Note: Tulisan warna biru adalah ucapan dalam hati pemain.Written by Samanika
Translate by ChusNiAnTi
Hampir dua jam telah berlalu. Itu sekitar pukul 4 pm. Bharmal dan Ataga masih mencari salinannya di tumpukan kertas. Mereka telah berhasil menemukan sebagian besar dari mereka dan dalam proses menemukan sisanya. Semua orang di kantor telah mendapat kabar angin tentang Bharmal dan Ataga yang dipanggil ke kabin Jalal dan telah melihat mereka mengambil tumpukan kertas.
Sementara itu, Jalal masuh bersama Salima, Jodha dan Ruqaiyya di kabinnya. Dia tidak ingin mereka pergi dari hadapannya sampai seluruh masalah terselesaikan. Juga, ia ingin melihat Jodha di depan matanya sepanjang waktu. Ini adalah kesempatan sempurna yang didapatkannya. Dia menyuruh mereka duduk di sofa sementara dirinya duduk di depan mejanya, dengan sabar menunggu Bharmal dan Ataga tiba. Ketika dia duduk, dia terus memandang Jodha. Wajahnya menunjukka tanda-tanda ketegangan. Dan Jalal tidak bisa berhenti menatapnya. “Ya Khuda! Dia tampak cantik, bahkan ketika dia bijaksana! Dia adalah malaikatku setelah semuanya! Aku yakin, dia pasti marah padaku karena aku berbicara seperti itu kepada ayahnya. Apapun yang terjadi, nanti aku akan minta maaf. Aku sudah salah karena berbicara kepadanya seperti itu.” Ucapnya dalam hati.
Satu jam telah berlalu, Bharmal dan Ataga telah menemukan data-data yang diperlukan dan yang menuju kabin Jalal. Mereka masuk dan berdiri di depan Jalal dengan membawa tumpukan berkas di tangan mereka. Ataga membuka suara, “Pak, kamu berhasil menemukan sebagian besar data-data rekening jangka waktu tersebut. Kami telah mengurutkannya sehingga anda akan mudah memeriksanya.” Bharmal menyerahkan stacknya pada Jalal, “Semuanya disini Pak.”
Jalal mengambil tumpukan kertas tersebut dari tangan Bharmal dan Ataga. Ia dengan cepat mulai memverifikasi account satu per satu. Waktu terus berlalu dan wajah Jalal terus menampakkan ketidak percayaan. Ia memindai setiap transaksi dengan seksama, memastika bahwa ia tidak melewatkan satu pun. Setelah selesai, wajahnya seperti seorang pria yang kalah. Dia tidak dapat mengerti apa yang sedang terjadi. Dia baru menyadari bahwa mitra bisnis sekaligus teman masa kecilnya telah menipunya. Semuanya seperti mimpi yang mengerikan baginya. Ia memanggil karyawan dan mengatakan padanya untuk memanggil Adham ke kabinnya. Setelah karyawan tersebut pergi, Jalal meletakkan tangannya diatas kepalanya dan memalingkan wajahnya. Jodha melihat Jalal yang tampak buruk. Dia merasa bertanggung jawab secara pribadi atas masalah ini dan ingin membuatnya merasa lebih baik. “Pak Presiden, saku sangat menyesal telah menempatkan dirimu dalam kondisi seperti ini. Tapi kau harus mengetahui kebenaran ini.” Ucapnya dalam hati.
Setelah mendapatkan pesan Jalal, Adham meninggalkan kabin nya. Dia berjalan menuju kabin Jalal dengan tenang. Ia tidak tahu bahwa ia telah menuju ke neraka. Dia sampai dikabin Jalal dan mengetuk pintu. Ia mempersilahkannya masuk. Di dalam, Adham melihat Salima, Jodha, Ruqaiyya, Ataga dan Bharmal. Ia bertanya-tanya mengapa mereka semua berkumpul di sana dan berdiri di depan Jalal. “Jalal, kau memanggilku?”
Jalal berdiri dan berjalan menuju Adham untuk berbicara dengannya.
Jalal: “Ya Adham, aku ingin bertanya padamu.”
Adham: “Oke, tetapi bisakah kau menyuruh mreka keluar?” (Ia memangdang mereka semua yang bediri dibelakangnya. “Aku tidak ingin mereka mendengarkan pembicaraan kita.”
Jalal: “Mengapa Adham? Biarkan mereka juga mendengarkan rasa sakit dan pengkhianatan yang telah kau berikan padaku!”
Adham terkejut mendengar ucapan Jalal. Dia tidak bisa memahami apa yang terjadi. “Jalal, apa yang kau katakan? Rasa sakit dan pengkhianatan?”
(Dari sekarang dan seterusnya, keduanya akan)
Jalal (berteriak): “Ya Adham! Kau telah mengkhianatiku! Dengan memanipulasi rekening perusahaan!”
Seluruh orang yang ada diruangan menjadi tegang. Salima, Jodha, Ruqaiyya, Bharmal dan Ataga tidak bisa membantu, tapi lihatlah bagaimana semuanya akan terungkap!
Adham: “Apa yang kau katakan Jalal? Kau bilang aku telah memberikan account yang salah?”
Jalal: “Ya Adham! Aku telah memeriksa account dan mereka tidak cocok dengan file-file yang kau berikan padaku!”
Adham: “Jadi, bagaimana bisa kau bilang bahwa aku bertanggung jawab untuk itu? Bukti apa yang kau miliki?”
Jalal: “Adham, tanda tanganmu diatas kertas itu sudah cukup sebagai bukti! Aku telah memeriksa account yang otentik dari Departemen!”
Adham: “Ini semua sampah! Kau tidak bisa menyalahkan aku seperti ini tanpa bukti substansial!”
Jalal: “Aku punya bukti besar! Pak Ataga dan Bharmal telah mengakui bahwa file yang kau berikan telah dimanipulasi! Dan lihat file ini, ini ditemukan dirumahmu!”
Adham melihat file itu dan sangat terkejut. Dia tidak bisa percaya bahwa file yang telah ia simpan dengan aman dirumahnya sekarang ada dihadapan Jalal. “Dari mana kau mendapatkan itu?” “Mari kita sebut saja bahwa aku mendapatkannya secara kebetulan! Pak Ataga disini mempercaimu dengan memberikan account otentik padamu! Dan apa yang kau lakukan! Kau menyembunyikannya di rumahmu! Tapi kau bodoh, Adham. Kau tidak sadar bahwa ada duplikasinya! Kau percaya bahwa kau aman, namun semua rencanamu itu telah gagal!”
Adham tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun lagi. Permainan sudah berakhir. Dia tahu apakah masih ada jalan keluar baginya dari semua ini.
Jalal: “Jadi, katakan padaku Adham, mengapa kau melakukan itu?”
Adham diam sementara Jalal menunggu jawaban darinya, namun Jalal tidak sabar lagi.
Jalal: “Adham! Jawab pertanyaanku! Mengapa kau mengkhianatiku seperti ini?”
Adham: “Kau ingin tahu mengapa? Karena aku ingin menjadi lebih sukses darimu! Aku ingin mencuri tempatmu di perusahaan! Aku ingin memiliki semua kekayaanmu! Aku benci semua orang begitu menghormatimu! Aku ingin orang-orang juga memujaku! Sama se[erti bagaimana kau menggunakan pengaruhmu untuk mendapatkan itu semua, aku ingin melakukan hal yang sama! Aku cemburu dengan kekuatanmu! Dan ingin semua itu untuk diriku sendiri!”
Jalal memandangnya dengan shock. Dia tidak bisa percaya bahwa Adham pergi sejauh ini hanya untuk kekayaan dan kekuasaan. Hatinya ingin menangis tapi tidak bisa. Dia bahkan tidak ingin melihat wajahnya lagi.
Adham: “Tetapi, apakah kau tahu, aku bukan satu-satunya orang yang terlibat dalam semua ini.”
Jalal: “Apa maksudmu?”
Adham: “Benazir juga membantuku melakukan ini semua!”
Jalal terkejut mendengar nama Benazir dibawa ke dalam masalah ini. Dia merasa seperti dia telah mendapatkan luka yang sama dua kali. Seolah-olah kehidupan telah mempermainkannya.”
Adham: “Kita tidak hanya mencuri uangmu! Dia juga tidur denganku!”
Jalal tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Bukan hanya teman masa kecilnya, namun pacarnya juga mengkhianatinya. Sebenarnya, Jalal merasa sangat terluka atas pengkhiatan yang dilakukan kepadanya. Ketika Adham bercerita tentang hubungannya dengan Benazir, itu tidak begitu mempengaruhinya. Namun meskipun begitu, ia masih mempercayainya sebagai orang terdekatnya. Pengkhianatan mereka telah sangat melukainya. Ia mencengkeram kepanya dan kembali ke kursinya. Ia memerintahkan supaya Benazir segera dipanggil ke kabinnya.
Jodha dan yang lainnya terkejut melihat perubahan yang terjadi. Dia belum pernah melihta Jalal begitu marah. Namun, dibalik kemarahan ini, dia melihat seorang pria yang hancur karena pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya. Dia tahu, bahwa jika Benazir ada disini, dia bisa kehilangan kendali dirinya. Jalal tampak sangat sedih ketika Adham akan menceritakan hubungannya dengan Benazir. Jodha tidak dapat melakukan apapun, dia memutuskan untuk menjadi penonton saja.
Setelah beberapa saat, Benazir datang ke dalam kabin Jalal dengan senyum lebar di wajahnya. Dia hendak memeluk Jalal namun Jalal mendorongnya pergi.
Benazir: “Apa yang terjadi Jalal? Dan apa yang orang-orang ini lakukan disini?”
Jalal (berteriak): “Kau bertanya padaku apa yang terjadi! Bunkankah kau tahu apa yang kau lakukan!”
Benazir terkejut dan bingung. Ketika ia melihat Adham, ia sadar bahwa permainannya telah terbongkar, namun ia memutuskan untuk tetap tenang.
Benazir: “Apa yang kau bicarakan Jalal?”
Jalal: “Jangan coba-coba bertindak tidak bersalah dihadapanku! Aku tahu kau dan Adham telah menipuku!”
Benazir: “Jalal, kau telah salah. Aku...”
Jalal: “Tutup mulutmu! Jangan berani mengucapkan sepatah kata pun! Adham telah mengakui bahwa ia telah memanipulasi rekeninf perusahaan bersamamu! Selain itu, dia juga mengatakan kepadaku bahwa kau juga tidur dengannya!”
Benazir sepernuhnya sadar bahwa ia tidak bisa membela dirinya lagi dengan cara apapun.
Jalal: “Katakan Benazur, mengapa kau melakukan ini?”
Benazir: “Karena, aku tidak pernah mencintaimu Jalal! Aku hanya menyukai uangmu! Aku bersamamu supaya kebutuhan hidupku tercukupi! Aku jatuh cinta pada Adham! Kau tidak pernah punya waktu untukku! Aku selama ini membantu Adham karena aku mencintainya!”
Benazir kemudian berlari menuju Adham dan langsung memeluknya namun Adham mendorongnya pergi.
Benazir: “Baby, apa yang kau lakukan?”
Adham: “Apa yang membuatmu berfikir bahwa aku mencintaimu? Aku bersamamu hanya untuk meraih kesuksesanku! Kau hanyalah alat untuk mencapai tempat itu! Dan aku tidur denganmu hanya untuk memuaskan nafsuku! Aku tidak pernah mencintaimu!”
Semua orang yang ada diruangan sangat terkejut. Mereka tidak percaya bahwa semuanya telah berubah menjadi begitu rumit. Jalal juga terkejut karena ada ular yang telah bersembunyi di perusahaannya. Benazir mulai menangis histeris. Dia tida bisa percaya bahwa seseorang telah menghancurkan hatinya. Dia terus menuntut penjelasan dari Adham, namun Adham mengabaikannya.
Jalal: “Hentikan drama ini! Panggil security untuk menendang mereka dari sini!”
Jodha: “Tunggu Pak Presiden. Jangan panggil keamanan!”
Jalal: “Tapi kenapa Jodha? Kalian tidak ingin aku mengetahui kebenaran tentang mereka? Lalu, mengapa kau menghentikanku memanggil keamanan?”
Jodha: “Pak Preside, anda sedang terbakar amarah saat ini. Redakan dulu amarah Anda, baru menghubungi polisi!”
Jalal: “Oke Jodha. Terima kasih. Jika bukan karenamu, aku tidak akan pernah menemukan dua ular yang bersembunyi dibelakangku.”
Adham yang sedang marah langsung menghampiri Jodha dan mencengkaram rambutnya, “Jadi kau, kau p*lacur! Apakah kau tidak tahu siapa aku? Aku Adham Khan! Aku bisa melakukan apapun yang ku inginkan denganmu dan menghancurkan hidupmu! Kau juga bisa ditendang dari sini juga! Kau pikir dapat mengeksposku dan pergi begitu saja? Kau telah berani bermain-main denganku! Aku akan membalasmu atas semua ini!”
Semua orang sangat ketakutan melihat Adham memperlakukan Jodha. Adham menjabak rambut Jodha hingga Jodha menangis kesakitan! Bharmal berusaha membebaskan Jodha dari cengekraman Adham, namun dia justru didorong oleh Adham.
Jalal tidak bisa menahan dirinya lagi. Adham telah menyakiti malaikatnya. Dia segera maju dan memukul wajah Adham. “Berani-beraninya kau menyebutnya p*lacur! Kau b*jing*n! Aku tidak akan melepaskanmu sekarang ! Kau telah menyakiti karyawanku! Karyawan yang telah membawakan kebenaran dihadapanku! Aku tahu kau telah mencampurkan vodka ke dalam minumannya saat di klub. Ia tidak mabuk karena aku yang meminumnya dan menyelamatkannya darimu!”
Jalal terus memukul dan meninju Adham. Bahkan dia juga menendang perutnya. Dia ingin memberinya pelajaran atas apa yang dilakukannya pada Jodha. Tapi dia berusaha menahan dirinya saat itu, dan sekarang dia bisa melampiaskan amarahnya. Bharmal terkejut mendengar apa yang dikatakan Jalal. Ia tidak percaya bahwa Adham berusaha membahayakan putrinya. Ia kehilangan kesabarannya dan bergabung dengan Jalal memukuli Adham. Bharmal sangat marah, “Bagaimana bisa kau melakukan ini, Pak! Kau mencoba membahayakan putirku! Aku tidaka kan pernah memaafkanmu untuk ini!”
Mereka terus memukul dan meninju Adham. Jodha berteriak meminta mereka berhenti, namun mereka tidak mau mendengarkannya. Akhirnya mereka berhenti setelah Salima dan Ruqaiyya ikut campur tangan. Adham berbaring di lantai. Wajahnya memar dan ebrdara. Benazir memandang kondisinya dan mulai menangis. Meskipun ia telah melukai hatinya dengan kejam, namun dia siap untuk membantunya dan membuatnya merasa lebih baik. Dia membukuk kearahnya dan terisak, “Adham, kau baik-baik saja? Bangunlah!” Adham tak menerima bantuannya dan mendorongnya, “Tinggalkan aku! Aku tidak butuh bantuanmu!” Jalal tidak tinggal diam, “Aku tidak akan membiarkan kelian berdua pergi dengan mudah! Aku akan menelpon polisi!”
Jalal kemudian menghubungi polisi. Suasana di kantor menjadi tegang. Setiap orang mendengar teriakan dari kabin Jalal. Selain itu, beberapa diantara menyadari bahwa Jodha, Salima dan Ruqaiyya tidak ada ditempat mereka. Satu jam telah berlalu. Hampir jam 8 pm. Polisi tiba dan langsung memasuki kantor. Semua orang sangat terkejut. Mereka mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Inspektur polisi dan kelompoknya mananyakan kabin Jalal. Mereka mempercepat langkah mereka dan langsung membuka pintu.
Inspektur: “Pak Jalal, Anda telah memanggil kami?”
Jalal: “Iya Inspektur, saya ingin Anda menangkap dua penipu ini karena telah menggelapkan uang perusahaan saya!”
Inspektur: “Oke, Pak Jalal. Saya akan membawa mereka, dan besok anda dapat ke kantor polisi untuk mengajukan pengaduan.”
Jalal (berjabat tangan dengan Inspektur): “Terima kasih, Inspektur. Saya akan datang ke kantor polisi besok untuk mengajukan pengaduan resmi.”
Inspektur: “Ayo, ringkus mereka berdua!”
Dua polisi maju dan langsung memborgol tangan Benazir dan Adham. Dan mendorong mereka paksa untuk ikut bersama mereka. Jalal mengucapkan terima kasih kepada Inspektur dan ia pergi.
Semua orang di kabin menghela napas lega. Jalal tampak lega tapi juga merasa hancur. Bharmal merasa senang karena Jalal telah melindungi putrinya.
Bharmal (mengatupkan kedua tangannya): “Pak, terima kasih! Anda telah melindungi putriku dari binatang itu di bar! Dia bisa melakukan sesuatu kepadanya! Dan bahkan hari ini, ketika dia menarik rambutnya, Anda menyelamatkan dirinya. Ucapan terima kasihku tidak akan cukup untuk membalas kebaikan anda!”
Jalal: “Tidak Pak Bharmal, harap tidak berterima kasih padaku. Itu tugas saya sebagai bos untuk melindungi karyawan saya. Pada kenyataannya, saya harus minta maaf kepada Anda dan Pak Ataga perilaku saya sebelumnya. Itu bukanlah cara berbicara dengan karyawan yang setia dan berdedikasi seperti kalian.”
Bharmal: “Tidak Pak. Anda berbicara kepada kami seperti itu karena kecurigaan. Siapa pun yang ada di posisi Anda juga akan bereaksi dengan cara yang sama. Jadi, tolong jangan membuat diri Anda merasa bersalah tentang hal itu.”
Ataga (melangkah maju untuk berbicara): “Ya, Pak, lupakan apa yang telah terjadi. Semuanya baik-baik saja sekarang.”
Jalal: “Ya Anda benar, Pak Ataga. Dan aku harus berterima kasih kepada tiga gadis yang ada didepanku.”
Jalal maju dan berdiri di depan mereka. Ia menatap mereka dengan rasa syukur. Mereka telah membantunya mencari kebenaran.
Jalal: “Salima, Ruqaiyya dan Jodha, terima kasih! Kalau bukan karena kalian semua, aku tidak akan pernah menemukan kebenaran ini!”
Jodha: “Ini bukanlah suatu hal yang besar, Pak Presiden. Kami harus menunjukkan kesetiaan kami kepada Anda dan perusahaan dan ini adalah cara kami melakukan itu. Tapi Pak Presiden, apakah anda baik-baik saja? Karena anda tampaknya tidak baik-baik saja sebelumnya.”
Jalal terkejut melihat perhatian Jodha padanya. Dia tidak bisa menahan senyumnya. “Aku baik-baik saja, Jodha. Apakah kau baik-baik saja? Apakah si b*jing*n itu menarik rambutmu terlalu keras? Tidak sakit, kan?” Jodha tersenyum, “Saya baik-baik saja, Pak Presiden. Tidak sakit sama sekali.”
Jalal senang karena ia merasa baik-baik saja, dan ia pun tersenyum lagi. Beberapa jam lalu benar-benar menegangkan untuk mereka semua. Banyak teriakan dan tangis yang telah terjadi dan membuat semua orang emosional. Jadi, itu sebuh kebahagiaan untuk Jalal melihat dia tersenyum. Dia tampak seperti anak-anak yang tidak bersalah ketika ia tersenyum. Hatinya mulai tenang.
Bharmal: “Pak, ini sudah terlambat. Jika anda mengizinkan, bolehkan kami pergi?”
Salima: “Iya Pak, kami benar-benar lelah. Bolehkah kami pergi?”
Jalal: “Pak Bharmal dan pak Ataga, kalian boleh kembali ke meja kalian. Saya masih memeliki beberapa pertanyaan pada ketiga wanita ini.”
Bharmal: “Baiklah Pak, Terima kasih.”
Bharmal dan Ataga meninggalkan kabin, meninggalkan Jalal dan ketiga perempuan di kabinnya.
Jalal: “Aku ingin tahu bagaimana kalian bisa mengambil file-file ini dari rumah Adham. Dan apa yang membuat kalian mencurigainya?”
Mereka sudah menyangka bahwa Jalal akan menanyakan hal ini, namun mereka tidak ingin hal itu diatanyakan sekarang, saat semua orang tampak lelah. Mereka saling bertatapan, mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menundanya lagi. Mereka harus memberitahunya semuanya.
Salima: “Begini Pak, Jodha mendengarkan mereka berbicara di kabin Pak Adham beberapa waktu lalu bahwa mereka telah menggelapkan uang perusahaan. Dia berharap anda akan menemukan kebenaran itu sendiri tapi jelas hal itu tidak dapat terjadi. Ketika kami di kamar mandi saat di klub, ia menangis karena Adham telah berkata padanya (pada Jodha) kalimat-kalimay yang menjijikkan. Dia mengatakan pada kami tentang perselingkihannya dan pengkhianatan pada Anda.”
Jalal benar-benar marah akrena Jalal telah menghina Jodha. Dia ingin sekali memukulnya lagi.
Jalal: “Oke, tapi apa yang membuat kalian berfikir untuk membawa kebenaran ini padaku?”
Jodha: “Pak Presiden, kami segera menyadari bahwa semuanya telah terlalu jauh dan kami harus melakukan sesuatu untuk mengungkapkan kebenarannya. Jadi kami membuat rencana. Kami memutuskan untuk menyelinap ke rumah Pak Adham dan mengambil file-file tersebut seperti yang telah saya dengar dari percakapannya dengan Benazir yang mana ia telah mengatakan bahwa ia menyembunyikan file tersebut di tempat yang aman. Satu-satunya cara untuk melewati penjagaan, kami menyamar sebagai pemain di pesta ulang tahunnya. Javeda, Sekertarisnya yang membantu kami.”
Jalal mendengarkan ucapan Jodha dengan sunggu-sungguh. Mendengar kata pemain, wajah Jalal langsung bersinar. Ia teringat gadis merah. Dia sekarang merasa bahwa itu pasti Jodha.
Jalal: “Kalian masuk sebagai pemain. Apa yang kalian lakukan?”
Jodha: “Emmhhh Pak Presiden... Sebagai penari perut.”
Wajah Jalal langsung bersinar dengan senyuman 1000 watt. Dia sekarang tahu bahwa gadis merah itu adalah Jodha, kini tidak ada setitik keraguan dalam pikirannya. Bersambung ke Chapter 22