Translate by ChusNiAnTi
Jodha berjalan keluar dari ruangan
Jalal dengan senyuman manis menghias wajahnya. Fikirannya terus teringat pada
malam romantis yang telah mereka lewati. Karena melamun, ia tidak memperhatikan
Rukaiya saat melewati kamarnya.
Mata Rukaiya bengkak dan memerah saat
melihat Jodha keluar dari ruangan Jalal. Jantungnya serasa berhenti berdetak.
Sekali lagi dia berfikir, Jalal tidak pernah menyukai salah satu ratunya tidur
diruangannya. Dia tidak pernah menyukai salah satu ratunya menghabiskan malam
diruangannya. Dia tidak pernah membagikan kehidupan pribadinya dengan siapapun
termasuk dirinya. Ia telah memutuskan siapa yang diperbolehkan mengunjungi dan
dekat dengannya. Sepanjang malam Rukaiya tidak bisa tidur karena memikirkan hal
ini. Ia merasa tercekik, dikhianati, kesal, marah dan sangat terluka karena
keputusan Jalal. Dia tidak pernah berpikir bahwa dalam mimpinya bahwa suatu
hari akan ada seseorang yang memerintah hati Jalal seperti ini. Dan ia sangat
kesal karena Jalal memberi julukan pada Jodha sebagai Malika E Hindustan.
Matanya banjir karena marah dan iri pada Jodha. Perlahan-lahan didalam ahtinya
sudah menyala api dendam. “JODHA BEGUM... MULAI HITUNGLAH HARI-HARIMU...
nikmati saat-saat bahagiamu sebanyak yang kau bisa, karena setelah itu kau
harus membayar air mata Rukaiya. Aku tidak akan pernah membiarkanmu... Kau
telah merebut impianku dan merebut kekuasaanku... Tidak hanya itu, kau bahkan
telah memikat Jalal dengan keahlian dan kecantikanmu... Sekarang giliranku,
segera kau akan membayar untuk itu... Bersiap-siap menghadapi balasan atas
kesalahanmu Jodha begum... Jalal hanya milikku dan ia akan tetap menjadi
milikku... Kau baru dalam masalah politik, aku akan segera menendangmu dari
kehidupan Jalal... Sihir kecantikanmu akan segra memudar...” Rukaiya menghapus
air matanya dengan senyuman licik diwajahnya.
Setelah beberapa hari, Jalal merasa
harus menghadiri Diwan E Khass. Sekarang ia sadar bahwa ia telah mengabaikan
banyak isu-isu politik selam berbulan-bulan. Sejak ia menikah dengan Jodha,
Jodha telah menjadi prioritas utamanya. Tapi hari ini ia merasa berbeda. Jodha
yang akan ikut serta dalam DWK telah memberinya kepuasan. Sekarang ia bisa
selalu bersama Jodha, ratu kesayangannya. Sesuai rutinitas, ia bersiap untuk
berlatih pedang. Namun sebelum itu, ia memutuskan untuk menemui Rukaiya. Ia
tahu, tanpa sengaja ia telah menyakiti Rukaiya. Ia bergegas berjalan ke ruangan
Rukaiya.
Jalal sampai di ruangan Rukaiya,
tetapi apa yang ia lihat benar-benar mengejutkannya. Dia berfikir bahwa mungkin
saja kamar Rukaiya sudah seperti kapal pecah yang terkena badai, wajah
berkaca-kaca karena terus menangis, namun yang ada dihadapannya ini adalah
Rukaiya yang sedang menikmati hokkah nya seolah-olah tida ada yang terjadi.
Jalal mendekatinya dan duduk
disampingnya. Sekitar satu menit suasana begitu hening. Seolah-olah itu adalah
hening sebelum badai besar. Rukaiya memecahkan keheningan itu,
Ia menerimanya dengan kuat senyum di
wajahnya. Jalal pergi dekat dia dan duduk di sampingnya. Ada keheningan antara
dua untuk sekitar satu menit. Tampaknya seolah-olah itu adalah keheningan
sebelum badai besar. Rukaiya pun memecahkan keheningan diantara mereka, “Jalal,
bagaimana malam pertamamu dengan Malika-e-Hindustan???” Jalal semaki terkejut
dengan pertanyaannya yang tajam.
Jalal memandangnya dengan penuh
penyesalan, kemudian dia memegang tangan Rukaiya dengan penuh cinta dan berkata
dalam nada rendah, “Rukaiya, aku bisa mengerti kekecewaanmu... Aku tahu aku
telah melukai hatimu... Aku tidak bisa berdiskusi terlebih dahulu denganmu
sebelum membuat pengumuman resmi Malika-e-Hindustan... Tetapi aku telah
memikirkan itu untuk waktu yang lama sebelum membuat keputusan itu... Mungkin ini
adalah pertama kalinya aku mengambil keputusan dari hatiku... Dan aku tidak
ingin orang lain mengambil bagian dari keputusan ini... Aku benar-benar
mengerti bahwa keputusan ini telah menyakitimu...” Jalal berhenti sejenak untuk
membaca ekspresinya. Keheningannya membuatnya semakin bingung. Untuk pertama
kalinya dia tidak bisa memahami apa yang ada dalam pikirannya.
Jalal melanjutkan ucapannya, “Aku tahu
kau sangat terluka... Rukaiya kau tidak perlu menyembunyikan perasaanmu, aku
bisa membaca matamu dengan jelas... Tapi aku ingin kau tahu bahwa kau dan Jodha
berada sangat dengan hatiku... Mungkin kau lebih bagiku... Sejak aku kecil, kau
selalu berada bersamaku... Kau telah menyertaiku dalam perjalanan dari Jalal
menjadi Shahensah Jalal... Bersama-sama kita telah mengalami kebahagiaan dan
kesedihan, suka dan duka kita bersama... Rukaiya, kau adalah satu-satunya yang
memiliki kenangan masa kecilku... Kemurnian hubungan kita tidak akan pernah
bisa memisahakan kita... Tapi hari ini aku berdiri antara persahabatan dan
cinta... Dan aku ingin kau menerima cintaku dari hatimu dan menjaga kemurnian
ikatan persahabatan kita...”
Setelah mendengarkan ucapan Jalal,
Rukaiya berkata sambil mengeluarkan air mata buayanya, “Jalal, aku sama sekali
tidak kecewa padamu, dan tidak akan pernah.. Ya, kadang-kadang aku marah padamu
tapi kau tahu bahwa aku marah karena tidak sengaja... Aku sangat mencintaimu
bahkan aku bisa memberikan hidupku untukmu... Jalal aku tidak bisa melihatmu
khawatir... Aku tidak tahu, mengapa aku tidak pernah menyadari sebelum hal ini
terjadi... Tapi hari ini, tidak ada yang lebih penting bagiku selain dirimu...
Aku sangat senang kau menemukan cinta sejatimu dan aku bahagia jika kau
bahagia... Jalal, aku sangat yakin bahwa Jodha begum akan memenuhi tanggung jawabnya
dengan sangat baik, keputusanmu tidak pernah bisa diragukan... Aku yakin, dia
mampu dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk berbicara di depan
administrator kita yang cerdas... dia tidak akan mempermalukanmu... Dia akan
menghormati dan mendukung keputusanmu di pengadilan...”
Jalal terkejut mendengar penuturan
Ruqaiya. Jalal selalu tahu bahwa Rukaiya mencintainya namun dia tidak pernah
mengakuinya. Dia selalu menghargai kekuasaan dan posisinya melebihi apapun,
bahkan ia lebih mencintai kekuasaannya daripada suaminya. Tapi hari ini,
setelah mendengar perhatiannya, Jalal menatapnya dengan penuh cinta. Dia senang
dan kemudian berkata dengan nada khawatir, “Kau dekat dengan hatiku dan akan
selalu begitu... Jodha akan memerintah hatiku namun kau akan selalu memerintah
pikiranku... Aku merasa hidupku diberkati...” Dia mencium dahi Rukaiya dan
berjalan keluar dari kamarnya dengan air mata kebagiaan.
Ucapan Rukaiya begitu mempegaruhi
Jalal, Jalal terus memikirkan ucapan Rukaiya, “Akankah Jodha mampu berbicara
didepan Administrator yang cerdas dan berbakat??? Apakah dia memiliki
pengetahuan tentang isu-isu politik??? Aku harap dia tidak gugup dihadapan
banyak orang... Dia begitu tidak bersalah dan memiliki pemikiran yang lurus,
bagaimana dia akan menghadapi permainan yang penuh dengan manipulasi... Apakah
aku telah mengambil keputusan yang tepat???” Hati Jalal segera menjawab
pemikirannya, “Mengapa kau khawatit Jalal... Meskipun Jodha baru didalam
permainan politik... Dia tidak sendirian... Setelah semua dukunganmu
untuknya... Dia akan belajar dan mulai memahami hal ini segera... Yang dia
butuhkan di DWK adalah dukungan dan motivasimu... Tenanglah dan yakinlah dengan
keputusanmu... Dia tidak akan pernah mengecewakanmu...”
Setelah melihat Jalal keluar, Rukaiya
tersenyum licik dan berkata pada dirinya sendiri, “Jalal, kau hanya milikku dan
aku akan segera menjadi Malika E Hindustan di kekaisaran Mughal... Tidaka ada
ratu lain yang dapat memerintahkan kerajaan ini selain aku... Aku akan segera
menunjukkan padamu, dimana seharusnya kau menempatkan Jodha Begum...”
Maham masuk kedalam kamar Rukaiya dan
keduanya tersenyum jahat. Langkah pertama dari rencana mereka telah berhasil
mereka lakukan. Sekarang sudah waktunya untuk melaksanakan rencana berikutnya.
Maham bertepuk tangan, “Bagus Rukaiya
Begum! Kau memang cerdas dan licik... Kau adalah pemain yang luas biasa...
Bahkan Shahensah E Hindustan tida bisa mengerti dengan permainanmu... Sekarang
ratu rajvanshi akan menyadari apa itu politik yang sebenarnya... Mari kita lihat
bagaimana ia akan menghadapi dan berbicara dengan begitu banyak orang di
pengadilan... Menjadi Malika E Hindustan bukanlah hal yang biasa dan mudah...
Jalal juga akan tahu, bahwa Rajvanshi yang selalu berfikir dengan hatinya
bukanlah orang yang tepat untuk posisi yang begitu besar... Sebelum kemarin,
Jalal selalu membahas semua masalah denganmu dan menggunakan saranmu... hari
ini, ia pasti akan menyadari betapa cerdasnya dirimu dalam politik dan tidak
ada ratu lain yang mampu mengemban posisi Malika e Hindustan keculai dirimu...”
Rukaiya menyeringai, “Itu semua karena
dukunganmu Badi Ammi..."
Jodha duduk diruangannya, namun
pikirannya terus teringat akan kejadian semalam dan dia tersenyum polos setiap
mengingat Jalal. Bahkan ia tidak menyadari kehadiran Reva. Pagi itu adalah
waktunya untuk melakukan pooja dan Jodha tidak menyiapkan prasad untuk Kanah.
Reva memanggilnya namun Jodha masih hilang dalam lamunannya. Jodha terhenyak
saat Reva memanggilnya dengan sedikit keras, “Apa yang salah denganmu Reva???
Mengapa kau berteriak???” Reva tersenyum nakal, “Tidak... Bagaimana mungkin aku
berteriak padamu Malika E Hindustan!!!”
Sementara itu, Jalal begitu
mengkhawatirkan Jodha, “Bagaimana jika dia gugup saat di Diwan e Khaas hari
ini... Aku akan berbicara dengannya dan meyakinkannya bahwa dia tidak
sendirian... Aku akan selalu mendukungnya...” Jalal pergi untuk menemui Jodha.
Dia berjalan kedalam ruangan Jodha tanpa pengumuman. Ia segera berhenti dan
berdiri disana diam-diam saat mendengar kata ‘Malika e Hindustan’ untuk
mendengarkan percakapan Jodha dan Reva lebih lanjut.
Reva terus saja berbicara, “Apa yang
kau fikirkan Jodha??? Ini adalah waktunya untuk doa kanha, tapi kau belum
menyiapkan prasadnya... Dan mengapa terus saja tersenyum???” Jodha kesal.
“Reva... Bukan seperti itu.. Aku tidak memikirkan apapun...” Reva tersenyum
nakal dan berbicara dengan nada serius, “Hayyy Ram! JODHAAA... Apa ini???
Bagaimana bisa kau mendapatkan tanda merah yang besar ini di lehermu???”
Jodha segera bangun dari sofa dan
bergegas ke depan cermin. Saat bercermin, ia begitu tersipu saat melihat tanda
itu. Reva bertanya lagi dengan nakal, “JODHAAA, bagaimana ini bisa terjadi???”
Jodha sedikit canggung, “Tidak ada Reva... Tidak ada apa-apa... Penghilatanmu
pasti salah...” Tetapi Reva terus berdebat dan ia seolah-olah benar. Ia terus
menggoda Jodha, “Tidak Jodha... Tanda ini begitu besar... Dari mana kau
mendapatkan tanda merah sebesar ini???”
Mendengar perkataan Reva membuat Jodha
sangat malu. Wajahnya bersemu merah. Sementara Reva sangat menikamti melihat
wajah temannya yang bingung, matanya memutar jenaka. Jodha melihat hal itu,
“Sebenarnya, kau salah Reca... Tanda ini dari gigitan seseorang...” Reva
menjadi lebih bersemangat dan bercanda, “Apa yang kau katakan??? Siapa yang
berani menggigit Malika e Hindustan kami???” Dengan nada nakal Jodha menjawab,
“Reva, apakah kau tahu, kemarin malam aku dan Shahensah...”
Jalal sedikit tersenyum dan terkejut
mendengar percakapan Jodha dan Reva yang begitu akrab...
Reva menjadi putus asa untuk
mendengarkan lebih lanjut, “Ya, ya, Jodha... katakan padaku apa yang terjadi
kemudian???” “Kemarin malam aku tidur di kamar Shahensha...” Dia berhenti
sebentar dan memandang Reva untuk melihat reaksinya. Dengan penuh semangat Reva
bertanya, “Katakan padaku... Apa yang terjadi selanjutnya???” Jodha tersenyum
melihat Reva yang begitu tidak sabaran, “Oh Reva... Ada banyak nyamuk
dikamarnya... Pasti, salah satu nyamuk itu yang telah menggigitku...” Reva tak
pecaya begitu saja, “Oh, benar-benar! Oh ya Jodha, sebera besar nyamuk itu???
Tampaknya nyamuk itu tidak hanya satu, itu seperti beberapa keluarga
kerajaan...” Jodha menjadi gugup, “Reva, berhenti menggangguku...” Tetap saja
Reva tak mau berhenti, “Oke Jodha... Lupakan semua ini, katakan saja padaku
dimana saja nyamuk itu menggigitmu???” Reva mulai tertawa geli. Jodha merasa
sangat malu dan menutupi sebagian wajahnya. Reva terus mendesaknya, “Ummm
JODHAAA... Katakan padaku... Jangan malu-malu...”
Jalal memandang wajah Jodha yang
tersipu malu dan mendengarkan percakapan hangat mereka. Kemudian Jalal
mengeluarkan suara, ahhhh hmmm (Bahasa
jawanya dehem, kalau bahasa indonesianya apa ya???) dan memasuki ruangan
dengan senyum diwajahnya. Reva dan Jodha menoleh dan terkejut saat melihat
Jalal. Jalal mulai angkat bicara, “Kemarilah Reva... Aku akan memberitahumu
secara rinci tentang nyamuk kerajaan itu...”
Melihat Jalal yanga da disana, Reva sangat
malu. Dia langsung berlari keluar tanpa mengatakan apapun. Jalal tertawa
terbahak-bahak seperti seorang anak kecil.
Jodha juga sangat malu, wajahnya
memerah. Dia merasa sangat aneh karena Jalal mendengarkan permbicaraannya
dengan Reva, tentang apa yang mereka lakukan tadi malam dan ia menunduk tak
mampu menatap mata Jalal. Melihat wajah tidak bersalahnya Jalal tidak bisa
menghentikan dirinya dan berjalan ke arahnya. Jodha berbalik dan menyembunyikan
wajahnya dengan tangannya. Jalal memintanya untuk berbalik tetapi dia tidak
bergerak dalam malunya. Jalal tersenyum dan perlahan-lahan membalikkan tubuhnya
untuk menghadapnya. Ia membuka tangannya dan mengangkat wajahnya. Jodha merasa
sangat malu dan tidak bisa mengangkat matanya.
Jalal mulai menggodanya, “Aku tahu
Jodha, semua tempat dimana nyamuk itu telah menggigitmu...” Jodha benar-benar
sangat malu, “Shahensaha... Kau menjadi tak tahu malu... Mengapa kau datang
keruanganku tanpa pengumuman dan kau juga mendengarkan percakapan kamu... Aku
tidak ingin berbicara denganmu...” Jodha mendorongnya dan beranjak ke sudut
ruangan.
Jalal tersenyum sambil berjalan ke
arahnya. Setiap Jalal melangkah maju, Jodha melangkah mundur. Akhirnya Jodha
sudah sampai di dinding dan dengan cepat Jalal memblokir pergerakannya dengan
kedua tangannya ditelakkan didinding samping Jodha. Perlahan-lahan... Bersambung
ke Part 2