Written by Samanika
Translate by ChusNiAnTi
Note: Tulisan warna biru adalah ucapan dalam hati pemain.
Disisi lain, Jalal telah selesai makan malam dan memasuki kamarnya untuk tidur. Ia mengganti bajunya dengan pakaian malam dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kejadian tadi siang terus berputar dibenaknya. Ia merasa benar-benar siang dan tersenyum lebar. Jodha tampak begitu indah dan jantung Jalal berdetak cepat. Bahkan sekarang, ketika ia memikirkannya, jantungya berdetak cepat mengalahkan kereta ekspres. Dia meletakkan tangannya di dadanya, “Jodha, setiap kali aku memikirkanmu dan senyummu, detak jantungku mulai meningkat. Aku tidak pernah merasa gelisah seperti ini sebelumnya. Baru beberapa jam yang lalu aku mengantarkanmu pulang, tapi sekarang aku sudah sangat merindukanmu. Malam ini tampaknya terlalu panjang. Aku tidak sabar untuk melihatmu dan senyummu besok.” Kemudian Jalal memutuskan untuk tidur dengan harapan untuk melihat Jodha besok. Wajahnya tersenyum puas, tetapi hanya dia yang tahu kecemasan apa yang mengganggu pikirannya. Dia berharap untuk bisa tidur nyenyak, namun sebaliknya dia terus melihatnya di dalam mimpinya.
Jalal duduk di kabin nya dan menunggu kedatangan Jodha dengan sabar. Dia terus melihat jam dengan gelisah. Akhirnya terdengar ketukan pintu dan Jodha masuk. Ia mengenakan saree merah yang pernah dipakainya beberapa minggu yang lalu. Wajahnya tampak cerah dan indah. Dia menuju meja Jalal. Jalal terus memandangnya. Jodha duduk di kursi didepan Jalal dan berbicara tentang pekerjaan yang telah dia selesaikan dan Jalal terus menatapnya dengan penuh cinta. Ia menatap wajah cantiknya. Matanya yang sangat ekspresif, hidungnya lucu dan sedikit bulat, bibirnya yang berbentuk busur dan sangat kissable. Setelah beberapa saat, Jodha memergoki Jalal yang sedang menatapnya, “Apa yang terjadi, Bapak Presiden?”
Jalal bangkit dari kursinya dan pergi duduk di kursi di samping Jodha. Dia terus-menerus menatap ke dalam mata cokelatnya dengan cinta. Jodha pun membalas tatapannya. Jalal memegang tangannya yang halus dan berbicara dengan nada yang lembut, “Kau tahu Jodha, kau adalah wanita yang paling cantik di dunia ini. Kau tampak luar biasa dengan pakaian apapun yang kau pakai.” Jodha merasa malu, “Oh terima kasih, Pak Presiden. Saya senang Anda berpikir begitu! Tapi harus saya akui bahwa Anda juga tidak jauh dari tampan!” Jalal semakin bersemangat dan masih memegang tangannya, “Oh Jodha... Aku senang kau berpikir begitu. Kau tahu, sejak aku melihatmu, semuanya berubah. Awalnya aku membencimu, tapi aku masih ingin membuatmu menjadi milikku. Aku ingin mendapatkanmu dan menunjukkan padamu apa yang akan terjadi jika kau menghina Jalaluddin Mohammed. Tapi waktu telah mengubah segalanya. Aku menemukan sisi lainmu. Sisi yang membuatmu lunak dan membuatku menyesali apa yang telah ku lakukan padamu. Kecantikan batinmu membuatku tertarik. Dan akau tidak tahu bagaimana aku harus mengatakan ini, tetapi....” Jalal memalingkan wajahnya dan tersenyum, “Aku pikir aku jatuh cinta pdamu!”
Mendengar kalimat terakhirnya, Jodha hanya tersenyum padanya. Jalal telah menundukkan kepalanya dan memandang ke bawah. Jodha mengatakan kepadanya untuk memandang dirinya. Jalal perlahan mendongakkan kepalanya ke bibirnya dan kemudian ke matanya. Jodha tersenyum luas, “Anda tahu Pak Presiden, Saya juga membenci Anda karena apa yang terjadi di pesta itu. Dan saya enggan untuk bekerja kepada Anda setelah anda memberi saya pekerjaan ini, dan saya telah mempersiapkan diri untuk kemungkinan yang terburuk. Tapi seiring waktu berlalu, saya melihat kebaikan anda dan kebesaran hati anda, yang membuat saya terkesan. Dan ketika Anda menyelamatkan saya dari Adham, saya sangat berterima kasih kepada Anda. Saya menyadari bahwa Anda bukanlah orang yang buruk. Dan akhirnya, seiring waktu berlalu, saya juga jatuh cinta pada anda, Pak Presiden!”
Jalal tersenyum lebar, ia sangat bahagia. Mereka berdua bangkit dari kursi dengan tangan saling menggenggam. “Jodha, tolong jangan panggil aku Pak Presiden. Kedengarannya begitu formal dan asing. Dan sekarang kita telah mengakui cinta kita satu sama lain, aku akan senang jika kau memanggilku Jalal” Jodha langsung memerah, “Baiklah seperti yang kau minta, Jalal.” , “Lihat! Kedengarannya jauh lebih baik!”
Keduanya tersenyum dengan tangan yang masih saling menggenggam. Lalu perlahan tapi pasti, Jalal memindahkan tangannya untuk memegang bahu Jodha. Kemudian perlahan-lahan ia mencium dahinya, Jodha menutup matanya saat bibir lembut Jalal menyentuh dahinya. Jalal menarik bibirnya dari dahi Jodha, sementara Jodha melihat kebawah karena malu. Dahi mereka menempel. “I love you so much, Jodha.” , “I love you too, Jalal.”
Kemudian dengan cepat Jalal menempatkan tangannya di sekelilingnya dan menariknya dalam pelukannya. Jodha langsung meleleh dalam pelukannya. Perlahan-lahan dia meletakkan tangannya di punggungnya dan mereka berpelukan erat. Mereka kemudian memecah perlukan mereka dan menatap mata satu sama lain. Mereka kemudian menutup mata mereka, kemudian perlahan-lahan bibir mereka saling mendekat.....
Tiba-tiba Jalal terbangun (Yah,,, itu tadi hanyalah mimpi si Mr. Dreamer.) Hari sudah pagi. Ia berusaha untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Ia harus bekerja, tetapi ia merasa sedikit terganggu. Mimpinya telah mencerminkan apa yang sudah ia pikirkan selama ini, tapi ia masih tidak siap untuk percaya apa yang telah dilihatnya. Ia tidak pernah merasa sebingung ini sebelumnya. “Apa arti mimpi itu? Aku cinta kamu? Dari itu itu datang? Aku tidak mencintainya! Kurasa Aku hanya mengagumi dia. Tetapi mengapa aku terus memikirkan dia dan mengapa aku merasa sangat prihatin dengan dia sepanjang waktu? Ugh... Jalal, sadarkan dirimu! Itu hanya mimpi!”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Sementara itu, Jodha bangun dan memulai harinya. Dia bertanya-tanya apakah ibunya masih kecewa tentang kejadian kemarin. Dia mendesah dan menuju ke kamar mandi. Hari ini dia memakai celana hitam dan atasan formal fuchsia bergaris, dia menuju ke meja sarapan, dimana ayah dan ibunya duduk disana dan sedang berbicara. Jodha duduk di samping ayahnya. Ibunya jelas masih marah. “Selamat pagi, Ma, Papa.” Sapa Jodha hangat. Bharmal menjawabnya, namun Mainavati tidak mengatakan apapun dan terus menyesap tehnya. Jodha merasa benar-benar buruk.
Mainavati mulai berbicara yang membuat semuanya terkejut, “Aku pikir sekarang kita harus berpikir tentang pernikahan Jodha.” Mendengar kata ‘pernikahan’ sudah cukup membuat Jodhamarah. Dia ingin berteriak, namun ia menahannya, karena jika dia melakukan itu, maka Ibunya akan semakin marah padanya. Ia tidak ingin menikah dalam waktu dekat, tapi ibunya tidak pernah mengerti itu. Ia memiliki beberapa mimpi seperti gadis-gadis lain. Dia ingin jatuh cinta terlebih dulu, baru menikah. Dia masih ingin menikmati pekerjaan dan hidupnya. Ia masih belum menemukan seseorang yang tepat untuk menghabiskan sisa waktu hidupnya bersamanya. Dia hanya bisa menghela nafas berat mendengar keinginan ibunya.
Bharmal: “Apa Maina? Dia baru berusia 23 tahun dan masih ingin bekerja. Apakah itu tidak terlalu terburu-buru?”
Maina: “Dia akan berusia 24 tahun, tahun ini. Aku akan mencarikan calon untuk Jodha.”
Jodha: “Ma, aku tidak ingin menikah sekarang! Aku ingin bekerja dan menghasilkan banyak uang dulu!”
Mainavati: “Kau jangan mengatakan apapun, Jodha! Kau harus memikirkan pernikahan sekarang!”
Bharmal: “Maina, mengapa kamu memaksa dia? Dia akan memberitahumu ketika dia siap!”
Jodha: “Iya Ma! Aku tidak ingin menikah dengan orang tidak dikenal! Aku ingin jatuh cinta dulu!”
Mainavati: “Kau juga bisa jatuh cinta setelah kau menikah! Menurutmu bagaimana aku dan ayahmu jatuh cinta?”
Jo: “Tapi Ma, aku tidak ingin menikah seperti itu! Aku ingin jatuh cinta dengan seseorang!”
Jodha bangun dari tempatnya dan berdiri di samping ibunya. Dia bersimpuh sambil memegang lutut ibunya yang masih marah. “Ma, aku tahu kau masih marah tentang apa yang terjadi kemarin. Tapi aku tidak bermaksud membuatmu khawatir. Aku sangat menyesal telah membuatmu sangat cemas. Aku berjanji aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi. Tapi tolong Ma, aku tidak ingin menikah begitu cepat! Aku ingin menunggu cinta terjadi!”
Mainavati tersenyum dan memegang bahu Jodha. Jodha perlahan-lahan berdiri dan Mainavati memberinya pelukan. Jodha masih menitikan air mata dan Mainavati menyekanya. “Jangan menangis sayang. Aku tidak marah karena kau menyembunyikan sesuatu dari kami. Aku marah karena aku merasa bahwa kau tidak mempercayai kami. Tapi sayang, berjanjilah, mulai sekarang kau akan menceritakan apapun yang terjadi.” Jodha sedikit lega, tapi ia masih memohon, “Iya Ma, aku berjanji aku akan memberitahumu semuanya. Tapi aku tidak ingin menikah sekarang!” Mainavati tersenyum, “Baiklah sayang...”
Jodha mencium pipi ibunya. Dia senang karena ibunya tidak lagi marah padanya. Ia kemudian meminta ibunya segera membawakan sarapannya karena ia sudah terlambat bekerja. (Aiiihhh,,, benar-benar seperti putri nih Jodha) Ibunya membawakan sarapan dan setelah menghabiskan sarapannya, ia pergi untuk bekerja. Dalam perjalanan, dia teringat tentang presentari pada hari senin dan bagaimana dia seharusnya mempersiapkan materinya.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
**Hari Senin Tiba**
Jodha tiba di kantor. Seluruh akhir pekannya ia habiskan untuk mempersiapkan presentasi. Presentasi hanya beberapa jam, namun yang dia khawatirkan adalah perilaku Jalal sejah beberapa hari lalu. Dia benar-benar bertindak sangat lucu sejak hari Rabu lalu.
*Flashback*
Jodha tiba di kantor pada hari Rabu. Setelah mendapatkan ucapan selamat dari banyak orang, dia menuju kabin Jalal. Dia memasuki kabin dan melihat Jalal yang mulai memerah. Jodha menyapanya dan Jalal membalasnya dengan suara yang sangat lembut. Jodha bingung dengan perubahan sikapnya, “Apakah dia merasa baik-baik saja?”
Kemudian Jodha duduk dan memberitahukan tentang pekerjaan yang sudah dia selesaikan hari itu. Jalal terus menatapnya saat Jodha berbicara. Bahkan dia tidak mendengar apa yang dia katakan. Saat Jodha bertanya dan tak ada jawaban dari Jalal, dia sadar kalau Jalal hilang dalam pikirannya. “Um... Pak Presiden, Apakah Anda mendengar apa yang saya tanyakan pada Anda?” Jalal tersentak, diamemandang Jodha dengan takjub, “Kya hua, Jodha?” , “Saya tadi menanyakan tentang sebuah file, Pak Presiden. Apakah anda tidak mendengar?” Jalal merasa malu dan gugup, “Um... Uhh... Aku menyesal Jodha, aku tidak mendengar. Aku sedang terlalu asyik memikirkan sesuatu yang lain. Bisakah kau mengulanginya?”
*Flashback End*
Itu bukan satu-satunya yang mewakili saat Jalal tampak hilang. Saat itu, ketika Jodha mengunjungi kabinnya untuk beberapa pekerjaan, ia tidak sepuhnya disana. Seolah-olah hanya fisiknya yang ada disana namun pikirannya tampak di tempat lain. dan beberapa hari setelah itu, Jalal juga tampak hilang dalam pemikirannya. Jodha bertanya-tanya apa yang salah. Dia hanya bisa berharap bahwa semua baik-baik saja.
Jalal berada di kabinnya sedang melakukan telepon penting dia menutup telepon dan mendesah. Ia belum bisa melupakan mimpi yang dilihatnya malam itu. Ia pernah berpikir bahwa ia akan mengatakan sesuatu seperti itu kepada siapa pun dalam mimpi, dan akan lupa setelah dia terbangun. Dia sudah pernah berkencan dengan banyak wanita, tetapi dia tidak pernah merasakan sesuatu yang berbeda seperti saat ini. Di sini, Jodha benar-benar belum mnejadi miliknya, namun semuanya seolah-olah telah terikat oleh sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Namun Jalal masih saja terus menyangkalnya. “Uh... itu hanya mimpi! Tapi mengapa hal itu sangat menggangguku? Aku tidak pernah bisa mengatakannya pada siapapun, apalagi padanya.”
Jalal mendengar ketukan di pintu kabinnya dan menyuruhnya masuk. Ketika pintu dibuka, ia melihat Jodha berdiri di depan pintu. Hatinya mulai berdetak cepat. Dia tampak indah seperti seorang malaikat yang dikirim dari langit. Dia tersenyum dan menyapanya. Ia mengenakan saree tipis berwarna putih dengan renda perak. Blus lengan pendek dan putih dengan perak renda sepanjang lengan. Tidak ada seorang pun yang pernah begitu berpengaruh pada Jalal. Ketika ia telah memakai saree merah sebelumnya, Jalal menemukan dirinya tampak panas, tapi hari ini, dia tampak indah. Jodha duduk di salah satu kursi dan mengingatkannya tentang presentasi yang seharusnya dia tunjukkan kepadanya. Jalal terus menatapnya tanpa kata dan Jodha terus berbicara. Pada akhirnya, Jodha melihat dia hilang dalam pikirannya. “Um... Pak Presiden, Apakah ada sesuatu yang salah?” Jalal terkejut, “Um... Eh... maaf. Jodha, aku suka kalau kau menunjukkan presentasimu sekitar setengah jam.” , “Ya tentu, Pak Presiden! Saya benar-benar siap!” , “Oke, aku akan menemuimu di ruang konferensi dalam 15 menit.” Jodha tersenyum dan menuju ke mejanya.
Dengan cepat Jodha mengambil apa yang telah ia seiapkan dan mengambil tas laptop kemudian pergi ke ruang konferensi. Jalal sudah menunggunya disana. Jodha memasuki ruangan dan Jalal kembali menatapnya. Jodha membawa tumpukan file di tangan kirinya dan tas lapotop di tangan kanannya. Dia segera meletakkan barang-barangnya diatas meja dan mengambil laptop dari tas dan mulai menghubungkan ke proyektor. Jalal terus memandangnya, rambutnya yang terurai memnyempurnakan sareenya yang indah.
Jodha sudah menghubungkan proyektor dan memulai presentasinya. Jalal memutuskan untuk memperhatikan presentasinya karena akan memalukan jika dia ketahuan melamun lagi. Namun, semakin sulit baginya, karena dia terus terganggu oleh kecantikan Jodha. Entah bagaimana caranya dia bisa memperhatikan presentasi Jodha. Akhirnya, Jodha berhasil menyelesaikan presentasinya. Jalal terkesan, “Wow Jodha! Itu adalah strategi yang sangat bagus! Itu pasti akan menguntungkan perusahaan kita.” Jodha tersenyum, “Terima kasih, Pak Presiden! Saya senang anda menyukainya.”
Jalal ingin memberinya pelukan. Namun, dia pikir dia tidak boleh melakukan itu. Dia berjalan ke arahnya, mengambil tangannya dan memberikan ciuman di punggung tangannya. “Terima kasih banyak, Jodha.” Jodha tersipu dan tersenyum karena tindakannya yang tiba-tiba. Dia merasa sanagt senang Jalal menyukai presentasinya dan kerja kerasnya telah terbayar lunas....... TBC-->Chapter 25