Written by Samanika
Translate by ChusNiAnTi
Note: Tulisan warna biru adalah ucapan dalam hati pemain.
Jodha sampai dimejanya, ia tersenyum luas. Gerakan Jalal membuatnya terkejut, tetapu dia merasa benar-benar bahagia. Dia masih merasa kupu-kupu berterbangan di perutnya dan jantungnya berdebar cepat. Dia berusahan untuk menangkan dirinya dan duduk. Dia melihat tangannya yang telah dicium oleh Jalal. Wajah Jodha memerah dan tersenyum, “Presdir... mencium tanganku... rasanya begitu indah... bibirnya begitu lembut. Aku harap dia bisa melakukannya lagi.” Ia mencengkeram tangannya ke dadanya. Dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar jelas diwajahnya. Kemudian ia tersentak karena teringat banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan hari ini.
*MALAM TELAH TIBA*
Jodha menuju kamarnya untuk tidur. Dia berbaring dan hanya menyalakan lampu tidur. Dia memikirkan tentang apa yang terjadi setelah presentasi. Bagaimana Jalal mencium tangannya dan hal itu telah membuatnya bahagia sepanjang hari. Salima dan Ruqaiyya telah memperhatikan bahwa ada sesuatu yang berbeda tentang dirinya dan telah menanyai dia tanpa henti selama istirahat makan siang mereka, tapi dia tidak memberitahu mereka yang sebenarnya, supaya mereka mulai menggoda dia dan Jalal. Jodha berperang dengan pikirannya sendiri, di satu sisi dia merasa bahagia, namun disisi lain dia tidak tahu harus merasa senang atau tidak dengan apa yang terjadi. “Aku menyukai sikapnya hari ini. Hatiku ingin memandangnya sebagai seseorang yang lebih dari sekedar bos. Sementara pikiranku mengatakan bahwa aku harus berhenti disana. Tapi kurasa, pikiranku berada di jalan yang tepat. Hubungan ini tidak mungkin terjadi. Kami memiliki agama yang berbeda, budaya dan bahkan keluargaku tidak sekaya dirinya. Aku tahu ini, tetapi mengapa hatiku tidak siap untuk memahami hal ini?”
Jodha merasa bingung dan tertekan. Dia tidak tahu untuk menghilangkan kegelisahannya dan pada akhirnya memutuskan untuk menelepon Jalal.
Jalal: “Halo, Jodha?”
Jodha: “Um... Maaf untuk menelepon Anda malam-malam, tetapi saya ingin menanyakan sesuatu, Pak Presiden.”
Jalal: “Um ya, tentu. Apa yang ingin kau tanyakan?”
Jodha: “Um... Uhhh... Presdir, Apakah Anda suka presentasi hari ini?”
Jalal: “ya, tentu saja Jodha! Apakah kau menelponku untuk menanyakan hal ini?”
Jodha: “Um... tidak. Apa yang ingin saya tanyakan adalah... Mengapa Anda mencium tangan saya hari ini?”
Jalal: “Oh, jadi kau mebelpon karena ingin menanyakan hal itu?”
Jodha: “ya!
Jalal: “Nah, itu caraku menunjukkan penghargaan kepadamu. Aku berharap hal ini tidak menyinggung perasaanmu.”
Jodha: “Tidak.... tidak! Tentu tidak! Anyway, Pak Presiden, sudah malam dan saya harus tidur... Sampai jumpa besok, Pak Presiden.”
Jodha kemudian dengan cepat menutup telepon. Dia menatap telepon dan mendesah. “Dia mengatakan bahwa itu adalah cara menampilkan apresiasi tetapi kemudian mengapa aku merasa sangat kecewa? Apakah aku berharap dia mengatakan sesuatu yang lain atau aku hanya terlalu lelah?” Kemudian Jodha terlelap.
Sementara itu, Jalal merasa senang dengan percakapannya dengan Jodha. Dia tidak bisa menahan senyumnya karena kepolosan Jodha. “Dia sangat lucu. Dia begitu canggung saat berbicara. Aku mencium tangannya untuk memberitahukan bahwa aku tertarik padanya. Penghargaan hanyalah alasan saja. Oh... aku tidak sabar untuk melihatnya besok. Aku bertanya-tanya, bagaimana aku akan tidur malam ini?” Kemudian Jalal pergi tidur, ia merasa sangat bahagia dan berharap dia segera melihat Jodha keesokan harinya.
*SATU BULAN KEMUDIAN*
Jalal datang ke kantor pagi itu, ia merasa lelah. Satu bulan telah berlalu dan ia selalu mendapatkan mimpi yang sama setiap malam, yaitu mengakui perasaannya bahwa dia mencintai Jodha. Tak ada satu hari pun berlalu tanpa memikirkan Jodha. Bahkan selama rapat dan beberapa acara, dia hanya memikirkan Jodha. Jika dia tidak memikirkannya, dia akan menghubungkan sesuatu padanya sehingga dia bisa memikirkannya. Dia belum pernah mampu menempatkan dirinya dan pikirannya 100% pada pekerjaannya. Tidak ada yang memiliki pengaruh begitu besar padanya, selain Jodha. Dia selalu memikirkannya, tetapi dia masih tidak siap untuk menerima perasaannya yang sebenarnya, karena dia tidak pernah percaya bahwa cinta itu ada dan barang siapa yang mencintainya maka dia akan pergi meninggalkannya. Setelah dia kehilangan dua orang yang paling dicintainya, dia takut untuk mencintai siapun, ia khawatir akan kehilangan mereka. Mimpi tentang Jodha dan pengakuan cintanya yang tak ada habisnya membuatnya gelisah dan cemas. Dia bahkan berpikir untuk mengunjungi psikiater, tapi ia hampir tidak mendapatkan waktu. Semua ini telah memberikannya ketegangan mental dan ia tidak bisa tidur dengan baik sejak bulan lalu. Matanya tampak murung dan dia tampak seperti sangat membutuhkan liburan. Dia senang karena tidak ada yang melihat kondisinya; Namun Ammijaan telah bertanya padanya beberapa kali pertanyaan yang sama setiap pagi, seperti pagi ini.
*Flashback*
Jalal tiba di meja makan dengan wajah yang tampak khawatir. Ibunya merasa iba memandangnya. Beberapa hari telah berlalu dan dia tidak terlihat baik. Dia mencoba menanyakan kepada Jalal tetapi setiap dia bertanya, Jalal selalu berasalan karena pekerjaan. Jalal duduk di kursi dan mulai makan. Ibunya sudah bersikeras untuk bertanya lagi, “Jalal, apakah ada yang salah?” , “Um... tidak ada Ammijaan. Hanya stress karena pekerjaan.” Ibunya sedikit marah, “Bekerja! Itu terus yang kau katakan padaku! Aku tidak percaya bahwa semua itu karena pekerjaan. Sudah pasti ada sesuatu yang lain yang tidak ku ketahui. Jalal, kau sudah seperti ini sejak sebulan lalu.” Jalal mencoba menenangkan ibunya, “Ammijaan, aku bersumpah bahwa itu hanya beberapa masalah pekerjaan yang membuatku gelisah. Kau jangan khawatir.” , “Baiklah...” Jalal merasa lega karena bisa meyakinkan ibunya. Namun, ibunya masih tidak percaya sepenuhnya. Matan tidak akan mampu berbohong. Dia memutuskan untuk berbicara lagi dengan Jalal setelah Jalal pulang kerja. Jalal segera menyelesaikan sarapannya dan kemudian pergi bekerja.
*Flashback End*
Jalal memasuki kabinnya dan membuat panggilan penting ke Amerika. Dia kemudian menyelesaikan beberapa laporan penting. Salima datang dan menyapanya. “Selamat pagi, Pak.” , “Selamat pagi, Salima. Apakah aku memiliki pertemuan penting hari ini?” , “Tunggu sebentar pak, saya akan memeriksanya.”
Salima pergi ke mejanya dan memeriksa catatannya. Ia kemudian kembali ke meja Jalal. Jalal kembali larut dalam pikirannya tentang Jodha. Salima berseru berkali-kali tetapi dia tidak mendengarnya. Akhirnya, Salima berteriak. “PAK JALAL!” Teriakan salima membuat Jalal tersentak dan berhasil membuyarkan lamuannya. “Ya... ya Salima?”
Salima: “Pak, Anda memiliki sebuah pertemuan yang dijadwalkan pukul 2 pm dengan ketua konstruksi Lillian.”
Jalal: “Oke, apa ada lagi?”
Salima: “Tidak, Pak.”
Jalal: “Oke, kamu boleh kembali melanjutkan pekerjaanmu, beritahu aku jika ada sesuatu yang penting lagi.”
Salima mengangguk dan menuju ke mejanya. Dia telah mengamati Jalal selama sebulan terakhir dan perilakunya benar-benar aneh. Dia sering melamun dan mengabaikan pekerjaannya. Dia selalu menanyakan tentang beberapa pertemuan penting dan kemudian Jalal melupakannya hingg akahirnya Salima yang mengingatkannya lagi dan berakhir dengan Jalal yang terburu-buru meninggalkan kantor. Itu bukanlah hal yang biasa, akrena Jalal tidak pernak melupakan hal sekecil apapun. Perubahan Jalal membuat Salima bingung dan khawatir. Hal lain yang ia lihat, matanya akan langsung berbinar ketika Jodha masuk ke kabinnya. Itu dimulai saat konspirasi Adham dan Benazir terbongkar, Jalal yang memukul Adham karena melecehkan Jodha. Jalal tampak gelisah setiap kali Jodha tidak ada di dekatnya. Jadi, Salima mulai menyimpulkan bahwa Jalal memiliki perasaan terhadap Jodha. Dia tidak berani bertanya langsung kepada Jalal karena dia hanya sekertarisnya. Salima sudah pernah menceritakan pada Rukaiya yang sebenarnya dan mereka memutuskan untuk tidak memberitahu Jodha tentang hal ini.
Tiba-tiba, ada ketukan di kabin. Senyuman menghiasi wajah Jalal, dia melihat jam tangannya. Jodha biasanya datang tepat waktu setiap hari. Dia menyuruh orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk. Jalal tersenyum, namun senyumnya langsung menghilang saat dilihatnya Rukaiya yang ada dihadapannya.
Ruqaiyya: “Pak, Inspektur Polisi ingin bertemu dengan Anda. Ini mengenai Adham dan Benazir.”
Jalal: “Oke, persilahkan mereka masuk ke kabinku. Um... ngomong-omng, apakah Jodha belum datang?”
Ruqaiyya: “Belum Pak, mungkin dia akan datang sebentar lagi.”
Jalal: “Oke.”
Kemudian Ruqaiyya meninggalkan kabin dan menuju ke mejanya. Dia mengantar inspektur ke kabin Jalal. Inspektur dan Jalal berbicara selama beberapa waktu, Inspektur mengatakan kepadanya bahwa formulir akan diajukan dalam sehari dan proses pengadilan akan dimulai setelah itu. Namun, Jalal hanya mendengarkan setengah hati dan dengan putus asa menunggu Jodha tiba.
Setengah jam telah berlalu setelah kepergian Inspektur, namun tidak ada tannda-tanda kedatangan Jodha. “Apa yang menyebabkan dia begitu lama? Biasanya dia selalu tepat waktu. Apa yang terjadi hari ini? Aku harap dia segera tiba.”
Dua jam berlalu, tapi Jodha masih tidak datang. Jalal benar-benar merasa khawatir. Ia tidak bisa konstrentrasi bekerja, dia terus mencemaskan Jodha. Dia sangat gelisah dan gelisah. “Mengapa dia belum datang? Apakah terjadi sesuatu di jalam? Aku harap dia baik-baik saja.”
Jalal meletakkan tangannya di atas kepalanya karena khawatir. Salima khawatir melihat kondisi Jalal dan ia segera bangun untuk berbicara dengannya. “Pak, apakah anda baik-baik saja.” Jalal terkejut, “Um.... tidak Salima. Mengapa kamu bertanya?”
Salima: “Karena anda dari tadi terlihat sangat tegang.”
Jalal: “Tidak Salima, aku baik-baik. Kamu jangan khawatir. Batalkan pertemuanku hari ini.”
Salima: “Tapi kenapa, Pak?”
Jalal: “Aku hanya tidak mood hari ini. Katakan padanya untuk datang lain hari.”
Salima kemudian pergi ke mejanya dan membuat panggilan ke kantor Chairman, meminta mereka untuk menjadwal ulang pertemuan karena Jalal mendapat beberapa pekerjaan yang mendesak untuk menghadiri. Mereka setuju dan mengatur waktu lain untuk pertemuan. Salima menghela napas lega tetapi dia tahu bahwa Jalal tidak mood karena dia belum melihat Jodha. Ia sendiri khawatir dengan keberadaan Jodha dan berdoa bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Waktu terus berlalu dan tak terasa sore telah tiba. Jodha masih belum datang dan Jalal hampir mati karena khawatir. Dia mulai berpikir hal-hal yang buruk dan merasa bahwa sesuatu telah terjadi pada Jodha. Dia memutuskan untuk segera menghubunginya saat itu juga. Dia tidak menelpon sebelumnya karena dia berpikir Jodha akan segera tiba. Tapi semuanya tampak suram pada saat itu. Dia dengan cepat menghubunginya tapi sayangnya nomer Jodha tidak aktif. Jalal mulai berperasaan bahwa sesuatu yang buruk benar-benar terjadi apdanya. Sebelumnya dia berharap semuanya baik-baik saja, tetapi mengetahui bahwa telepon dimatikan, dia mulai khawatir kepadanya. Ia memutuskan pada saat itu juga meninggalkan kantor dan mencarinya. Sebelum dia beranjak, terdengar ketukan pintu dan Ruqaiyya masuk dengan membawa sebuah file. “Ya Ruqaiyya, katakan padaku.” , “Pak, ini file yang Pak Bharmal berikan pada saya sebelum beliau pergi ke kantor Andheri beberapa waktu lalu.” Kemudian Ruqaiyya menyerahkan file tersebut kepada Jalal. Jalal membukanya dan mulai membaca isinya. “Tetapi mengapa dia yang memberikannya kepadamu?” , “Sebenarnya, beliau sedang terburu-buru, jadi beliau memberikannya kepada Saya dan mengatakan bahwa Jodha harus memberikan file ini kepada anda hari ini tetapi dia tidak bisa karena dia mengalami demam tinggi sejak tadi malam.” Jalal membeku mendengar kalimat terakhirnya. Dia tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya dan tubunya membeku. Ruqaiyya memanggilnya berkali-kali tapi tidak ada respon dari Jalal. Jalal segera bangkit dari duduknya dan berlari keluar dari kabinnya tanpa mengatakan apapun pada Ruqaiyya dan Salima, mereka terus bertanya-tanya apa yang terjadi kepadanya tiba-tiba.
Ketika Jalal berjalan ke arah pintu keluar, orang-orang menyapanya namun ia bahkan tidak merespon mereka. Ia hanya bisa melihat satu hal, Jodha yang terbaring lemah di tempat tidur. Dia tidak tahan memikirkan sesuatu yang buruk terjadi padanya, apalagi demam tinggi. Dia dengan cepat meninggalkan kantor dengan ekspresi tegang di wajahnya, yang membuat orang-orang bertanya-tanya apa yang salah.
Jalal menuju ke tempat parkir, dia mengeluarkan mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggu. Dia ingin segera melihat Jodha. Ada kecemasan yang aneh dalam pikirannya berkaitan dengan kondisinya. Ia memasuki jalan utama tetapi lalu lintas begitu padat. Namun Jalal tidak ingin membuang waktu. Ia mulai membunyikan klakson dengn marah, meskipun ia tahu bahwa itu tidak ada gunanya. Ia akhirnya menyerah setelah beberapa saat, berteriak-teriak keras dan memukul-mukulkan tangannya dengan keras pada kemudi. Dia kemudian meletakkan kepalanya pada kemudi dan berteriak, “JODHAAAA!!!!!!” ......TBC-->Part 2