Abdul, Jalal dan Jodha yang pingsan akhirnya tiba di ashram (pertapaan) Pandit Raghavendra. Jalal menggendong Jodha
dalam pelukannya, dia terengah-engah nyaris kehabisan nafas sampai
terhuyung-huyung. Dia berjuang mengatur nafasnya dalam mengatasi rasa
paniknya dan rasa ketidaksabaranya. Dia menjadi takut dan lebih takut
lagi dalam setiap detiknya melihat kondisi Jodha yang semakin
mengkhawatirkan.
Jalal yang tidak sabar berteriak dengan sangat keras "Buka
pintu” setelah mencoba menunggu beberapa detik tapi tak ada jawaban
akhirnya dengan segera menedang pintu. Dia tahu bahwa tindakanya ini
tidak sopan sama sekali tapi tak ada kebijaksanaan lain yang tersisa.
Jalal berteriak lantang “tolong... Dapatkah seseorang membantu saya.”
Karena
kegaduhan yang ditimbulkan Jalal, hampir semua orang di ashram
terbangun dengan tiba-tiba dan mendapatkan shock ringan. kepala Pandit
dari pertapaan hampir berlari dengan wajah shock ngeri menuju pintu dan
menatap Jalal dengan sedikit kemarahan, tapi segera ia menyadari
situasinya dan melihat Jodha dalam pelukannya, Pandit langsung mengerti
dengan sikap paniknya. Untungnya, Jodha adalah salah satu shishya-nya
(mahasiswa) dan ia mengenalinya dengan segera.
Jalal
dengan Nada Khawatir dan memohon mengatakan "Saya tidak punya waktu
untuk menjelaskan Panditji, tapi saya butuh bantuan Anda. Apakah Anda
memiliki hakim (dokter) di Ashram anda? Istri saya terkena racun dan dia
tidak memiliki banyak waktu lagi." Dia mengambil jeda singkat untuk
melihat reaksi pandit itu. Namun ketika dia tidak mendapat tanggapan
dari dia, usaha terakhirpun dilakukanya, ia terus berbicara dengan nada
memohon "Tolong bantu saya, saya akan memberikan apaun yang Anda
inginkan, Anda dapat mengambil hidup saya tapi tolong sembuhkanlah istri
saya." Pandit menatap Jalal dengan tatapan bingung, air mata dan
ketidakberdayaanya sangat menyakitkan untuk dilihat.
Pandit dengan sabar
meminta Jalal untuk menenangkan diri, dengan suara lembut dia berkata
"tenangkanlah dirimu anakku, sekarang tempatkanlah Jodha di tempat
tidur, aku akan mencoba yang terbaik untuk menyelamatkannya."
Jalal
sempat kaget mendengar Pandit Ashram memanggil nama Jodha, tapi pada
saat itu ia tidak tertarik untuk mencari tahu bagaimana dia tahu nama
Jodha, bahkan dia tak tertarik untuk berbicara apapun. Perhatianya
sepenuhnya hanya pada keselamatan istri tercintanya saja.
Pandit: "Apakah kau tahu berapa lama dia terkena racun dan ketika ia kehilangan kesadaranya?" tanya pandit tersebut.
Jalal:
"Sudah 3 jam", dia menjawab dengan nada cemas luar biasa, seluruh
tubuhnya menggigil karena takut. Ia lupa untuk sementara waktu bahwa ia
adalah seorang raja, dia bertindak seperti layaknya pria biasa yang
sedang mencoba untuk menyelamatkan nyawa istrinya.
Pandit
memeriksa denyut nadi dan matanya untuk melihat dampak racun, ekspresi
wajahnya berubah menjadi ketakutan setelah memeriksa tanda-tanda
vitalnya.
Jalal
bisa melihat dengan jelas.... Jodha sedang berjuang, napasnya pendek,
dia tampak sangat kesakitan yang memberikan tampilan mengerikan.
Jalal
tidak pernah merasa takut sebelum ini dalam hidupnya, ia merasa seperti
semuanya telah lenyap, denyut jantungnya sangat cepat sehingga
telinganya mulai berdering keras. Tangannya gemetar dan air mata
mengalir dengan derasnya. Dia tak peduli ketika tahu bahwa dia menangis
di depan umum. Dia tidak peduli tampak lemah didepan banyak orang.
Seperti sebelum-sebelumnya Ketika menyangkut tentang Jodha ia melupakan
akalnya, kehilangan akal sehatnya. Jalal tidak pernah membayangkan,
bahkan dalam mimpi sekalipun bahwa Jodha bisa mengambil suatu langkah drastis seperti ini.
Jalal
melihat sebuah kuil krishna kecil di sudut ruangan. Ia memerintahkan
Abdul untuk melepas sepatunya diluar dan ia sendiri juga melakukan hal
yang sama.
Untuk
pertama kali dalam hidupnya Jalal duduk di depan kuil, dia melipat
tangannya dan membungkuk dengan air mata yang menyayat hati, ia
menyalakan diya (lilin pooja) dengan penuh keimanan dan meminta kepada
Tuhan dalam nada memohon Jalal berkata "Khana
(Tuhan), selamatkanlah Jodha, dia memiliki keimanan besar kepadamu.
tolong beri saya semua karma masa lalunya yang buruk (dosa) dan
mengambil hidup saya bukan dia, sayalah yang bersalah, Selamatkanlah
Jodha saya."
Pandit
berhenti untuk sementara melihat permohonan Jalal yang intens di depan
Tuhan. Abdul sangat terkejut melihat perilaku Jalal yang berdoa kepada
dewa Hindu.
Setelah
doa pikiranya sekali lagi dialihkan pada Jodha. Kondisinya semakin
buruk dan lebih buruk lagi disetiap hitungan detiknya. Jalal diam-diam
dengan nada sangat lirih bergumam "Ohh .. Jodha Aku tidak akan pernah
memaafkanmu untuk kebodohan gila dan menakutkan ini."
Jalal
mondar-mandir dengan hati gelisah, sesekali mengusapkan tanganya ke
rambutnya. Ia terus mengoceh dan selang beberapa menit selalu
melontarkan pertanyaan yang sama pada Pandit dengan nada panik "Apakah
dia baik-baik saja?"
Abdul
ngeri melihat kondisi Jalal. Dia terkejut dan tidak percaya bahwa ini
adalah Jalal yang sama yang ia kenal sejak dulu. Yang selalu berpikir
sebelum berbicara, yang selalu bertindak sesuai rencana dan selalu
berada dalam kontrol. tapi ketika berurusan dengan Jodha Begum dia
begitu ganjil dan sangat berbeda. Dia berdoa kepada Kana, Wajah
ketakutanya, kecemasan berjalanya, nada bicaranya. semuanya menunjukkan
ketidaksabaran besar dan gugup, ia terlihat sangat panik.
Jalal
mulai bergumam pada dirinya sendiri, sambil menatap Jodha ia berkata
lirih “Kenapa kau tidak membunuhku saja, bukannya menghukumku dengan
cara seperti ini. Aku lebih baik mati daripada pergi melalui rasa sakit
ini. rasanya hatiku seperti akan meledak kapan saja. Jodha, aku tidak
bisa melihatmu mati, aku akan sangat kesepian bila harus hidup tanpa
dirimu, hidupku akan kosong lagi. Aku tidak tahu mengapa tapi aku punya
begitu banyak harapan darimu dan aku begitu mudah marah padamu, mungkin
karena kau adalah satu-satunya orang yang bisa menyentuh jiwaku, yang
telah menjadi bagian dari hatiku."
Tiga
jam telah berlalu tapi tidak ada tanda-tanda kesembuhan Jodha. Panditji
telah membuat Jodha memuntahkan racun dengan bantuan obat-obatan tapi
masih tidak ada perubahan.
Jalal
bertanya pada Panditji terus-menerus dengan nada tak sabar mengenai
kondisinya. Dia bisa membaca dengan jelas bahwa Panditji kehilangan
harapannya secara bertahap. Tiga puluh menit berlalu, Jalal mulai
berkeringat akibat stres yang ekstrim. Ia merasa sangat tercekik dan
ketakutan. Kata-katanya sendiri secara terus menerus menghantui telinganya "Talaq (Perceraian)" Dia merasa seperti telah membunuh dirinya sendiri karena kekejamannya.
Jalal
mulai kehilangan kesabarannya di setiap hitungan detik. Beberapa kali
ia bahkan kehilangan sopan santun dan berteriak pada Pandit. Dengan nada
menakutkan dia berkata "Jika sesuatu terjadi pada Hamari Jodha, saya
tidak akan mengampuni anda". Namun kemudian dalam beberapa detik ia
sendiri akan meminta maaf atas perbuatannya. Panditji berhenti
memperhatikan Jalal, Dia bisa melihat dengan jelas bahwa dia gugup dan
sangat khawatir akan keselamatan istrinya. Panditji, tanpa merespon
tindakan Jalal dengan diam terus berusaha mengobati Jodha.
Kondisi
Jodha semakin buruk dan lebih buruk setiap menitnya. Napasnya menjadi
sangat lambat, denyut nadinya hampir tak terdeteksi.
Panditji
dengan ekspresi ketakutan berkata dengan nada rendah "aku tidak
berpikir aku akan bisa melakukan apapun lagi yang bisa menyelamatkanya.
Aku telah memberinya obat anti racun untuk membalikkan efek dari racun
itu tapi aku tidak melihat efek apapun sejauh ini. Sepertinya dia telah
menyerah, keinginan batinnya untuk melawan sudah tak ada, dia tidak
punya banyak waktu lagi. Sayangnya, itu diluar kekuasaanku untuk
menyelamatkannya sekarang.”
Jalal
tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan yang dia dengar, hatinya
kembali berdetak menjadi lebih kencang, darahnya mendidih dengan rasa
khawatir, kecemasanya sudah mencapai pada tingkat yang sangat ekstrim.
Dia mulai merasa kekurangan napas, ia mengatakan dalam nada gagap “Nehhi
Jodha..Nehhi..Nehhi.. kau tidak bisa meninggalkan aku dengan cara
seperti ini, aku tidak akan membiarkanmu pergi." Tiba-tiba, ia
kehilangan keseimbangan, kakinya tak bisa lagi menopang berat badanya,
kesadaranya mulai memudar, tidak bisa melihat Jodha dengan jelas, dalam
hitungan detik akhirnya ia pingsan.
Abdul
dan Panditji keduanya menjadi panik melihat kondisi Jalal seperti itu.
Pandit dengan nada keras mengatakan "ia mendapat serangan panik." Ia
lalu memerintahkan Abdul mulai menggosok kakinya dan melonggarkan
pakaiannya.
Jalal
melihat dalam mimpinya, ia berlari-lari kecil di sebuah gua yang sangat
gelap. Tak ada satu pun orang di sekitar situ, dia berteriak liar
"Jodha ... Jodha" matanya meneteskan air mata tak terbendung. Dikejauhan
ia melihat sinar kecil dengan kilauanya memudarkan penglihatanya. Jalal
melihat Jodha berdiri dekat dengan cahaya menunggunya. Untuk mengejar
ketinggalan, ia berlari secepat ia bisa menuju cahaya terang. Dia bisa
melihat, Jodha tidak menyeberang menuju cahaya sebagai gantinya ia
menunggunya di antara gelap dan terang. Jalal tahu bahwa Jodha akan
pergi darinya, pergi kedunia abadi. Dia berteriak keras "Jodha tunggu aku.”
dilihatnya
Jodha sedang berjuang menunggunya. Seperti ada beberapa kekuatan yang
tidak diketahui itu mencoba menariknya pergi. Jodha mendengar suara
nyaring, ia berbalik dengan mata berkaca-kaca dan mencoba menghentikan
langkahnya. Untuk kali kedua ia berteriak keras sehingga Jalal bisa
mendengarnya "Jalal, aku tidak ingin pergi."
Jalal
telah mencapainya, ia mencoba unuk meraih tanganya tapi itu diluar
jangkauanya. mereka bisa melihat satu sama lain dengan jelas, dengan
nada memelas Jalal mengatakan "Jodha, Tolong jangan tinggalkan aku
sendirian di sini, jangan pergi."
Jodha
dengan air mata berlinang mengatakan dalam nada yang menyakitkan
"Jalal, saya telah mencoba tapi saya tidak bisa kembali dari sini, saya
tidak mempunyai kekuatan untuk kembali, tapi saya akan tetap disini
menunggu anda, sampai anda datang. Anda harus kembali, anda memiliki
begitu banyak tanggung jawab untuk dipenuhi. Tapi sebelum Anda kembali
saya ingin mengatakan sesuatu.
setelah
jeda singkat ia melanjutkan. " Jalal, Hum Aapse Mohabbat Karti Hai,
saya mencintaimu lebih dari hidup saya. Hati dan jiwa saya hanya milik
Anda dan saya akan menunggu untuk anda sampai selamanya."
Jalal
meraung dalam kemarahan "Jodha, aku lelah dengan sikapmu. Mengapa
semuanya kau yang memutuskan? Jika kau meninggalkanku maka aku akan ikut
denganmu. Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini, kembalilah
untukku. Apa yang kita bagi dengan satu sama lain adalah cinta, sebuah
cinta yang mendalam. apa yang aku rasakan untukmu, kasih yang kurasakan
untukmu tak ada yang bisa lebih dalam dari itu. aku tidak bisa hidup
tanpamu. Jika hal ini disebut cinta maka yaa aku mencintaimu. Aku
mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Cinta murni dan kuatmu
telah mengubahku, aku akan meninggalkan segalanya hanya untuk bersama
denganmu, tidak ada masalah yang lebih
penting dibandingkan dengan cintamu. Aku sekarang punya hati dan itu
hanya milikmu, Jodha kumohon kembalilah kesini, kembalilah demi Jalalmu
atau aku akan ikut denganmu. Cobalah lebih keras lagi untuk datang
kembali padaku.”
Lalu
Jalal mengulurkan tangannya dan berkata “Jodha, ulurkan tanganmu
padaku. Aku akan menarikmu kembali dan jika aku tidak bisa maka kau
harus membawaku ikut bersamamu.”
Kata-kata
Jalal tiba-tiba memberikan energi yang luar biasa untuk Jodha, dengan
segala kekuatan dia mencoba mengulurkan tangannya kearah Jalal. Dengan
cepat Jalal meraih dan menggenggam tangan Jodha dan menariknya kedalam
pelukanya.
Jalal merasakan ada percikan air mengenai wajahnya dan mendengar Abdul berteriak kencang "Shahenshah"
Jalal
perlahan tersadar dan melihat wajah khawatir abdul. Dia sadar bahwa
tadi dia sempat pingsan dan kemudian ia teringat apa yang terjadi dalam
mimpinya, segera Jalal dengan ekspresi cemas dan dengan sekuat tenaga
bangun untuk melihat Jodha.
Panditji dengan tenang bertanya "Shahenshah, Bagaimana perasaanmu?"
Jalal tidak tertarik menanggapi pertanyaan ini, ia balik bertanya dengan tidak sabar "Bagaimana Jodha?"
Panditji
dengan nada ceria dan mengejutkan menjawab "Shahenshah, ini adalah
sebuah keajaiban. Jodha kembali dari dunia lain. Untuk sesaat sepertinya
dia telah berhenti bernapas dan denyut nadinya tidak ada selama lebih
dari dua menit. Namun tiba-tiba ia mulai bernapas lagi dan obat-obatan
yang kita gunakan juga
mulai bekerja pada dirinya, detak jantungnya juga benar-benar normal
sekarang. dengan berkat Tuhan dia telah selamat dan dalam beberapa jam
saya yakin dia akan siuman."
Mendengar
itu stress Jalal tiba-tiba lenyap dan dengan perasaan lega dia melipat
tangannya dengan mata berkaca-kaca dan berkata "Panditji, Anda telah
menyelamatkan hidup saya hari ini, selamanya saya akan berhutang budi
kepada anda. Tolong ceritakan apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?
Anda akan mendapatkan apa pun yang Anda minta."
Panditji
dengan nada riang menjawab "Shahenshah, terima kasih atas kehormatan
ini, tapi aku benar-benar tidak ingin apa-apa. Aku memiliki kebutuhan
yang sangat terbatas dan mereka sudah terpenuhi. lagipula, aku tidak
bisa mengambil apa pun darimu karena
Jodha adalah muridku. Ini adalah tugasku untuk menyelamatkan hidupnya."
maka Panditji menepukkan tangannya di bahu Jalal dengan senyum dan
berjalan keluar dari ruangan bersama Abdul untuk mengatur obat-obatan
dan mengatur persiapan bermalam mereka, karena mereka akan bermalam di
Ashram ini.
Jalal
duduk di samping Jodha, menunggunya sadar. Jalal masih terkejut dengan
Jodha yang mencoba bunuh diri. Dia masih bingung dengan kekhawatiran
ekstrimnya sendiri untuk Jodha, ia merasa benar-benar marah pada Jodha
atas keputusan gila drastis ini. Bagaimana dia bisa berpikir tentang meninggalkan aku seperti ini?