NOTE:
Tulisan warna merah adalah perkataan Maham Anga dalam hati.
Tulisan warna oranye adalah perkataan Ruqaiya dalam hati.
Tulisan warna ungu adalah perkataan Jodha dalam hati.
Jodha
sedang berdoa kepada Khanah. Sukanya datang dan mencubit pipinya. Jodha
sesaat terkejut, namun setelah melihat Sukanya, ia begitu senang.
Sukanya menghentikan omelan Jodha dengan sikap manjanya, “Sudahlah
Kakak. Berhenti mengomeliku. Sekarang peluk aku.” Tanpa fikir panjang
Jodha langsung memeluknya.
Jodha
menanyakan kabar Sukanya. Jodha begitu rindu dengan Amer dan
kebersamaan mereka di masa lalu. Ia merasa kesepian di Agra. Sukanya
menghiburnya, “Sekarang kami disini Jiji (Kakak). Kami akan
mengembalikan kenanganmu seperti dulu.” Jodha kembali memeluk Sukanya.
Ia melepaskan pelukannya dan membelai wajah Sukanya.
Shivani
berjalan dengan tergesa-gesa di halaman istana. Moti terus
mengikutinya. Shivani melarang Moti untuk menemaninya, meskipun Moti
sudah menasihatinya bahwa wanita yg belum menikah tidak diperbolehkan
pergi sendiri.
Shivani
gugup, ia kemudian mencari alasan bahwa Mirza Hakim ingin menemuinya
seorang diri. Mirza juga sudah mengirim tandu dan pelayan untuknya.
Shivani
melangkah pergi meninggalkan Moti. Setelah kepergian Shivani, Maham
Anga muncul dari tempat persembunyiannya, ia berfikir, “Mirza Hakim ingin menemui Shivani seorang diri. Apa yg di rencakan Mirza?”
Mirza
Hakim sudah berada ditempat para pekerja tukang pahat batu. Disana ia
menghampiri seorang pria yg seninya tampak menarik, dan orang itu
ternyata adalah Tejwan.
Shivani
datang dan Mirza Hakim langsung menghampirinya. Ia menunjukkan seni
ukir yg ada disana dan meminta pendapat Shivani. Shivani terkejut dan
ketakutan saat Mirza Hakim menunjuk ke arah Tejwan, “Lihat itu Putri
Shivani. Aku tahu kesukaanmu. Bukankah itu yg kau cintai?” Mirza Hakim
melanjutkan ucapannya, “Aku tahu kau menyukai Seni Ukir. Pekerja itu
namanya Tejwan. Jika kau menyukai ukirannya, kita akan membawanya ke
Istana.” Tejwan memberi salam ke arah Shivani dengan mata sayu. Tejwan
dan Shivani sama-sama sedih saat Mirza Hakim bahkan mengundang Tejwan ke
istana untuk menghadiri pertunangannya nanti malam, kemudian menikah
besok.
Maham Anga yg mengintip mereka, awalnya juga terkejut, namun setelahnya ia tersenyum sinis. “Ini menarik. Mirza Hakim menyintai Shivani dan Shivani menyintai orang lain. Dan orang itu ternyata adalah seorang tukang.” Shivani dan Mirza Hakim melangkah ke tempat lain.
Mirza
Hakim sudah naik ke atas kudanya. “Terima kasih Putri Shivani karena
kau sudah memenuhi permintaanku dengan datang kesini. Sampai jumpa nanti
malam. Salam.”
Setelah
kepergian Mirza Hakim, pembawa tandu sudah bersiap. Namun Shivani
menghentikannya dan menyuruh mereka untuk menunggu sebentar.
Shivani
diam-diam menemui Tejwan. Ia mengatakan bahwa ia akan segera menikah.
Tejwan menghibur Shivani, “Kita masih memiliki waktu satu hari.” Mereka
berdua berpelukan, Tejwan meminta Shivani untuk datang ke kuil besok
pagi.
Tanpa sepengetahuan mereka, Maham Anga melihat apa yg mereka lakukan. Maham Anga tersenyum sinis, “Kisah cinta mereka tak surut. Cinta abadi. Benar kata orang, bahwa cinta akan membuat orang buta.”
Malam
telah tiba. Jodha berkumpul dengan keluarganya. Nenek Jodha memberi
hadiah kepada Jodha karena Jodha juga termasuk Ratu Mughal dan sebentar
lagi akan menjadi kakak ipar.
Hamida bersama Salima, Ruqaiya dan para pelayan yg membawa hadiah menghampiri mereka. Mereka saling bertukar hadiah.
Ruqaiya terkejut melihat Hamida memberi Jodha hadiah, “Itu
baju Mughal. Budaya dan tradisi Ratu Jodha tidak bisa menerima itu. Apa
ia mau memakainya? Kenapa ibu mau mempermalukan diri sendiri, dengan
mengharap Jodha memakai baju itu?”
Jodha berperang dengan batinnya, “Ibu membuatku dilema. Sekarang aku harus memilih baju dari nenek atau dari ibu.”
Diumunkan
kedatangan Jodha. Saat Jodha memasuki ruangan, semua mata terpukau
menatap kearahnya. Jodha begitu cantik dan anggun memakai pakaian
Mughal. Jodha terus melangkah sambil tersenyum. Ia menundukkan kepalanya
di setiap langkahnya sebagai tanda hormat atau salam. Jalal pun tak
pernah berkedip menatapnya. Hanya Ruqaiya yg tak menyukainya. Bahkan
Maham Anga yg melihatnya justru tersenyum penuh selidik, “Ratu Jodha memakai baju kerajaan Mughal. Ini menarik.”
Resham berbisik ke Ruqaiya dan perkataannya membuat darah Ruqaiya semakin mendidih.
Jodha
sampai dihadapan Jalal. Jalal terus mengamatinya dari ujung kaki hingga
ujung rambut. Jodha memberi salam. Kemudian ia juga memberi salam
kepada Ayahnya dan keluarganya. Raja Bharmal dan Baghwandas saling
memandang melihat penampilan Jodha, namun Raja Bharmal mengisayaratkan
untuk tetap tersenyum. Jalal terus menatap Jodha, ia tak bisa
mengalihkan pandangannya. Bahkan saat Jodha berjalan ketempatnya, Jalal
terus menatapnya.
Jodha
memberi salam kepada Hamida. Hamida memberinya restu dan mencium
keningnya. Kemudian ia duduk disamping Hamida. Hamida begitu bahagia.
Jodha mengatakan bahwa ia memakai pakaian tersebut karena ia ingin
menyambut adik iparnya sebagai Ratu Mughal, “Dan aku ingin membuatmu
bahagia Ibu.” Hamida benar-benar bahagia, “Kau begitu luar biasa Jodha.
Kebaikan hatimu membuatmu berbeda dengan Ratu lain.”
Maham
Anga dan Ruqaiya semakin terkejut saat melihat Jalal terus menatap
Jodha. Maham Anga juga semakin membuat Ruqaiya kesal. “Bukankah sudah
kubilang padamu Ratu Ruqaiya, supaya berhati-hati dengan Ratu Jodha.
Lihatlah, bagaima ia mencoba menarik perhatian Yang Mulia.”
Perayaan
dimulai. Para penari memasuki ruangan. Rahim ikut menari di
tengah-tengah mereka. Jodha tertawa lepas. Jalal yg memandangnya ikut
tersenyum. Jodha sadar bahwa ada sepasang mata yg terus
memperhatikannya. Saat ia menoleh kearah Jalal, Jalal langsung
memalingkan wajahnya dan melihat ke arah depan.
Acara
selanjutnya. Raja Bharmal hendak menyerahkan hadiah. “Ada tradisi dari
keluarga kami Yang Mulia. Dan aku berharap kau mau berpartisipasi.”
Jalal menaggapi, “Karena putrimu sudah melakukan kewajibannya sebagai
Ratu Mughal, maka aku juga harus tugasku sebagai menantu Rajput.”
Akhirnya
pihak keluarga Raja Bharmal dan Jalal melangkah kedepan. Jalal memberi
isyarat kepada Ruqaiya untuk maju menerima hadiah. Ruqaiya pun maju
dengan senyum yg dipaksakan. Jalal menyentuh hadiah tersebut satu
persatu dan kemudian para ratunya (Ruqaiya kemudian Salima) yg
menerimanya.
Tiba
giliran Jodha, Jalal hampir kehilangan dirinya setelah menatap Jodha.
Tangannya tergerak hendak menyentuh wajah Jodha. Jodha yg ditatap
sebegitu rupa, jadi salah tingkah dan juga salah sangka. Ia mengira ada
yg salah dengan gelang hidungnya dan membenarkannya. Ia menerima hadiah
dari Raja Bharmal dan memeberi salam sebelum undur diri. Kekecewaan
tampak jelas di wajah Jalal karena kehilangan kesempatan tersebut.
Jodha
menemui Jalal di Angoon Bag. Jalal masih memunggungi Jodha. Jodha menanyakan mengapa Jalal ingin
menemuinya. Jalal masih membelakangi Jodha, “Aku ingin memujimu. Kau
terlihat cantik dengan pakaian Mughal. Suatu hari, kau mungkin akan
menerima agama kami.”
Jodha
masih dengan sikap angkuhnya, “Tidak. Kau jangan berharap. Aku memakai
baju ini untuk menghormati pemberian Ibu. Aku memakainya bukan untukmu
atau untuk mendengar pujianmu.”
Jalal
berbalik menatapnya, “Jika untuk menghormati hadiah ibu, mengapa kau
memilih warna hijau?” Jalal semakin mendekatinya dan menatapnya dari
atas ke bawah ke atas, “Meskipun kau mengetahui bahwa aku suka warna
itu. Itu artinya kau ingin menyenangkan aku.”
Jodha
terperangah, ia menurunkan pandangannya, “Apa itu yg ingin kau katakan
padaku?” Jalal menyangkalnya dan semakin medekati Jodha, “Menurutku,
Benazir akan terlihat lebih cantik memakai pakaian ini.” Jodha berusaha
menutupi kekecewaannya, “Kalau begitu, kau bisa berikan kepada Benazir
atau minta ibu untuk memberikannya. Aku tidak apa-apa.”
Jalal menegakkan tubuhnya, “Kau tidak suka dia memakai pakaianmu.”
Jodha: “Aku tidak apa-apa Yang Mulia.”
Jalal: “Kenapa kau berubah pikiran Ratu Jodha?”
Jodha: “Sekarang aku tahu kenyataannya, bahwa itu tidak ada bedanya bagiku.”
Jalal:
“Yang aku tahu darimu, kau tidak pernah mengatakan apa yg ada didalam
hatimu. Jika kau bilang tak berpengaruh buatmu, itu artinya berpengaruh
buatmu.”
Jodha
terperangah karena menyadari ucapan Jalal ada benarnya, namun ia tak
menunjukkannya, “Aku pergi dulu, Salam Yang Mulia (sambil menangkupkan
kedua tangannya didepan dadanya.”
Jodha
tiba-tiba berhenti. Jalal menatap Jodha yang memunggunginya, “Seperti
kataku Ratu Jodha, kau tak lakukan keingina hatimu. Jika kau ingin
pergi, kenapa kau berhenti? Kadang aku bertanya-tanya apa yg ada di
pikiranmu, saat kau menolak menghabiskan malam denganku.”
Jodha
dengan cepat berbalik menatapnya, kemudian ia berbalik lagi untuk
pergi. Jalal menghentikannya dan Jodha kembali menatap Jalal. Jalal
mengambil gelang kaki Jodha, “Kenapa kau selalu meninggalkan gelang
kakimu?” Jodha menghampirinya, Jalal melanjutkan ucapannya, “Tolong
bawalah. Aku tak ingin kau menyalahkanku karena menyimpan gelang
kakimu.”
Jodha
mengulurkan tangan kirinya, “Terima kasih telah memberikannya padaku.”
Jalal meletakkan gelang kaki tersebut ke tangan Jodha. Ia tak hanya
meletakkannya, bahkan ia terlihat menggenggam tangannya. Tubuh Jodha
tergetar karena sentuhan tersebut, ia bahkan tidak bisa mengendalikan
ekspresinya. Jalal terus menatap Jodha, “Simpanlah baik-baik.”
Jodha melepaskan tangannya dan melangkah pergi. Jalal terus menatap kepergian Jodha sambil tersenyum.
Komentar:
Suka
dengan episode ini. Beruntung ada yg request sinopsis episode ini. Jika
tidak, kemungkinan besar saya hanya akan ngeshare link aktifnya. Dan
yang membuat saya menyukainya juga, karena Benazir tidak begitu
mendominasi di episode ini. Lelah mata ini, beberapa episode terus saja
melihat Wanita beracun itu.
Episode berapa lagi????