Memikirkan
tentang caranya memperlakukan Jodha, ia merasa sangat menyesal dan
merasa bersalah yang tidak dapat dijelaskan. Jalal sendiri bingung
dengan emosinya dan memiliki banyak pertanyaan dalam pikirannya.
“Mengapa aku merasakan kesedihannya? Aku harus menakkukkannya, tetaou
mengapa air mata ini mengalir dan hatiku terasa sakit? Mengapa hatiku
menangis melihatnya seperti ini? aku tidak memiliki hati, tapi mengapa
begitu banyak rasa sakit yang menyesakkan? Mengapa aku begitu lumpuh?
Setiap kali aku menyakitinya, aku merasa sengsara. Kebenarannya Jodha,
kepolosan dan kemurniannya selalu menggangguku. Dia adalah satu-satunya
orang yang tidak takit padaku.”
Jalal
merasa kesal pada Jodha namun pada saat yang sama ia terlalu mengagumi
kesuciannya. “Aku harus menghargai dunianya tanpa pamrih. Dia telah
mengorbankan seluruh hidupnya untuk menyelamatkan kehormatan orang
tuanya. Seluruh hidupnya ia selalu menyembah Tuhan. Iman kepada Tuhan
menjadi ilahi. Aku
tidak pernah melihat siapapun yang begitu murah hati dan memiliki hati
yang murni. Hari ini dia bahkan tidak membantah atau mengatakan satu
kata pun, tapi keheningan itu begitu kuat, matanya telah menunjukkan
begitu banyak kesedihan. Cintanya untuk Kresna jadi ilahi, dia begitu
banyak dikhususkan untuk Tuhan. Dia begitu murni. Mengapa aku
membencinya dan untuk apa? Hanya karena dia mengatakan kepadaku bahwa
dia telah membunuh prajurit Mughal dan ingin membunuhku, aku
menghukumnya dengan brutal seperti ini. Padahal ketika ia mengatakan
kepadaku semua itu, dia bahkan tidak tahu bahwa ia sedang berbicara
denganku, Jalalludin, Raja Mughal. Ketika saya bertemu dengannya untuk
pertama kalinya, dia begitu sengit, bahagia, bangga, penuh kehidupan,
dan begitu polos. Apa yang telah kuperbuat padanya? Aku telah mengambil
senyumnya, aku belum melihat bahkan senyum kecil di wajahnya sejak
pernikahan kami, senyumnya yang indah telah lenyap, wajahnya tampak
sangat pucat, hari ini ia mengikuti segalanya seperti boneka, dia bahkan
tidak berjuang atau berpendapat lagi, sedikit demi sedikit aku
membunuhnya dari dalam. Tapi mengapa aku begitu banyak memikirkannya?
Mengapa dia begitu penting bagiku? Mengapa penolakannya begitu banyak
menyakitiku? Mengapa aku ingin melihatnya siang dan malam. Mengapa
setelah aku melihatnya aku lupa semuanya? Aku merasa seperti dia telah
menangkapku di Mantra ilahinya. Ketika dia dekat denganku, hatiku merasa
damai. Tetapi pada saat yang sama, ketidaktahuannya memberiku luka yang
dalam pada hatiku.”
Memikirkan
semua itu, perlahan-lahan Jalal telah mengalahkan dirinya sendiri. Dia
tidak pernah mengalami emosi ini sebelumnya. Tanpa sadar, hatinya telah
mencair untuk Jodha.
Akhirnya,
ia memutuskan bahwa ia tidak akan menyakiti Jodha lagi dan akan
memberikan rasa hormat yang sama seperti ratu lain. Dia selalu
menghinanya. Dia belum pernah memberinya pentingnya sebagai ratu, namun
dia akan mengubah segalanya sekarang.
Dalam Kamar Maham Anga.
Adham berteriak kepada Maham, "Kau tidak mengasihi anakmu sendiri. Bagaimana bisa kau setiap waktu mendukung Jalal bukan aku?"
Maham
menyangkalnya, "Kapan kau akan belajar politik? Berhenti bertingkah
seperti anak bodoh. Menaklukkan sultan bukanlah prmainan anak-anak.
Kapan kau akan memahamiku dan niatku? Aku sangat membenci Ratu Jodha.
Dia tidak layak untuk menjadi ratu. Rajvanshis ini terlihat baik hanya
sebagai "GULAMS" (hamba). Aku akan memberinya pelajaran besar dan segera
mengirimnya kembali ke Amer selamanya. Tapi sampai itu terjadi, kau
harus sabar."
Di ruangannya Jodha.
Hamidah
datang ke kamar Jodha untuk bertemu dengannya setelah ia keluar dari
selama tiga minggu untuk pekerjaan politik. Setelah ia kembali, ia
mendengat perlakuan Jalal terhadap Jodha. Ia tahu bahwa Jalal dan Jodha
tidak mempunyai hubungan sebagai suami istri, namun dia memiliki harapan
bahwa suatu hari Jodha akan mengubah Jalal.
Jodha
mempersiapkan pooja (doa) ketika ia melihat hamidah banoo. Dia
memberinya senyum yang menyenangkan dan lembut, "Pranam Ammijaan,
bagaimana kabarmu?"
Hamidah
tersenyum dan menjawab, "Kabarku baik sayangku. Bagaimana denganmu?
Apakah kau menyesuaikan diri dengan baik di Agra?? Sepertinya kau merasa
tidak puas di Agra. Apakah kau kehilangan keluarga dan Amer?"
Jodha dengan nada santai menjawab, "Tidak Ammijaan, tidak ada yang seperti itu, aku bahagia disini, aku tidak memiliki keluhan."
Hamidah
membelai pipi Jodha dan mengatakan padanya lagi "Jika kau memiliki
masalah datang kepadaku Kapan saja, aku seperti ibumu." Ia mencium dahi
Jodha dan berjalan keluar.
Sementara
mempersiapkan pooja (doa) Jodha berbicara dengan Moti tentang segala
yang terjadi di ruangan Jalal. "Moti, aku tidak tahu mengapa, tapi
Sahenshah terakhir kali memegang tanganku dan menghentikanku dari makan
dan mengatakan padaku untuk pergi melakukan pooja (doa). Aku heran ia
masih ingat bahwa aku tidak makan tanpa doa. Kau tahu Moti, jika aku
harus menggigit itu, aku akan mati dalam rasa bersalah. Tapi begitu
sulit untuk mengerti dia, aku tidak yakin tapi aku merasa tindakannya
yang memberinya sakit. Perintahnya dipenuhi dengan ego dan kekejaman
tapi matanya telah menunjukkan kesedihan."
Moti berkata dengan serius, "Ku pikir Sahenshah bukan orang yang buruk. Ia sangat baik kepada orang-orang yang dia kasihi..."
Jodha
dengan cepat memotong ucapan Moti, "Dan dia sangat menyakitkan bagi
orang yang dia benci dan ia tidak akan kehilangan kesempatan untuk
membalas dendam padaku."
Moti
berpendapat, "Tetapi Jodha, sejauh ini ia telah memegang janjinya tidak
menyentuhmu tanpa izinmu dan dia juga membiarkanmu untuk melanjutkan
agamamu, dan juga melawan banyak orang, bahkan dipengadilan dia berdiri
melawan Adham demi membantumu. Jodha, cara ia merawatmu malam itu, aku
tidak bisa melupakan dia memang tampak kesakitan dan khawatir padamu. Di
aula harem ketika ia menyadari tidak ada kursi untukmu, segera
mengaturnya dan membuatmu duduk di kursi Ratu Rukaiya dan undangan itu
mungkin karena Pelayan yang membuat kesalahan. Kau juga telah
menghinanya beberapa kali. Kau berjalan keluar dari Aula Harem dan
menyebutnya pembohong didepan Ratu Ruqaiya dan Ratu Salima.”
Jodha
marah, "Moti, mengapa kau berbicara begitu banyak untuk mendukung
Sahenshah? kau temanku atau temannya?? Biarkan aku menyelesaikan poojaku
(doa). Jalal akan menghukumku jika aku terlalu lama melakukan pooja
(doa).”
Jodha
merasa jauh lebih baik setelah berbicara dengan Moti dan Hamidah.
Emosinya dalam sehari akan naik karena Jalal, namun dihari berikutnya ia
akan melakukan sesuatu yang bisa membuatnya turun lagi. Setiap harinya
di Agra penuh dengan kejutan dan kejutan.
Jodha
duduk di depan Kresna dengan rasa bersalah, dia meminta maaf kepada
Kresna untuk tidak menjaga janjinya dan mengucapkan terima kasih telah
menyelamatkannya dari melakukan dosa.
Dia
memulai doanya dengan bernyanyi Aarti dengan suaranya yang merdu. Jalal
diam-diam datang dan berdiri dibelakangnya saat ia melakukan pooja
(doa) dan Aarti. Dia benar-benar tenggelam dalam setiap kata doanya
ilahi.
Setelah
menyelesaikan pooja (doa) ia berpaling dengan Aarti thal di tangan dan
melihat Jalal berdiri di belakangnya dan menunggunya menyelesaikan
doanya.
Jalal
menunggu Jodha memberinya Aarti tetapi Jodha memutuskan tidak
menawarkannya karena Jalal tidak tahu bagaimana cara mengambilnya.
Jalal menghilangkan keheningan dan bertanya, "Jodha, apakah kau tidak memberiku aarti hari ini?"
Jodha
terpana dan menatapnya dengan ekspresi yang bingung. Dia tidak bisa
percaya apa yang dia dengar, 'Ia ingin AARTI' pikirnya.
Melihat Jodah berdiri seperti patung Jalal bertanya lagi dengan nada sedikit keras, "Tidakkah engkau berikan kepadaku aarti?"
Jodha
melirik sepatu Jalal dengan ekspresi yang gelap dan menjawab,
"Sahenshah, pertama-tama keluar dari kamar ini dan menanggalkan sepatumu
dan ingat jangan pernah masuk Ruangan ini dengan sepatumu. Berjalan di
tempat suci dengan sepatu berarti tidak menghormati Tuhan.”
Nada
tegas dan tidak menghormatinya benar-benar mengganggu Jalal, tapi ia
menelan kemarahannya dan memandang tajam dan berjalan keluar dari
kamarnya untuk menanggalkan sepatunya. Kemudian ia kembali kedalam
dengan kaki tanpa alas kaki.
Jodha
terlihat bingung, kemudian ia menyodorkan aarti thal ke arahnya. Jalal
mengambil aarti dengan cara yang benar dan kemudian mengambil sejimpit
sindoor dari piring dan mengisikannya kedalam maagnya.
Sebenarnya
Jalal tidak ingin melakukan seperti ini. Namun ia tidak bisa
mengendalikan dirinya dan juga mungkin ia ingin mengingatkan Jodha bahwa
ia telah menikah dengannya dan hanya miliknya.
Setelah
itu Jalal duduk di sofa kemudian meminta Jodha dengan cara yang sangat
sopan, "Jodha Begum, bisakah kau duduk disebelahku. Aku ingin berbicara
denganmu.”
Jodha
terkejut melihatnya begitu tenang bahkan sikapnya begitu sopan. Dia
akhirnya memecahkan keheningan, “Sahenshah, aku baik-baik saja disini.
Katakan padaku, apa yang ingin kau bicarakan.”
Jalal
merasa sedikit suram dengan perkataan Jodha yang dingin. Ia menjawab
pertanyaan Jodha dengan sopan, “Jodha begum, kau tidak perlu melanjutkan
sepanjang hari denganku. Kau bebas dari syaratku. Aku akan berperilaku
seperti yang kau ingin aku lakukan dengan orang tuamu. Aku ingin...” Dia
ragu-ragu dan kemudian melanjutkan, “Aku minta maaf atas perilakukku
sebelumnya hari ini. Aku seharusnya tidak pernah mengambil keuntungan
dari situasi yang ada.”
Jodha
memandang Jalal dnegan terkejut karena ia tidak bisa percaya bahwa
Jalal benar-benar meminta maaf kepadanya. Tapi kemudian Jodha merasa
seperti Jalal mungkin hanya merasa kasihan padanya, maka dengan nada
sombong ia berkata, “Sahenshah, aku tidak ingin belas kasihanmu. Aku
akan memenuhi syaratmu dan tetap denganmu sepanjang hari dan mematuhi
perintahmu. Aku mengharapkan perlakuanmu setelah aku menerima syaratmu,
tapi bagiku menghormati orang tuaku dan keluargaku lebih penting
daripada harga diriku sendiri."
Tidak
ingin menyakiti egonya lagi, Jalal mengatakan, “Oke. Seperti yang kau
inginkan Jodha Begum, bersiap-siaplah untuk menghabiskan sepanjang hari
denganku. Berisiap-siaplah dalam sepuluh menit, aku ingin berkuda.”
Jalal menatap Jodha langsung, “Aku ingin kau menjadi pendampingku bukan
menjadi pembantu atau boneka. Jika kau ingin bersamaku, maka datanglah
dengan martabatmu. Kau ratu Kekaisaran Mughal, jika kau masih akan
bertindak seperti boneka, maka jangan pernah muncul.” Jalal berbalik dan
berjalan keluar tanpa melihatnya.
Jodha
merasa sedikit lega dengan perubahan perilaku Jalal, namun pada saat
yang sama dia mempunyai keraguan pada dirinya, “Mengapa dia tiba-tiba
menunjukkan perubahan ini? Mungkin dia memiliki permainan lain yang
direncanakan dalam pikiran? Tapi ia terdengar sangat meyakinkan. Mengapa
aku selalu merasa dia benar-benar menyukaiku? Aku melihat kerinduan
yang mendalam di matanya padaku. Setiap kali aku melihat matanya, aku
merasa benar-benar terpesona kepadanya dan melupakan semuanya. Mengapa
aku selalu merasa seperti ia berpura-pura membenciku, tetapi tidak
benar-benar membenciku?” Jodha tiba-tiba keluar dari pikirannya. “Oh
Khanah... Mengapa aku begitu tertarik kepadanya?? Mengapa aku menjadi
begitu bodoh? Dia memarahi dirinya sendiri.”
Kini dia tiba di kandang kuda dimana Jalal menunggunya.
Jalal bertanya lembut, "Jodha begum, Apakah kau ingin naik dengaku atau apakah kau tahu cara menunggang kuda?”
Jodha tersenyum dan berjalan melaluinya kemudian mengambil kuda putih terbaik untuk dirinya sendiri.
Jalal berjalan mendekatinya dan dengan nada mengejek ia berkata, "Jodha Begum, kuda ini sulit untuk ditangani, ia sangat cepat dan murung." Jalal berhenti, ia tersenyum sinis sambil menggosok dagu kuda dan mengejek Jodha, “Aku fikir kuda ini akan cocok untuk seleramu. Kalian berdua memiliki kepribadian yang sama.”
Jodha melirik Jalal dengan senyum di wajahnya dan menjawab sinis, "Sahenshah, Aku sangat baik dalam mengendalikan kuda-kuda yang sulit,
liar dan gila. Aku akan mampu mengendalikannya dengan baik. Aku tidak membutuhkan saran darimu." Kemudian dia melompat siap untuk naik kuda.
Jalal dengan rendah hati mengatakan, "Terlihat seperti kau adalah seorang ahli dalam berkuda juga."
Jodha menjawab dengan bangga, "Jangan pernah lupa bahwa aku adalah seorang putri Rajvanshi. Jika perlu, aku dapat menyelamatkan hidupmu juga."
Jalal senang melihat Jodha kembali kepada sikap sengitnya. Jalal dengan amarah kecil menjawab, "Jodha Begum, kau terlalu arogan dan kau meremehkan kemampuan Jalal. Kenapa kau tidak membuktikan kepadaku bahwa kau lebih baik dalam berkuda daripada aku?"
Darah Rajvansi Jodha seperti direbus, “Oh, jadi kau menantang ratumu Sahenshah!”
Jalal menatapnya dan menjawab, “Ya! Putri Rajvanshiku. Itu adalah sebuah tantangan."
Jodha dengan yakin berkata, "Tentu, aku siap untuk itu."
Jalal menunjuk jarinya dan berkata. "Lihatlah akhir tanah terbuka ini, jauh, ada sebuah pohon besar di dekat Danau dan pada pohon itu ada kain merah yang menggantung, siapa saja yang mendapatkan itu maka memenangkan perlombaan."
Keduanya saling memandang dan melirik dengan seringai di wajah mereka kemudian memulai balapan. Tentu Jalal lebih baik dalam Berkuda daripada Jodha jadi dia sedikit di depannya. Tetapi ketika ia melihat kembali untuk melihat Jodha ia tidak fokus karena kecantikannya. Rambutnya, chunninya yang hijau terbang di udara dan wajahnya bersinar dan matanya menatap pada target. Jalal begitu terkesan dengan keterampilan berkudanya dan tersesat pada kecantikannya yang memesona.
Gangguan ini membuatnya lebih lambat dan Jodha kini bisa mendahului Jalal.
Jalal menyadari ia berada di belakang sekarang jadi dia melakukan semua upaya untuk memenangkan perlombaan. Sekarang mereka sedang sejajar. Untuk beberapa waktu, mereka sudah dekat dengan target.
Jodha memperhatikan bahwa Jalal terus menatapnya tanpa berkedip. Ia sedikit tersipu, namun kemudian ia fokus pada target.
Mereka hampir mencapai tujuan.
Akhirnya, Jalal mulai berfokus pada balapan untuk menang. Jodha memperhatikan bahwa Jalal juga berusaha keras untuk menang dan mereka berdua melompat dari kuda pada saat yang sama untuk menangkap kain. Mereka berdua menyambar kain bersama-sama tetapi Jodha kehilangan keseimbangan dan akan jatuh. Saat itu Jalal menyadari bahwa Jodha jatuh, ia mencoba untuk menyelamatkan dirinya dan ia kehilangan pegangannya pada kain tetapi Jodha berhasil diselamatkan.
Jodha jatuh dilengan Jalal dengan kain ditangannya. Matanya ditutup karena jatuh jatuh. Pernapasan mereka keras dan terdengar. Jalal menatap Jodha dan bernafas dalam-dalam. Jodha tampak begitu polos dengan mata tertutup, seperti seorang anak kecil. Ia mencengkeram lener Jodha dan menyembunyikannya didadanya. Jalal tidak ingin membiarkannya pergi dari tangannya. Aroma manisnya, perlukannya yang nyaman dan lembut membuatnya gila. Dia ingin memelekunya erat dan mencium bibirnya dengan lembut.
Setelah beberapa detik, Jodha membuka matanya dan melihat aura yang bergairah di mata Jalal. Pengangan posesifnya dan tatapannya memberikannya getaran.
Tiba-tiba Jodha merasa malu dan sedikit tersipu dengan tatapan Jalal. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Jalal, pandangannya dan raut wajahnya bahkan menginginkan lebih.
Setelah beberapa detik, Jodha sadar bahwa Jalal telah memegangnya begitu lama dan membuatnya sedikit tidak nyama.
Dengan nada rendah dia berkata, “Shahenshah, tolong lepaskan aku.”
Jalal keluar dari pesona sihirnya dan dengan nafas hangat dia tersenyum dan kemudian melepaskan Jodha.
Jodha merasa malu, “Terima kasih telah menyelamatkan aku Sahenshah, tapi kau telah kalah dari permainan ini.” Jodha terdengar lebih bersemangat dan menyenangkan. Kemudian dia menunjukkan kainnya kepada Jalal dan kebanggan kemenangan terpancar diwajahnya.
Jalal menatap Jodha tanpa merasa bersalah. Dia tersnyum dan menhawab, “Jodha begum, siapa yang tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah?”
Jodha tahu apa yang Jalal ingin katakan. Mereka berdua tersesat lagi di pandangan masing-masing.
Dalam pikiran Jodha, “Oh Tuhan... dia begitu menarik dan menawan. Ia dapat mempesona setiap wanita dengan satu tatapan. Maka tiba-tiba terpikir padanya bahwa dia sedang menatap Jalal, sehingga untuk menyembunyikan emosinya dia cepat bertanya, "Mengapa kau tiba-tiba begitu baik?"
Jalal berkata dengan nada santai sambil berjalan menuju pohon, “Jodha begum, tak bisakah kau melupakan masa lalu dan mulai lembaran baru, mengapa kita tidak bisa sedikit saling mengenal lebih baik?”
Jodha sedikit kesal, “Jadi kau mengatakan bahwa aku yang selalu ingin melawan?"
Jalal menoleh padanya dan mulai tertawa.
Hari itu pagi yang indah dan cerah. Ada danau kecil didekat pohon. Seluruh daerah itu begitu damai dan tenang, burung-burung berkicau, angin sejuk bertiup. Danau dikelilingi oleh bunga mawar berwarna-warni dan bunga melati. Itu adalah tempat yang sangat damai dan cukup menenangkan.
Jalal pergi di bawah pohon besar dan duduk di rumput untuk bersantai. Dia memanggil keras, "Jodha begum, kemarilah duduk denganku dan bersantai."
Awalnya Jodha merasa agak ragu, namun kemudian ia pergi dan duduk disamping Jalal.
Jodha begitu tertarik pada Jalal, itu sebabnya ia sedikit ragu-ragu dan takut duduk begitu dekat dengan Jalal.
Mata Jalal terpejam, namun dia bisa merasakan kehadiran Jodha didekatnya. Jodha menatap kepribadiannya yang menarik dengan bahu atletis yang luas.
Tanpa membuka matanya Jalal berkata, "Jodha begum berhenti menatapku seperti ini."
Jodha menyipitkan matanya, “Mengapa aku akan melihatmu?”
Jalal menjawab dengan cepat, “Jangan malu Jodha, aku telah melihat berkali-kali bahwa kau ingin mentapku.”
Jodha menjawab dengan polis, “Jadi bagaimana jika aku melihatmu. Aku juga melihat kau menatapku, pada kenyataannya, kau hanya kehilangan hari karena kau terlalu sibuk menatapku.”
Jalal tersenyum misterius dan bertanya, "Apakah kau tahu mengapa aku suka menatapmu?"
Jodha menjawab dengan gugup, "Aku tidak tahu dan aku tidak ingin tahu Shahenshah."
Jalal dengan mata tertutup tersenyum dan berkata, "Jodha begum, Apakah kau tahu ini adalah salah satu tempat favoritku! Setiap kali, aku merasa kesepian, atau terlalu tertekan, aku datang kesini untuk bersantai. Ini adalah kerajaan pribadiku. Tidak seorang pun diperbolehkan datang kesini, bahkan Ratu Ruqaiya, aku selalu datang kesini sendirian. "
Jodha dengan suara heran bertanya, “Lalu mengapa kau membawaku kesini?”
Jalal membuka matanya dan memandangnya dengan cinta yang mendalam dan kuat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia memejamkan matanya lagi untuk bersantai.
Jodha sangat tersipu dalam keheningan dan berpikir... “Mengapa dia tidak bisa mengatakan sesuatu? Bagaimana aku katakan padanya bahwa aku begitu putus asa untuk mendengar apa yang dia katakan hanya dalam melihat dalam diam?”
Mereka berdua sudah sangat lelah dan sama sekali tidak tidur semalam. Suasana sangat sejuk dan tenang, angin sepoi-sepoi membuat mereka mengantuk, dalam beberapa menit keduanya terlelap dalam tidur dengan suara yang menenangkan.
Tidur ini seperti sihir, membasuh kemarahan mereka. Keduanya merasa tenang dan pasif, mereka merasa seperti mereka beristirahat setelah perang besar.
Dalam nyenyak, Jodha berpaling untuk mendapatkan dukungan dan tidak sengaja menyandarkan kepalanya pada bahu Jalal, rambut panjangnya yang halus itu meniup di wajahnya. Tangannya berada di dada Jalal.
Rambutnya akhirnya membangunkan Jalal. Setelah membuka matanya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Jodha yang bertengger di atas bahunya seperti sebuah keindahan dalam tidur, rambutnya di wajahnya, yang membuat dia lebih manis. Jalal ingin memeluknya erat dalam pelukannya, namun ia mengendalikan keinginannya dan hanya memegang tangannya dan kembali tidur.
Beberapa menit kemudian... mereka saling berpelukan dalam tidur, mereka berdua tahu dalam tidur mereka memeluk tetapi tidak ingin menghentikan mimpi mereka yang paling indah. Ini adalah sentuhan pertama cinta mereka, dan untuk jodha ini adalah pertama kalinya dia pernah menyentuh seseorang secara sensual. Otaknya berhenti bekerja untuk sementara waktu... yang ia ingin lakukan adalah bersembunyi di bahu Jalal yang luas.
Jalal tidak percaya dengan apa yang terjadi dan perlahan-lahan pelukan bersalah mereka berubah menjadi bergairah dan pelukan yang paling romantis. Jalal memiliki tubuh Jodha dalam pelukannya begitu kuat, sehingga mereka dekat satu sama lain, mereka bahkan bisa mendengar detak jantung satu sama lain.
Jodha sepenuhnya kehilangan indera dan kendali dirinya, dia mencair di tangan Jalal yang berotot seperti es yang mencair karena terbakar, ini adalah saat-saat paling lemah yang pernah ia alami. Mereka tenggelam dalam pelukan mereka selama lebih dari lima menit. Keduanya merasa sangat konten. Perlahan-lahan, pelukan Jalal pada Jodha semakin kuat dan semakin kuat.
Akhirnya Jalal membuka matanya dan melihat Jodha yang bergitu menawan, ia tersenyum kemudian dengan lembut ia mencium mata Jodha kemudian menggosokkan pipinya dengan pipi Jodha.
Jodha merasa sangat malu... dia tidak mau membuka matanya. Satu tangan Jalal berada dibawah kepala Jodha dan setengah tubuh Jodha menjadi miliknya. Ibu jarinya dengan lembut berpindah ke bibir bawah Jodha dan kemudian tersenyum melihat bibir Jodha yang menggigil. Ia kemudian bersandar dan mencengkeram seluruh tubuh Jodha kemudian mencium bibir Jodha dengan hati-hati. Ia hanya menyentuh bibirnya selama beberapa detik.
Sebagian kecil otaknya yang masih berfungsi mengatakan bahwa ia bodoh, namun tubuhnya merasa sulit untuk berhenti. Perlahan-lahan Jalal melepaskan perhiasan Jodha dari wajanya dan sedikit menarik dirinya dan menunggu responnya.
Jodha membuka matanya dengan malu dan melihat wajah Jalal dan matanya yang menginginkan lebih.
Jalal memiliki begitu banyak wanita dalam hidupnya, tapi dia tidak pernah menginginkan seseoang seperti ia menginginkan Jodha, kerinduan terhadap Jodha adalah obsesi. Sentuhannya membuat Jalal merasa lengkap. Perasaan kebersamaan dengan Jodha begitu luar biasa... Jalal ingin memberikan dirinya pada Jodha. Dia ingin mencintainya dan memberikannya jaminan bahwa Jodah miliknya dan dia akan selalu aman dan dikasihinya.
Hubungan suami istri diantara mereka hampir terjalin. Namun saat Jalal akan membuka dori Jodha, Jodha tersadar bahwa ia sudah pergi terlalu jauh.
Jodha mendorong Jalal dan langsung berdiri. Dengan terhuyung-huyung ia melangkah beberapa langkah ke belakang dan berkata dengan nada hampir berbisik, “Kita tidak boleh melakukan ini Shahensah.”
Jalal mendekati Jodha dan berkata dengan sabar tanpa menyentuhnya, “Kita akan gila jika tidak melakukannya.”
Jalal meilihat ke dalam mata Jodha ada hasrat mendalam ada kemungkinan Jodha akan menolaknya juga.
Jalal menariknya ke arahnya dan bertanya, “Mengapa tidak? Aku suamimu. Kita tidak melakukan hal yang salah Jodha.”
Keinginan Jalal sangat besar, dia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, ia sudah tidak siap untuk mendengar kata TIDAK. Jalal menarik Jodha lebih dekat dengan semangat dan sedikit kemarahan.
Translate by ChusNiAnTi