Written by Samanika
Jodha
bangun di hari Senin yang buruk. Seminggu telah brlalu sejak dia
mendapat pekerjaan. Hari ini adalah hari dimana dia harus melapor
bekerja di perusahaan Jalaluddin Mohammed.
Dia mendengar Ibunya berteriak.
Ibu: "Jodha sayang, bangunlah! Kau harus pergi bekerja."
Jo: "Iya, Bu. Aku sudah bangun."
Jodha beranjak dari tempat tidurnya dan langsung menuju kamar mandi. Dia menyikat gigi, mandi, lalu pergi berdoa pada Kanha.
Jo:
"Kanha, hari ini adalah hari pertamaku di perusahaan Pak Presiden. Aku
tahu dia sudah jahat ddngan semua perlakuannya dan itu bisa berlanjut
dengan caranya. Aku menerima pekerjaan ini hanya untuk menyenangkan Ibu
dan Ayah saja. Tolong berkati aku dengan hari yang baik dan lindungilah
aku darinya."
Sementara itu, Jalal juga sudah terbangun dan menyelesaikan mandinya. Dia menuju ruang ibadahnya dan mulai berdoa,
Jal:
"Ya Allah, hari ini adalah hari pertama Jodha bekrja di perusahaanku.
Tolong berikan aku kekuatan dalam menghadapi wanita cantik seperti
dirinya yang pemberani dan menarik di waktu yang sama. Juga, aku sangat
bingung dengannya. Aku memang mmembencinya, di saat yg bersamaan, aku
juga tak bisa berhenti memikirkannya. Mohon bantulah aku menjernihkan
pikiranku."
Jodha
bersiap-siap untuk hari pertamanya. Dia bermasalah untuk menentukan
pakaiannya. Akhirnya di putuskan untuk memakai celana panjang dan sebuah
blazer (jaket). Dia sangat merasa tidak nyaman dengan cara Jalal
menatapnya, saat Jodha memakai rok. Jadi, dia pikir sebaiknya memakai
celana panjang sesekali, walaupun dia memang suka memakai rok.
Jodha memutuskan untuk tidak pergi bersama ayahnya.
Jo: "Ibu, katakan pada Ayah, aku pergi duluan, dan aku akan bertemu dengannya di kantor."
Ibu: "Baiklah. Apa kau sudah bawa bekal makan siangmu?"
Jo: "Iya, bye.."
Jalal
pu sudah bersiap-siap. Dia memakai kolonye favoritnya dan jam tangan
Rolex, lalu bersiap untuk berangkat dengan supir pribadinya. Dia
menyuruh supirnya untuk mengantarnya ke kantor.
Jal: "Selamat datang di neraka, Jodha Singh." Batinnya.
Jodha
pergi ke stasiun kereta api Mahim. Dia putuskan untuk berangkat dengan
naik kereta api lokal ke kantornya. Dia harus turun di Lower Parel,
dengan 4 kali pemberhentian. Dia menaiki kereta api dan sampai ditujuan
dalam waktu 12 menit. Dari stasiun, dia putuskan untuk berjalan kaki ke
kantor.
Akhirnya dia sampai dikantor dan berjalan menuju ke tempat bagian penerima tamu, dimana ada Ruqaiyya yang sedang duduk.
Jo: "Halo, hari ini adalah hariku untuk mulai bekerja. Ini adalah surat pengangkatannya."
Ruq: “Sini aku lihat dulu."
Ruqaiyya membaca surat tersebut, lalu menyuruhnya untuk menuju ke ruangan Jalal untuk melapor padanya.
Jodha sedang menuju ke ruangan Jalal, disaat itu dia bertemu dengan Salima.
Sal: "Selamat pagi, Bu Jodha. Aku Salima, sekretarisnya Tuan Jalal. Kita sudah bertemu tempo hari."
Jo: "Oh, hai. Panggil saja aku Jodha. Aku mungkin seumuran denganmu."
Salima dan Jodha berbincang-bincang sejenak, lalu Salima mengarahkannya ke ruangan Jalal.
Jodha tiba diruangannya dan mengetuk pintu.
Jal: "Masuklah."
Jodha
membuka pintu dan berdiri di jalan masuknya. Jalal langsung terpesona
melihatnya. Jodha terlihat sangat cantik dalam balutan blazer dengan
rambut kuncirannya. Dia juga memakai syal di lehernya, yang menurut
Jalal sangat cocok sekali dengannya.
Jal: "Wow, Jodha! Kau sangat cantik sekali hari ini, tapi aku masih berharap kau memakai rok, sayangku." Batinnya.
Saat Jodha mulai berjalan ke arahnya, sebuah lagu mulai bersenandung dipikiran Jalal.
"Tune maari entriyaan re"
"Dil mein baji ghantiyaan re"
"Tang tang tang ...."
Jodha
berjalan ke arah Jalal, melepas syalnya dan menguraikan rambutnya. Dia
menatap dengan tatapn dalam dan menggoda. Dia lanjutkan dengan duduk di
pangkuan Jalal.
"Dil ki sun commentriyan re"
"Pyar ki guarantiyan re"
"Tang tang tang..."
Jodha duduk dipangkuan Jalal dan memeluknya erat.
"Arey taada taadi karna"
"Na ab nahi sudharna"
"Phootne laga hai"
"Arey chaahaton ka jharna"
Jalal sedang menikmati pelukan mereka. Lalu dia melepas pelukannya dan mulai mencium Jodha di bibirnya.
"Dil ki na marammatein ho'n"
"Naa ho koi warrantiyan re"
"Tang tang tang..."
"Tune mari entriyan re"
"Dil mein baji ghantiyaan re"
"Tang tang tang..."
Tiba-tiba Jalal tersadar dari khayalannya. Dia melihat Jodha masih berdiri mematung di jalan pintu masuk.
Jodha masuk dan langsun duduk di kursi. Dia menyerahkan surat pengangkatannya pada Jalal, tanpa bebicara sedikitpun.
Jal: "Jadi, kau melapor tepat waktu, ya. Mengesankan!"
Jo:
"Pak Presiden, seperti yanb kubilang, aku mengambil pekerjaan ini untuk
menyenangkan orangtuaku. Aku tidak mau mereka jadi tidak bahagia atau
menderita denga cara apapun.
Jal:
"Baiklah kalau begitu, Jodha. Aku akan membuatkanmu kartu ID-mu. Agar
kau akan dapat mengakses masuk dan keluar kapanpun kau melapor bekerja.
Juga, karena kau adalah manajer bagian Penjualan sekarang, kau akan
punya ruangan pribadi. Saat ini, kau punya dua karyawan bawahanmu. Kau
bisa meminta pada bagian HR untuk menyewakan karyawan lebih sesuai
keinginanmu. Juga, kau bisa memberi izin tidak resmi atau pun khusus,
hanya jika kau sudah bekerja selama 6 bulan di perusahaan ini. Saat ini,
hanya izin sakit yang diperbolehkan. Juga..."
Selagi
Jalal berbicara, Benazir memasuki ruangan Jalal. Dia menyambut Jalal
dengan sangat gembira dan langsung memeluknya erat. Jodha menyaksikan
kejadian yg secara tiba-tiba itu di depan matanya dan terkejut. Benazir
melepas pelukannya dan melihat kehadiran Jodha di ruangan itu.
Benz: "Umm,, maaf. Siapa kau?
Jo: ("Wow!
Ingatannya sangat lemah. Tidakkah dia ingat apa yang terjadi padanya di
pesta lalu? Tapi, aku rasa dia terlalu mabuk untuk bisa mengingatnya."
Batinnya.)
Jal:
"Benazir, dia adalah manajer baru di bagian Penjualan, Jodha Singh.
Jodha, dia ini adalah orang penting di perusahaan kita, Benazir Khan."
Benz:
(mengabaikan Jodha) "Dengar Jalal, aku punya beberapa pekerjaan penting
yang berhubungan dengan keuangan untuk diurus bersama Adham. Apa kau
tahu kapan dia akan datang?"
Jal: "Dia akan datang sebentar lagi. Kau tunggu saja diluar ruangannya."
Benz: " Baiklah, akan kulakukan. Makasih."
Benazir keluar dari ruangan Jalal dan pergi menunggu Adham diluar ruangannya.
Adham
Khan adalah teman masa kecil Jalal dan juga Wakil Presiden di
perusahaannya. Adham menangani banyak pekerjaan di perusahaan,
mengurangi tumpakan pekerjaan Jalal. Jalal sangat memepercayainya dan
selalu menimbang sarannya dalam masalah penting yang berhubungan dengan
keuangan perusahaan.
Jal: "Baiklah, Jodha. Jadi, apakah kau merasa keberatan dalam mengikuti aturan kami dan jenis pekerjaan yang akan kau kerjakan?"
Jo: "Tidak keberatan, Pak Presiden."
Jal: "Bagus. Sekretarisku, Salima akan mengantarmu ke ruang kerjamu. Salima!"
Sal: "Iya, Pak?"
Jal: "Tolong antarkan Jodha ke ruang kerjanya."
Sal: "Tentu, Pak."
Jodha meninggalkan ruangan bersama Salima. Jalal masih memperhatikan Jodha yang pergi.
Jal:
"Oh Jodha! Hanya kau saja yang mampu membuatku bermimpi siang dan
malam. Kau terlihat sangat menarik dan seksi dalam khayalan mimpiku.
Sungguh, aku bisa mati! Tapi tetap saja, kau tak bisa ku maafkan,
Sayangku."
Jodha telah tiba di ruang kerjanya dan baru saja akan mulai bekerja, saat...
Sal: "Jodha, Pak Presiden memanggilmu ke ruangannya sekarang juga."
Jo: "Aku akan segera ke sana."
Jodha memasuki ruangan Jalal dan berdiri di hadapan Jalal.
Jal:
"Jodha, aku ingin tahu tentang pandanganmu dan pemahamanmu mengenai
Penjualan. Jadi, aku ingin kau menyiapkan presentasi sebanyak 30 slide.
Juga, aku ingin kau menulis laporan yang sama sebanyak 100 halaman! Aku
ingin kau menyelesaikannya sampai batas hari Rabu."
Jo: Tapi Pak Presiden, itu sangat mustahil untuk menyelesaikan pekerjaan sebanyak itu dalam waktu 2 hari."
Jal: "Jangat berdebat. Kerjakan saj yang kusuruh. Dan ini adalah perintah, bukan permintaan!"
Jo: "Baik, Pak Presiden. Sesuai keinginan Anda. Tapi kapan harus ku perlihatkan presentasiku?"
Jal: "Hari Rabu."
Jo: "Baiklah."