Di gerbang Istana Amer, Jodha berpamitan dan minta restu
kepada orang tuanya. Suasana dalam keadaan haru. Meena melakukan aarti dan
berusaha tersenyum. Jodha membawa patung Krishna nya yang dibawa pelayan dan
kemudian memasuki tandu yang disiapkan untuk menuju ke Agra. Dan Kafilah memulai
perjalanan mereka ke Agra.
Di pengadilan Agra. Atgah mengatakan, “Ada beberapa orang
hindu yang ingin mengucapkan terima kasih kepada Yang Mulia karena telah menghapus
pajak dan ingin memberi hadiah kepada Anda.”
Adham kesal, “Hal ini hanya akan membuang-buang waktu
saja.”
Sharifuddin yang ada disampingnya berbisik, “Tidak ada
gunanya menunjukkan kemarahanmu disini. Lihat saja pertunjukkan ini.”
Perwakilan Hindu datang dan berterima kasih Jalal.
Jalal: “Kalian tidak perlu melakukan ini semua, itu tugasku.”
Orang-orang hindu: “Anda telah melakukan tugas Anda dan
mengatakan kepada dunia bahwa setiap orang dapat mengikuti agama mereka. Anda
mengatakan bahwa Anda memiliki hati yang besar dan Anda mengurangi beban kamu.”
Jalal: “Raja adalah seperti seorang Ayah bagi rakyatnya, aku
berharap kalian semua selalu bahagia.”
Orang Hindu: “Anda telah melayani kami dengan tulus. Kami
telah membawa hadiah untuk Anda.”
Jalal: “Itu tidak perlu.”
Orang Hindu: “Tolong diterima Yang Mulia.”
Mereka memberi jalan kepada dua orang yang membawa sebuah
Al Qur’an. Semua orang tersenyum senang kecuali para Qazi. Jalal meletakkan
pedang dan Mahkotanya di singgahsananya. Ia menuju Al Qur’an tersebut diikuti
Hamida dan beberapa ratu. Mereka duduk dihadapan AlQur’an. Seorang Qazi
berkata, “Mereka melakukan itu semua untuk membuat Yang Mulia berada di pihak
mereka.”
Meskipun begitu, mereka ikut serta menengadahkan
tangannya saat Jalal dan yang lain berdoa. Bahkan Adham yang biasanya tidak
ikut menengadahkan tangannya, kali ini ikut menengadahkan tangannya.
Jiwa Jalal:
“Aku
tidak bisa ungkapkan apa yang kurasakan saat itu. Saat orang Hindu
menghadiahkan Al Qur’an, Aku menyadari bahwa bulan yang kita lihat sebelum
melakukan perayaan Idul Fitri adalah bulan yang sama saat orang hindu merayakan
Karva Cauth. Aku tahu Tuhan tidak membedakan umatnya, seperti yang kita
lakukan. Bagaimana kita bisa membedakan orang lain atas nama agama. Hari itu
saat aku berdoa, aku meminta pengampunan atas dosaku. Aku berharap agar kau
segera kembali ke Agra secepat mungkin.”
Di kamar Ruqaiya.
Ruqaiya begitu senang, ia menata bidak catur. Jalal ke
kamar Ruqaiya dan Ruqaiya langsung menghapirinya dan menyampirkan kedua
tangannya di pundak Jalal.
Ruqaiya: “Aku begitu senang Jalal. Kau membuat semua
orang bahagia dan memujimu karena kau telah menghapuskan pajak.”
Jalal: “Aku terkejut Ruqaiya. Aku tak menyangka kau akan
senang dengan hal ini, sementara para Qazi berpikir bahwa aku melakukan itu karena
berpihak pada orang Hindu.”
Ruqaiya: “Itu tidak masalah Jalal, lihat berapa banyak
orang yang bahagia.”
Jalal: “Aku seharusnya melakukan itu sejak dulu. Ketika aku
pergi dengan Ratu Jodha, Aku telah mengetahui tentang penarikan pajak ini.”
Ruqaiya tidak suka Jalal membicarakan tentang Jodha, ia
melangkah ke kursinya dan mengajak Jalal untuk bermain catur.
Jalal: “Aku tidak bisa Ruqaiya, aku punya banyak masalah
politik untuk ditangani.”
Ruqaiya kesal dan memalingkan wajahnya, “Kau begitu
peduli dengan perasaan semua orang, tapi kau tidak memperdulikan perasaan
istrimu.”
Jalal tersenyum, “Baiklah, ayo kita bermain tetapi hanya
satu pertandingan.”
Ruqaiya begitu gembira dan mereka duduk untuk bermain.
Mereka baru satu langkah bermain tetapi dasi datang.
Ruqaiya marah, “Sudah ku katakan berulang kali. Kalau aku
sedang bersama Jalal, aku tidak ingin diganggu.”
Jalal: “Mengapa kau marah Ruqaiya.” Jalal bertanya pada
Dasi ada pesan apa. Dasi mengatakan bahwa ada surat yang berasal dari Agra. Ruqaiya
mengatakan bahwa Jalal akan datang setelah bermain. Jalal mengatakan mengatakan
bahwa itu mungkin sesuatu yang penting, kemudian ia pergi keluar dan menerima
surat tersebut. Sementara di dalam Ruqaiya masih kesal karena Jodha selalu
menarik perhatian Jalal darinya.
Jalal kembali masuk ke kamar Ruqaiya. Ia meminta Ruqaiya
untuk membacakan suratnya.
Ruqaiya: “Bagaimana dengan permainannya?”
Jalal: “Aku berjanji akan bermain denganmu 2 permainan
tetapi bacakan dulu suratnya.”
Ruqaiya: “Baiklah, kau janji.”
Ruqaiya ragu untuk membaca suratnya. Ia begitu terkejut
saat mengetahui isinya. Surat itu dari Raja Bharmal yang mengatakan bahwa Jodha
telah kembali ke Agra. Ruqaiya melihat raut wajah Jalal yang berubah bersinar.
Wajahnya semakin bersinar saat tahu bahwa Jodha sudah dalam perjalanan dan hampir
sampai di Agra.
Jalal: “Ini berarti Jodha telah memaafkanku. Ini adalah
berita terbaik dalam hidupku. Aku akan menyambutnya dengan meriah. Aku akan
bermain denganmu lain kali.”
Jalal keluar dengan bahagian meninggalkan Ruqaiya yang
sangat kesal. Ruqaiya marah dan merusak bidak yang sudah tertata rapi. Ia
berteriak, “Jodha, aku sangat membencimu.”
Jalal bergegas datang keruangan Hamidah. Disana juga ada
Salima. Dengan wajah bersinar ia mengatakan pada Hamidah bahwa Jodha sedang
dalam perjalanan ke Agra, “Ibu, Ratu Jodha akan kembali Ibu.”
Hamidah: “Terima kasih Tuhan kau telah mendengarkan
doaku.” Hamida menghadap ke Salima yang terus tersenyum, “Cubit aku Salima
begum, aku tidak ingin ini semua hanya mimpi.”
Jalal: “Ini bukan mimpi Ibu. Aku dulu telah melakukan
kesalahan, tetapi aku tahu bahwa dia telah memaafkanku.”
Hamidah: “Tidak ada gunananya memikirkan masa lalu Jalal.
Aku berharap kau dan Jodha belajar dari kejadian ini dan mulai saling percaya,
kita harus menyambutnya dengan meriah.”
Jalal bersemangat, “Istriku, Ratu dan kebanggan Agra telah
kembali dan penyambutan akan dilakukan oleh seluruh agra. Hanya karena dia aku
menjadi Kaisar Agung, Dia mengajariku bagaimana untuk memerintah dengan hati. Ratu
salima, buatlah persiapan di Harem.”
Salima mengangguk, “Aku senang melihatmu selalu bahagia
Yang Mulia.”
Jalal: “Ya. Aku tidak pernah sebahagia ini. Ibu, aku
harap suatu saat nanti Ibu akan memaafkan aku.” Hamidah tersenyum bahagia dan
kemudian memeluk putra tercintanya tersebut.
Untuk perayaan, Jalal memberikan tugas kepada semua orang
dengan penuh kebahagiaan yang terpancar jelas diwajahnya. Sharifuddin berkata
dalam hati, “Aku
senang kau kembali ke Agra, Ratu Jodha. Tapi aku sedih karena kau kembali untuk
Jalal bukan untukku.”
Jalal meminta Atgah untuk mengirim pasukan berkuda menuju
Agra dan mengabarkan padanya setiap jam sampai dimana posisi Jodha. Kemudian ia
meminta Maansigh untuk segera pergi berkuda menjemput Jodha dan mengawalnya.
Maansigh tersenyum senang dan segera melaksanakan tugasnya.
Dia berkata kepada Sharifuddin supaya menghias Kerajaan
bersama Shahbudin. Jalal yang masih dalam lamuanannya segera tersadar saat
Jalal menegurnya.
Jalal: “Tuhan tahu betapa bahagianya aku saat ini. Aku
tidak bisa mengatakan betapa bahagianya aku mendengar kau datang.”
Hoshiyar memberitahu Moti bahwa Jodha akan kembali. Moti
begitu bahagia mendengarnya, “Terima kasih Tuhan, akhirnya Jodha telah kembali.
Aku harus membersihkan dan mendekorasi kamarnya.”
Moti berlari dan membukai tirai jendela kamar Jodha, “Jodha,
kedatanganmu seperti cahaya yang datang dalam kegelapan.”
Salima datang bersama para dasi dan menghias Kamar Jodha.
Di gerbang Istana, dekorasi bersar-besaran sedang
berlangsung. Jalal memeriksanya. Atgah yang memberi komando disana menyambut
Jalal.
Jalal: “Atgah apakah kau sudah mengirimkan pasukan berkuda?
Aku ingin segera tahu sampai dimana Ratu Jodha sekarang.”
Atgah: “Hamba sudah melaksanakan semua perintah Anda Yang
Mulia. Saya senang Anda memiliki senyum di wajah Anda.”
Jalal: “Ketika Jodha pergi semuanya telah berakhir dalam
hidupku tapi sekarang aku memiliki cahaya harapan dalam hatiku dan sekarang dia
akan datang kembali, aku begitu bahagia.” Jalal memeluk Atgah dalam
kebahagiaannya.
Dan mulai saat itu senyum Jalal terus tampak diwajahnya.
Ia begitu bahagia dan bahkan tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan
kebahagiaannya.