba cukup cepat. Jodha
membuka matanya, dia merasa grogi. Dia hampir tidak tidur semalam. Dia teringat
bahwa dia baru bisa tidur pukul 3 pagi. Dengan cepat dia bangun dan beranjak ke
kamar mandi, dan melanjutkan untuk berdandan. Dia mengenakan salwar kameez
berwarna merah, dengan gelang berkilauan berwarna merah dan anting-anting hoop
emas. Dia membiarkan rambutnya terurai, make up minimalis. Dan setelah selesai
dia menuju meja makan.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jalal bangun dan mematikan alarmnya. Dia
mengangkat telepon dan membuat panggilan pada Salima.
Jalal: “Halo Salima, Selamat pagi.”
Salima: “Selamat pagi, Pak. Bataiye,
tentang pekerjaan apa?”
Jalal: “Salima, aku ingin memberikan Jodha
kejutan. Apa yang bisa aku lakukan?”
Salima: “Pak, masih terlalu dini untuk
memberikan hadiah.”
Jalal: “Aku tahu, tapi aku ingin memberikan
senyuman di wajahnya. Jadi, berilah aku saran!”
Salima tahu bahwa akan sulit untuk
meyakinkan Jalal, karena ia sangat keras kepala. Jika ia ingin melakukan
sesuatu, ia akan melakukan itu, bagaimanapun caranya. Setelah berpikir beberapa
saat, ia akhirnya mengatakan kepadanya apa yang bisa dilakukannya.
Salima: “Pak, seorang gadis suka bunga!
Bunga akan langsung membawa senyuman diwajahnya.”
Jalal: “Oh ya! Ide bagus! Tapi bunga apa
bisa aku berikan padanya?”
Salima: “Hmm... Berikan dia mawar, tetapi
yang tidak merah! Warna lain akan baik-baik! Atau jika Anda ingin, Anda dapat
memberikan bunga lain yang berwarna merah!”
Jalal: “Bagaimana saya memberikan bunga
berwarna merah muda? Apakah itu akan baik-baik saja?”
Salima: “Oh ya! Bunga-bunga merah muda juga
cukup baik!”
Jalal: “Terima kasih banyak Salima! Aku
benar-benar berhutang banyak padamu.”
Salima: “Tidak masalah Pak Preside. Anggap
saja ini sebagai ucapan terima kasih saya karena anda telah memberikan saya
pekerjaan dan membantu saya saat saat membutuhkannya.”
Jalal: “Salima, itu tugas saya untuk
membantumu keluar dari masalah! Dan aku senang diberikan karyawan yang
berdedikasi dan menakjubkan sepertimu, Ruqaiyya dan tentu saja Jodha.”
Salima: “Thank you very much, Sir.”
Jalal: “You’re welcome. Sampai jumpa di
kantor.”
Salima: “Ya Pak. Sampai jumpa di kantor.”
Jalal menutup telponnya dan segera
bersiap-siap. Setelah itu dia bergegas ke meja makan dan pergi ke kantor dengan
sopirnya. Dia memberitahu sopir untuk membawanya ke toko bunga. Sopir
membawanya ke toko bunga terbaik di kota. Jalal turun di sebuah Toko Florist
yang memiliki berbagai jenis bunga dari seluruh dunia dan sangat terkenal.
Jalal berjalan ke dalam toko dan mulai melihat-lihat bunga yang bisa ia beli
untuk Jodha. Setelah memandang setiap jenis bunga di sana, ia akhirnya memilih
bunga Gerber Aster berwarna merah muda. Dia mengatakan kepada petugas untuk
membungkus itu di lembaran plastik sementara ia pergi ke kasir untuk membayar
bunga tersebut. Ia kemudian memegang bunga-bunga itu dan duduk di mobilnya,
meminta supir untuk membawanya ke kantor. Ia tidak sabar untuk memberikan
bunga-bunga ini pada Jodha dan melihat senyum di wajahnya.
Jalal segera sampai di kantornya dengan
membawa hadiah dibelakangnya. Dia tidak ingin orang-orang kantor tahu tentang
bunga itu dan bertanya padanya, sehingga dengan cepat dia berlari menuju
kabinnya. Untungnya, dia datang cukup awal dan kantor baru saja terisi beberapa
orang saat itu. Dia membuka pintu dna masuk. Dia duduk di kursi sambil menunggu
Jodha tiba.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha sampai di kantor dan menuju ke area
resepsionis. Wajahnya begitu tegang memikirkan bagaimana caranya memberitahu
Jalal yang sebenarnya. Dia disambut Ruqaiyya dan berbincang-bincang sebentar.
Kemudian Jodha menuju kabin Jalal untuk
menyerahkan laporan harian dan memutuskan untuk mengatakan apapun yang ada
didalam pikirannya. Dia mengetuk pintu dan masuk. Jalal berdiri dan menatapnya
dengan bahagia. Jodha lupa dengan ketegangan dan dilema yang dialaminya. Dia
tersenyum dan berjalan kearahnya. Jalal menatapnya dengan takjub. Jodha selalu
terlihat cantik, begitu juga hari ini. wajahnya bersinar, dan dia tampak jauh
lebih cantik daripada sebelumnya. Jodha memandangnya dan tersipu. Jalal
benar-benar tampak begitu tampan dalam setelannya. Gel rambut membuatnya tampak
benar-benar rapi dan dia juga memiliki pilihan jam tangan yang sangat bagus.
Dia memakai jam tangan Rolex edisi terbatas di pergelangan tangannya hari ini.
Jodha: “Selamat pagi, Pak Presiden.”
Jalal: “Selamat pagi, Jodha. Bagaimana
kabarmu hari ini?”
Jodha (tersenyum): “Saya merasa jauh lebih
baik. Terima kasih atas pertanyaan anda.”
Jalal: “Oh.. tidak perlu berterima kasih
Jodha. Ini hanyalah kekhawatiranku pada karyawan.”
Jodha memalingkan wajahnya, “Um... Pak
Presiden, saya ingin membicarakan sesuatu yang penting.”
Jalal: “Baiklah, tapi sebelumnya, aku ingin
memberikan sesuatu untukmu. Tutuplah matamu.”
Jodha menutup matanya dan bertanya-tanya
apa yang akan diberika Jalal padanya. Dengan cepat Jalal mengambil seikat bunga
yang ada dilacinya dan kemudian berdiri disamping Jodha yang sedang duduk. Ia
sedikit membungkuk dan berbisik di telinganya dengan lembut, “Oke,,, sekarang
bukalah matamu perlahan-lahan.”
Jodha mendengarkan bisikannya dan
perlahan-lahan membuka matanya. Awalnya ia memandanga wajah Jalal, kemudian dia
menatap tangan Jalal. Matanya langsung berbinar saat melihat bunga-bunga indah
ditangan Jalal. Dia berdiri menghadap Jalal dan tersenyum, “Apakah ini
benar-benar untuk saya?” , “Ya, tentu saja.”
Jodha kemudian mengambil rangkaian bunga
itu dari tangannya. Dia sangat mencintai bunga dan wajahnya menyerupai
anak-anak. Jalal merasa sangat bahagia dan senang bahwa dia bisa membuatnya
tersenyum.
Jalal: “Apakah kau menyukainya?”
Jodha: “Suka? Saya sangat mencintai mereka.
Terima kasih banyak, Pak Presiden. Bunga-bunga ini benar-benar indah. Terutama
warnanya sangat cantik.”
Jalal: “Aku sangat senang kau mencintai
mereka, Jodha! Melihatmu tersenyum membuatku merasa bahagia! By the way, apa
yang ingin kau utarakan padaku?”
Tiba-tiba Jodha teringat tentang apa yang
ingin dia katakan kepadanya. Namun, dia sadar, jika dia mengatakanya sekarang,
itu akan membuatnya terluka. Dia tidak ingin membuatnya marah. Jadi, dia
memutuskan untuk tidak mengatakannya saat itu. “Um.... Saya akan mengatakan itu
kepada anda nanti. Sekarang, lebih baik saya kembali ke meja saya. Sekali
terima kasih untuk bunganya.”
Jodha memberikan senyuman termanisnya dan
berbalik untuk pergi, namun tiba-tiba Jalal memanggilnya, “Jodha!” Jodha
berbalik dan memandangnya dengan ekspresi rasa ingin tahu, sementara Jalal
tersenyum, “Kamu benar-benar cantik hari ini.” Wajah Jodha mulai memerah
mendengar pujiannya. Dia memalingkan wajahnya, tak mampu untuk menatap mata
Jalal. Pujiannya selalu memiliki efek pada dirinya seperti itu dan dia tidak
bisa berhenti tersenyum. “Terima kasih Pak Presiden.”
Jodha segera meninggalkan kabin dengan
jantungnya yang berdebar sangat cepat. Dia mencengkeram seikat bunga ke
dadanya. Ketika sampai di mejanya, dia meletakkan bunganya di atas meja.
Memikirkan pujian Jalal membuat wajahnya kembali memerah, “Apakah yang
dikatakannya benar? Aku benar-benar cantik? Dia begitu baik padaku. Kata-kata
kasarku akan sanagt menyakitinya. Tetapi aku perlu mengatakannya padanya. Aku
harus mengatakannya padanya hari ini juga, apapun yang terjadi!”
Apakah Jodha akan mengatakan yang
sebenarnya??? Bagaimana cara Jodha mengungkapkan apa yang ada di dalam
pikirannya??? Tunggu kelanjutannya di Part 2....