Note: Tulisan warna biru adalah ucapan dalam hati pemain.
Written by Samanika
Jalal tiba dirumah malam itu. Dia sangat lelah setelah serangkaian hal yang terjadi, pikirannya masih menerawang memikirkan kejadian yang terjadi. Karena hal itu, dia sampai lupa untuk mengisi perutnya, dia sadar saat mulai merasa kelaparan. Dia mnghampiri meja makan dan nampak Ibunya yang sedang menunggunya. Mereka saling memberi salam, kemudian duduk untuk menyantap makan malam. Jalal lalu menceritakan pada Ibunya semuanya yang terjadi hari itu. Bagaimana Jodha, Salima, dan Ruqaiyya menyingkap kebenaran atas Adham dan Benazir, dan sekarang mereka ada di penjara.
Tanpa di sadari selama bercerita, Jalal memberi penekanan khusus pada 'Jodha'. Ibunya hanya bisa tersenyum sumringah mendengar rincian cerita dari anaknya.
Jalal: "Ibu, mereka sampai rela mengambil resiko yang besar! Padahal, apapun bisa saja terjadi pada mereka di pesta itu."
Ibu: "Jalal, kau sangat beruntung memiliki karyawan yang setia dan berdedikasi tinggi terhadapmu. Salima dan Ruqaiyya telah bekerja selama setahun, tapi Jodha telah menunjukkan bukti kesetiaannya yang sangat besar hanya dalam 2 bulan. Begitu juga dengan Tn. Bharmal dan Tn. Atgha yang sudah sangat setia padamu. Ibu rasa, kau harus memberi imbalan atas semua jasa-jasa mereka."
Jalal: "Iya, Bu. Itu benar. Karena sekarang posisi jabatan Wakil Presiden sedang kosong, aku berencana untuk memberikan tanggung jawab itu pada Tn. Bharmal dan Tn. Atgha."
Ibu: "Itu keputusan yang sangat tepat. Dan bagaimana dengan ketiga wanita itu?"
Jalal: "Aku akan menaikkan pangkat mereka, menaikkan gaji mereka, dan menambah hari cuti liburan mereka. Jika bukan mereka, aku takkan pernah mengetahui kebenaran tentang Adham dan Benazir."
Ibu: "Benar, sayang. Mereka adalah wanita-wanita yang baik. Mereka memasuki pesta dan menyamar sebagai penari serta menghibur para pria disana. Itu adalah resiko yang besar bagi wanita. Dan wanita cantik seperti Jodha haruslah lebih berhati-hati. Ibu yakin, semua pria akan langsung tergila-gila saat melihatnya."
Jalal sedikit malu saat mendengar pernyataan terakhir dari Ibunya, karena dia sendiri sangat jatuh hati pada Jodha saat pertams bertemu. Wajahnya dan gaya feminimnya telah mempesona Jalal dan timbullah keinginan untuk membuat Jodha jadi miliknya. Jodha selalu membuatnya bergairah dan pikirannya selalu terisi dengan bayang-bayang Jodha. Dia menjadi terobsesi oleh keinginannya untuk menjadikan Jodha miliknya, dan dia telah memutuskan bahwa dia takkan mati dengan damai sebelum Jodha menjadi miliknya. Namun, ada perubahan yang terjadi selama 3 bulan ini. Jalal telah mengamati Jodha dan tersentuh oleh kecantikannya, sensitivitasnya, dedikasinya dalam pekerjaan, cara bicaranya yang lembut, penghormatannya pada yang lebih tua, serta kepedulian dan kekhawatirannya pada keluarga dan teman-temannya. Di hari saat Jalal menyadari bahwa Adham ingin mencelakai Jodha, dia menjadi sangat protektif dan posesif padanya. Dia tak bisa menerima perlakuan Adham saat ingin menodai kesucian Jodha. Seperti hari ini, saat Adham menjambak kasar rambut Jodha, Jalal tak tahan melihat Jodha di sakiti seperti itu. Jalal pun langsung meluncurkan pukulannya pada Adham untuk pertama kalinya. Jodha telah berubah dari wanita seksi menjadi seorang malaikat baginya.
Ibunya melihat ada semburat merah yang merambah di pipi Jalal sambil tersenyum malu, "Sayang, Ibu tahu kalau kau sedang memikirkan Jodha. Kapan pun kau memikirkannya, wajahmu mulai berbinar-binar dan bersinar terang bak bulan purnama. Dia pasti telah menaruh pengaruh besar padamu. Sekarang kau sudah mulai tersenyum kembali dan sudah mulai berbagi segalanya dengan Ibu. Ibu tahu bahwa dialah jodohmu dan Ibu berharap, kau segera menyadari itu." batinnya dalam hati.
Mereka melanjutkan makan malamnya sampai tiba waktunya untuk tidur. Setelah selesai makan, Jalal langsung menuju kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menarik selimut menutupi dirinya. Saat akan memejamkan matanya, ponselnya berbunyi. Tertera nama Jodha dilayarnya. Jalal pun langsung menyunggingkan senyum terindahnya, "Yes!! Ini Jodha! Kenapa ya dia menelponku? Sebaiknya kujawab sajalah." pikirnya.
Jalal: "Halo, Jodha."
Jodha: "Halo, Pak Presiden."
Jalal: "Ada apa menelponku?"
Jodha: "Aku hanya ingin mengetahui keadaan Anda saja. Aku rasa, dengan semua hal yang terjadi hari ini, telah membuat Anda sakit hati."
Hati Jalal langsung meleleh mengetahui bahwa Jodha mencemaskan keadaanya. Berjuta senyum tak lepas dari bibirnya. "Jodha, aku baik-baik saja, jangan khawatir. Tadinya aku memang merasa sedih, tapi sekarang sudah lebih baik."
Jodha: "Oh baguslah! Aku senang mendengarnya. Pak, aku merasa sangat bertanggung jawab atas semua yang terjadi hari ini. Jadi, aku ingin minta maaf jika aku membuat Anda sakit hati."
Jalal: "Jodha, mengapa kau minta maaf? Berkat kau, Salima, dan Ruqaiyya aku tahu kebenarannya. Aku rasa, aku takkan pernah mengetahuinya jika bukan karena kalian. Bahkan, aku yang seharusnya minta maaf padamu karena telah berbicara dengan Ayahmu seperti itu. Percayalah, aku tak berniat untuk menghina atau merendahkannya. Dia adalah karyawan yang berharga bagi perusahaanku."
Jodha: "Tidak apa-apa, Pak. Aku yakin bahwa saat itu Anda pasti sedang kacau dan bimbang, jadi bisa di maklumi sikap keraguan Anda pada Ayahku. Tapi sekarang, aku senang bahwa Anda telah mengetahui kebenarannya. Selama ini, menyimpan rahasia itu membuat dadaku serasa sesak. Tahukakah Anda, aku telah menyembunyikan banyak hal hingga membuatku tertekan. Tapi hari ini, aku sudah merasa lebih baik. Sudah lama aku tak merasa lega seperti ini."
Jalal: "Aku sangat senang mengetahui kau juga senang, Jodha. Kesejahteraan dan keamanan karyawanku adalah yang terpenting bagiku. Dan asal kau tahu sejak sebulan yang lalu, aku sudah menyadari perubahan sikapmu yang tak seperti biasanya. Aku pikir, mungkin ada sesuatu yang terjadi padamu dan itu membuatku cemas."
Jodha: "Anda menyadarinya? Well, itu semua karena kecemasan dan ketegangan yang menyelimuti kami bertiga saat menjalankan rencana kami. Jika tak berhati-hati, penyamaran kami pasti akan terbongkar dan itu akan menjadi masalah besar. Di tambah lagi, saat kami akan mengungkapkan kebenarannya pada Anda. Kami harus mencari cara yang tepat untuk bisa meyakinkan Anda. Tapi setelah semua ini, aku harus mengakui bahwa Anda telah bertindak seperti yang kami harapkan."
Jalal semakin tersenyum lebar mendengar penuturan Jodha. Kata-katanya telah membuat Jalal sangat senang, seakan dia siap untuk bangkit dan menari-nari.
Jalal: "Jodha, bagaimana mungkin aku tak menyadarinya? Kau sudah bekerja denganku selama 2 bulan dan setiap hari aku selalu memperhatikanmu. Jika ada hal yang aneh, aku pasti akan mengetahuinya." Jodha: (sambil tersnyum malu) "Oh... Umm... Ngomong-ngomong, maaf ya karena sudah menyita waktu Anda. Sebaiknya, kita sudahi saja teleponnya. Sekarang sudah semakin larut."
Jalal: "Tunggu, Jodha... Apakah kau wanita yang berbaju merah saat di pesta itu?" Jalal sudah tahu bahwa wanita itu adalah Jodha. Tapi dia hanya ingin mendengar pengakuannya secara langsung.
Jodha: "Iya, Pak. Memangnya kenapa?"
Jalal: "Tidak apa-apa. Hanya tanya saja. Kau tak kan menyangka, di saat aku melihat penampilanmu hari itu, aku hampir mengenalimu."
Jodha: "Benarkah? Tapi mengapa kau tak mengatakan sesuatu?"
Jalal: "Seperti yang kubilang, Jodha. Aku 'hampir' mengenalimu, tapi tak sepenuhnya yakin. Kalian menyembunyikan diri kalian dalam kostum penari, jadi sulit mengenali kalian. (dengan nada menggoda) Tapi aku mengenalimu dari aroma parfummu."
Pipi Jodha merona seketika saat Jalal menggodanya. Untungnya Jalal tak sedang melihat langsung ekspresi di wajahnya saat ini, karena pasti akan memalukan baginya. Jodha heran, bagaimana Jalal bisa mengetahui jenis parfum yang dia pakai. Jodha: "Uum... Pak Presiden, sebaiknya kita sudahi saja ya perbincangan malam ini. Sekarang sudah larut. Selamat malam."
Jalal: (dengan nada menggoda) "Selamat malam, Jodha."
Jalal pun menutup teleponnya. Dia masih terus menyunggingkan senyum lebar, mengetahui kata-katanya tadi telah membuat Jodha sedikit malu. Dia bisa merasakannya tanpa melihatnya langsung. "Dia sungguh manis! Setiap kali aku memujinya, wajahnya pasti langsung merona malu. Aku tak pernah melihat wanita yang selalu merona setiap kali di puji (ya ellaa,, banyak kalee, mas! #abaikan) Dan wanita lain pasti akan siap melakukan apa saja denganku. Tapi Jodha sangat berbeda. Dia bahkan tak bisa menatap mataku, dia akan tercengang kehabisan kata-kata. Aku penasaran, bagaimana reaksinya besok saat aku mengutarakan pendapatku tentang penampilannya saat di pesta itu." Setelah beberapa saat memikirkan Jodha, Jalal pun tertidur. Dia mulai bermimpi.
Jalal sedang duduk di teras yang diterangi cahaya lampu remang-remang. Langit malam terlihat indah bersama bintang-bintang yang gemerlapan menghiasinya. Angin laut malam yang sejuk membuat udaranya begitu nyaman untuk dinikmati saat di ruangan terbuka. Cemilan dan sebotol wiski favoritnya tersedia di meja yang berhadapan dengannya. Dia berulang kali menungkan wiski ke gelas dan meneguknya. Saat akan meneguk gelas yg ke-4, tiba-tiba terdengar suara dentuman gelang kaki dari arah pintu masuk teras. Dia berbalik dan melihat wanita berbaju merah itu sedang berjalan ke arahnya. Wanita itu sangat mempesona persis seperti saat di pesta. Ya, wanita itu adalah Jodha.
Jodha tengah berdiri di hadapan jalal dengan menggunakan cadar. Jalal menatap matanya dengan intens. Saat di pesta. Jalal tak dapat melihatnya dengan seksama karena mereka saling berjauhan. Saat ini dia ingin menatap intens kedua mata kelinci yang sangat memukau itu. Sedangkan Jodha yang tak sanggup lagi menerima tatapan dari Jalal, langsung bangkit dan berjalan mundur sambil masih menatap Jalal. Jalal yang terkejut dengan hal itu, ikut bangkit dari duduknya dan menghampiri Jodha. Secepat kilat, mereka pun telah berhadapan dengan jarak yg sangat dekat.
Jalal: "Mengapa kau menghindar, Sayangku?"
Jodha: "Aku rasa, kita harus melakukan sesuatu yang berbeda."
Jalal: "Dan sesuatu apakah itu?"
Jodha mendorong Jalal hingga terduduk dikursi. Jodha membungkuk dan membisikkan sesuatu di telinganya. Jalal bisa mencium aroma wangi dari tubuhnya. Dengan suara menggoda yang dibuat seksi, Jodha berbisik, "Kau duduklah dan nikmati saja. Sisanya, biar aku yang mengurusnya."
Jodha pun menjauh beberapa jarak darinya. Tiba-tiba angin bertiup disertai bunyi gemuruh. "Ohh,, suasana yang sangat mendukung dan Jodha akan memberikan sebuah kejutan! Ini akan menjadi sangat menarik. Aku tak sabar menunggunya." gumam Jalal.
Jodha mulai menari mengikuti irama alunan lagu. Dia berjalan menghampiri Jalal sambil membuka cadarnya. Dia mendekatkan wajahnya ke Jalal hingga bibir keduanya berjarak sangat dekat, sambil bernyanyi...
Yeh raat ruk jaye
Baat tham jaye
Teri baahon mein
Jodha berpindah ke belakang Jalal, menyentuh tengkuknya lembut dengan jemarinya.
Khwaishein jagi hain pyase pyase labhon pe
Khud ko jala doon
Teri aanhon mein
Jodha berpindah lagi ke hadapan Jalal sambil menggoyangkan kepalanya, membuat rambutnya ikut menari-nari diselingi terpaan angin. Jodha yang terus-terusan menggodanya membuat Jalal semakin tak bisa menahan dirinya.
Aagosh mein aaj mere samaa ja
Jaane kya hona hai kal
Aa zara kareeb se, jo pal mile naseeb se
Aa ja zara kareeb se, jo pal mile naseeb se
Jee le...
Saat dentuman lagu berikutnya mengalun, hujan pun turun. Perlahan tetesan air jatuh tepat diatas Jodha, mengalir ke sekujur tubuhnya. Hujan semakin lebat. Namun, Jodha masih terus menari....
Yeh jahaan saara bhool kar
Jismo ke saaye tale dheeme dheeme chale raat bhar
Pal do pal hum hai humsafar
Thay abhi dono yahaan honge subah jaane kahan kya khabar
Jodha berbalik membelakangi Jalal sambil menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama. Saat dentuman lagu berganti, Jodha berjalan ke arah dinding teras pembatas. Tubuhnya yang basah kuyup dan gemuruh angin kencang membuatnya sedikit kedinginan. Jodha mengedarkan pandangannya menatap langit malam yang indah.
Jalal menghampirinya dan dengan sigap meraih pinggangnya dari belakang, hingga dada bidangnya bertabrakan dengan punggung Jodha. Jalal pun ikut basah bersama Jodha. Tangan Jalal melingkar erat di pinggang Jodha, lalu jari-jarinya mulai bergerak di sekitar perutnya. Jalal sangat menikmati menyentuh kulit Jodha yang basah. Kemudian Jodha berbalik menghadapnya. Jodha melingkarkan tangannya di leher Jalal, sedangkan tangan Jalal masih dengan eratnya menggelayut di pinggang Jodha. Jalal menarik Jodha lebih dekat.
Khwaab hoon main toh makhmali
Palkon mein leja mujhe maine diya mauka tujhe ajnabi
Hosh mein aaye na abhi
Ik dooje mein hi kahin khoyi rahe teri meri zindagi
Dengan bertumpu pada lengan Jalal, Jodha mulai menari dengan berayun dari satu sisi ke sisi yg lain.
Khamoshiyan dhadkano ki suna ja
Jaane kya hona hai kal
Aa zara kareeb se, jo pal mile naseeb se, aa ja
Jo pal mile naseeb se... Jee le..!
Jodha lalu menarik tangan Jalal dan mendudukannya di kursi. Kemudian dia kembali bernyanyi...
Raat ruk jaaye, teri baahon mein
Aagosh mein aaj mere sama ja
Jaane kya hona hai kal
Aa zara kareeb se, jo pal mile naseeb se
Aa zara kareeb se, jo pal mile naseeb se, jee le
Saat alunan lagu telah berakhir, Jalal menarik Jodha lebih dekat. Jodha pun segera bangkit dan akan berjalan masuk, namun Jalal segera mencekal tangannya dan menggendong ala bride style. Jodha terlonjak kaget akan perlakuan Jalal. Seolah bisa membaca apa yang di pikirkan Jodha saat melihat ekspresinya, Jalal langsung menyaut, "Kenapa menatapku seperti itu? Apakah salah jika aku ingin menggendongmu?" tanya Jalal dengan tatapan menggoda. "Tentu saja tidak, Sayang." Jawab Jodha dengan senyuman. Jalal menggendong Jodha sambil masuk ke kamar. Tangan Jodha menggelayut manja di leher Jalal. Kedua mata mereka terus saling menatap penuh cinta.... Setelah keduanya masuk, pintu teras pun tertutup.....