Meena
Bazar sudah dimulai. Semua Ratu menjual sesuatu di kios masing-masing.
Maham Anga melihat suasana di Meena Bazar dengan Resham yg selalu setia
mendampinginya. “Aku tidak tahu apa yg terjadi pada wanita-wanita ini.
Semuanya selalu bersaing setiap kali diadakan Meena Bazar. Kadang aku
fikir aku akan berhenti menjadi Perdana Mentri dan membuka toko, pasti aku akan untung besar.”
Resham
menyahut bahwa itu adalah ide yg bagus. Maham Anga langsung
membentaknya, “Bodoh!” Namun perhatiannya teralihkan kepada sebuah kios
yg dikerumuni banyak orang.
Maham
Anga mendatangi kios tersebut dan ia terkejut karena ternyata itu
adalah kios Javeda yg menjual minyak kecantikan. Maham Anga yg hendak
membuabarkan kerumunan tersebut, justru terdorong ke belakang dan ia
hanya menyaksikan dengan cemas bersama Resham.
Zakira
menghampirinya dan memperingatkannya bahwa minyak tersebut tidak
seharusnya digunakan di wajah. Namun Javeda tak begitu memperhatikannya.
Saat ada seseorang yg menanyakan minyak yg digunakan untuk wajah,
Javeda menyahut, “Gunakan minyak ini pada wajahmu setiap hari.
Percayalah, dalam beberapa hari, wajahmu akan bersinar seperti matahari.
Benazir, dulunya sangat jelek. Tapi setelah menggunakan minyak ini, dia
menjadi lebih berkilau.” Semua orang langsung antusias ingin membelinya
beberapa botol.
Benazir
yg melihat kerumunan itu mendekat dan bertanya kepada Javeda apa yg ia
lakukan. Javeda mengatakan bahwa ia menjual rahasia kecantikan Benazir
sehingga wanita mughal akan terlihat bercahaya.
Benazir
tersenyum dan berkata dalam hati, “Tapi tak seorang pun tahu bagaimana
aku memanfaatkan kecantikanku, untuk mendapatkan keuntungan dari orang
lain.” Kemudian Benazir mengajak Zakira pergi.
Seorang Pengawal mengumumkan bahwa Jalal telah memerintahkan bahwa transaksi Meena Bazar telah selesai.
Semua
yg ada di Meena Bazar berkumpul menyambut kedatangan Jalal. Jalal
memberitahukan bahwa kebiasaannya adalah membeli satu barang dari setiap
kios, namun kali ini dia hanya akan membeli satu barang.
Seorang Pengawal mengumumkan bahwa setiap orang harus menunjukkan satu barangnya kepada Jalal sesuai urutan.
Tentu
saja yg pertama adalah Ruqaiya. Ruqaiya membawa sebuah selendang. Jalal
memuji selendangnya, “Tapi aku tidak bisa membelinya. Aku tidak mau
semua orang berfikir bahwa aku berlakuk curang terhadapmu.”
Namun Ruqaiya
ingin Jalal mengenakan selendangnya meskipun Jalal tak membelinya.
Ruqaiya pun memakaikan selendangnya ke leher Jalal sehingga menutupi
pundak dan lengannya.
Jalal
menunjukkan koohinor yg dibawanya, “Ini adalah koohinor. Ini adalah
mutiara paling langka diantara mutiara. Aku akan menghadiahkan mutiara
ini pada orang yg menjual barang paling unik.”
Jalal
berjalan menghampiri Ratu Salima yg membawa bunga mawar. Salima
menawari Jalal supaya menciumnya. Jalal melakukannya dan memujinya
seperti aroma surga, ia menanyakan alasannya kenapa Salima menjual bunga
mawar.
Salima
menjelaskan, “Pertama karena bunga mawar sangat murah sehingga semua
orang mampu membelinya. Dan yg kedua, karena aromanya dan warna putih
merupakan simbol perdamaian. Bunga ini akan memberikan kedamaian pada
siapa pun yg membelinya.”
Jalal
tersenyum medengar penuturannya, “Alasan dibalik bunga ini lebih
penting daripada bunga ini. Aku yakin, tidak ada seorang pun yg
berfikiran sepertimu.”
Kemudian
Jalal mengahampiri Jodha. Dengan sinis ia menanyakan apa yg dijual
Jodha untuknya. Jodha menjawab, “Aku tidak memiliki apapun untuk aku
jual padamu. Namun aku memilki hadiah untukmu.”
Jalal menimpali, “Ini adalah Meena Bazar. Aku membeli barang bukan menerima hadiah.”
Jodha
meminta hadiahnya yg dibawa Moti, namun Jalal justru melaluinya begitu
saja tanpa menghiraukannya. Jodha sangat terluka dan Hamida terkejut
melihat perilaku Jalal sementara Maham Anga dan Ruqaiya tersenyum
senang.
Jalal
menghampiri Benazir. Benazir menunjukka lukisan Jalal, “Menurutku kau
adalah pribadi yg unik. Kau memiliki keunikan dan kualitas tak
tertandingi. Awalnya, aku sangat sulit mendapatkan barangnya. Karena aku
tidak menemukan sesuatu yg sebanding dengan kejayaanmu. Jadi aku
putuskan untuk membuat lukisan dirimu. Aku tidak ingin dianggap sebagai
seorang seniman. Tapi ini adalah bukti dari penghargaanku.”
Jalal
tersenyum dan memujinya, “Subhanallah. Tidak ada yg berfikir untuk
melukis wajahku secara begitu indah. Tak seorangpun yg bisa membuat
mataku begitu berkerlap-kerlip dalam secarik kanvas. Rasanya aku melihat
diriku didalam sebuah cermin.”
Jalal mengumunkan bahwa Benazir lah pemenangnya. Ia memberikan mutiara dan julukan Koohinor kepada Benazir.
Semua
orang tak menyukainya kecuali Maham Anga. Banyak yg membicarakan
keputusan Jalal karena baru kali ini pemenang Meena Bazar adalah seoang
pelayan. Banyak yg berfikir bahwa Benazir menang karena kecantikannya
bukan karena lukisannya.
Maham
Anga melihat Ruqaiya yg kecewa, “Ada apa Ratu Ruqaiya, mengapa kau
tampak kecewa? Lihatlah orang yg seharusnya kecewa (sambil menatap Jodha
yg kesal).” Ruqaiya menjadi tersenyum setelah melihatnya.
Benazir
berterima kasih kepada Jalal atas hadiah dan julukannya terhadapnya.
“Koohinor selalu menempel pada mahkota Raja. Namun aku lebih senang
berada dikakimu dan melayanimu.” **Di kaki aja dan di injek-injek**
Jalal
hendak meninggalkan Meena Bazar namun Hamida mengehentikannya, “Tuggu
Jalal. Sebagai Marium Makani, aku berharap mengetahui sesuatu. Aku ingin
tahu, apa yg dibawa Ratu Jodha untukmu.”
Jodha
yg awalnya menunduk langsung menegakkan kepalanya mendengar keinginan
Hamida. Maham Anga juga terkejut mendengarnya. Hamida pun memerintakan
Jodha untuk menunjukkannya kepada semuanya.
Jodha
meminta barang yg sudah ia siapkan kepada Moti. Ia membawanya kehadapan
Hamida dan Jalal. Ia membuka penutupnya dan ternyata itu adalah sebuah
ayunan yg terbuat dari emas.
Jodha
menjelaskan maksud hadiahnya, “Ayunan ini adalah doaku untuk Yang
Mulia. Aku tidak tahu Ratu yg mana yg akan memberikan Yang Mulia seorang
Putra Mahkota. (Jalal memalingkan wajahnya dan tampak tak menyukainya).
Tapi aku berdoa agar dia segera mendapatkan Putra Mahkota. Dalam budaya
kami, kami percaya, jika kita menyimpan ayunan di rumah kita, Tuhan
akan mengaruniai seorang anak. Itu sebabnya aku ingin memberikan ayunan
ini sebagai hadiah. Ibu, bagaimana bisa aku menjual sebuah ayunan demi
uang?”
Hamida
membenarkan ucapan Jodha, “Tak seorang pun bisa memberikan harga untuk
ayunan ini. Walaupun sebuah Koohinor, tak akan sebanding dengan ayunan
ini.” Semua orang tampak tak menyukainya, kecuali Salima.
Hamida
melepaskan kalungnya, “Bagaimanapun, orang yg memberi hadiah pantas
dihargai. Aku ingin memberikan kalung ini sebagai rasa terima kasihku.
Ini adalah pusaka keluarga kami, sejak banyak generasi. Terakhir, Raja
Humayun menghadiahiku kalung ini.” Hamida memakaikan kalungnya kepada
Jodha, “Selanjutnya, pusaka keluarga ini menjadi milikmu, Ratu Jodha.”
Hamida melihat ke arah Jalal. Jalal melirik Jodha dengan sengit dan Jodha juga membalas lirikannya dengan tak kalah sengitnya.