Dengan
penuh kemarahan Bharmal berteriak keras "Jalal! Kau tahu, apa yang kau
minta. Bagi seorang Rajput, lebih baik mati bunuh diri daripada harus
memperdagangkan anaknya. Kau mungkin tak tahu aturan Aan Ban dan Shan
bagi seorang Rajput. Bagi para perempuan kami, lebih baik mati dari pada
menyerahkan diri pada musuh.
Dengan
sedikit tersenyum nakal Jalal menjawab, "Kau ijinkan atau tidak, aku
pasti akan mendapatkannya. Dan kau tak akan bisa berbuat apa-apa."
Bharmal
dengan marah berkata, "Kau tahu, sebelum kau sampai di istana, mereka
akan melakukan Johar sendiri di istana. Mereka akan mengelilingi api dan
melompat ke dalamnya. Setelah mengetahui aku telah ditangkap dan
melihat ada tentara berkeliaran di istana, dalam satu detik mereka akan
bunuh diri demi kehormatan mereka. Dak kau tak akan mendapatkan
apa-apa."
Jalal
menyadari, dia bisa gagal jika tak melunak dan menemukan cara yang
lebih baik untuk meyakinkan Raja Bharmal. Dengan taktik politiknya,
Jalal berkata pada Bharmal,"mengapa kau pikir aku tak menghormatimu dan
keluargamu. Aku tidak minta putrimu sebagai hadiah. Aku ingin
menikahinya secara resmi sesuai dengan tradisimu dan aturanku. Jodha
akan dihormati sebagai Ratu Hindustan. Dan Jalal terkenal selalu
menepati janjinya. Jika kau setuju, kau akan mendapatkan tiga hal dari
pernikahan ini. Pertama, Kau tetap berkuasa di Amer. Kedua, Anak-anakmu
akan dilepaskan dengan segala hormat. Dan Ketiga, Negaramu akan aman dan
lebih kuat dengan dukungan kami.”
Raja Bharmal tampak yakin, namun juga bingung. Jalal pun bertanya, apalagi yang dia pertimbangkan.
Bharmal
menjawab dengan hormat, "Aku sangat mengenal anakku. Sejak kecil dia
sudah membenci Mughal. Dia tak akan mau melakukannya dengan alasan
apapun. Baginya lebih baik bunuh diri dari pada harus menikah dengan
seorang Mughal."
Jalal
dengan seringai cerdas berkata pada Bharmal, "Sepengetahuanku, Bagi
putrimu, Amer lebih penting dari apapun. Dia tak akan mau melihat
kerajaannya dalam kesulitan. Jika kau membujuknya, bahwa ini demi
kebaikan Amer, maka dia akan menyetujui pernikahan ini."
Akhirnya Bharmal setuju dengan usulan Jalal dan segera mengirim pesan ke istana Amer bahwa situasi sudah terkendali.
Sesampainya
di istana, Bharmal memberitahu semua keluarganya (selain Jodha) tentang
usulan Jalal. Semua orang terkejut mendengarnya, namun tak satupun
berani memberi tanggapan. Hingga akhirnya, semua keputusan diserahkan
kembali pada Jodha.
Mereka
memanggil Jodha ke balairung. Raja Bharmal pun menceritakan perihal
usulan Jalal. Dia menjelaskan, jika usulan ini ditolak, Amer dan
saudaranya akan ada dalam bahaya. Amer akan rata dengan tanah jika Jodha
tak menyetujui pernikahan ini. Bharmal dan Mainavati terpaksa bersujud
meminta pada Jodha. Jodha tertegun dan memandang semua orang. Tak
sepatah katapun yang keluar, namun air matanya mulai berderai. Ruangan
balairung menjadi hening. Semua terdiam terpaku. Semua orang menunggu
jawaban Jodha. Akhirnya, dengan mata berkac-kaca, Jodha memecah
keheningan, "Jika pengorbananku akan menyelamatkan negaraku dan
keluargaku, aku akan lakukan pernikahan ini." jawabnya pelan lalu
berjalan gontai keluar ruangan. Namun dia tiba-tiba berhenti. Dia minta
pada ayahnya bahwa sebelum dia menyetujui pernikahan ini, dia ingin
bertemu dengan Jalal. Raja Bharmal bertanya padanya, "Kenapa kau ingin
ingin bertemu dengannya?"
Jodha
menjawab hormat, "Maaf, tapi aku ingin bicara dengan Jalal saja." Dia
berjalan pergi dengan mata berkaca-kaca. Pada saat itu dia tidak ingin
berbicara dengan siapa pun. Semua orang merasakan pilu yang dirasakan
Jodha. Balairungpun kemudian pecah dengan suara tangisan semua orang.
Disisi
lain, semua orang marah dengan keputusan Jalal ini. Maham Anga, Adham
Khan dan Sharifuddin, ketiganya segera minta penjelasan. Mengapa ia
mengambil keputusan ini dan mengapa ia harus menikah dengan seorang
putri Rajput. Jalal mengatakan kepada semua orang bahwa dia ingin
memerintah di seluruh Hindustan. Dan untuk bisa mengambil hati dari
Rajput, ini adalah langkah pertamanya. Ini benar-benar keputusan
politik.
Raja
Bharmal mengirim pesan kepada Jalal, bahwa Jodha ingin bertemu sebelum
pernikahan disetujui. Jalal terkejut dengan pesan itu dan walaupun
dengan marah, dia menyetujui permintaan itu.
Pertemuan
dengan Jalal diatur dikamar Jodha. Jodha mengenakan Ghoonghat
transparan. Jalal duduk disebuah sofa. Jodha saat itu terus saja
menunduk. Matanya terpejam dengan nafas yang pelan tak teratur. Jalal
bisa merasakan, ada rasa sakit yang sangat besar di wajah Jodha.
"Kenapa
kau ingin bertemu denganku?" kata Jalal. Jodha dengan hormat
mengucapkan terima kasih atas kesediaanya untuk bertemu dan membebaskan
saudara laki-lakinya. Jodha mulai membuka matanya untuk melihat Jalal.
Dia tampak tercengang "KAU!" lidahnya tercekat dan tiba-tiba wajahnya
berubah marah. Jalal membalasnya dengan senyum tenang diwajahnya, "Ya!
Seperti janjiku. Aku akan datang dan kau akan tahu siapa sebenarnya aku.
Mughal selalu menepati janjinya." katanya sambil menyeringai. Mata
Jodha berubah merah penuh air mata kemarahan.
Dengan
Jengkel Jodha lalu meminta pesyaratan untuk pernikahan ini, “Pertama,
Aku tidak mau dipaksa merubah agamaku. Aku akan terus melakukan
kebiasaanku, ritual, dan ibadah agamaku. Kedua, aku akan datang ke Agra
dengan Tuhanku, Krishna dan kau akan membangunkan sebuah kuil kecil di
istana. Ketiga, aku akan menikah, hanya jika kau menyetujui semua
persyaratan itu.”
Jalal
bangkit marah dan memandang Jodha. Kemarahan Jalal ini membuat Jodha
sedikit tersenyum menang. Bagi Jalal, hidupnya dinilai dengan menang
atau kalah. Baginya menang adalah gairah. Dia bisa pergi kemanapun untuk
menang. Ini adalah pertama kalinya dia ditantang oleh seorang wanita.
Jalal sadar, bahwa Jodha memang berbeda dengan wanita lain. Tidak mudah
untuk menaklukkannya. Jodha sangat yakin Jalal tak akan mau menerima
syarat darinya. Namun Jalal juga tak akan membiarkan dirinya menang
begitu saja.
Jalal
menatap Jodha dengan tatapan licik dan berkata, "Aku terima syaratmu.
Keinginanmu akan kupenuhi." Jalal menghentikan ucapannya. Dia ingin
melihat reaksi Jodha sekaligus menikmati kemenangannya. Jodha tidak bisa
menahan air matanya karena ini adalah senjata terakhirnya.
Akhirnya
Jalal pun dengan senyum lebar dan keluar dari kamar itu. Dia mengatakan
pada semua orang, bahwa dia menerima semua syarat yang diajukan Jodha.
Lalu dia perintahkan agar resepsi pernikahannya segera dipersiapkan.
(Singkat cerita, resepsi pernikahan pun berlangsung)
Mereka
bersama-sama mengikuti ritual pernikahan. Jalal sangat tertarik dengan
setiap ritual yang mereka jalani. Jalal meminta pandit untuk menjelaskan
setiap saptapdi (7 feras). Dia sangat senang mengetahui maknanya. Dai
sangat berharap Jodha akan mengikuti norma ini. Pada saat Vidai Jodha
meminta "Kotak Mitti dari Amer". Setiap kali itu pula Jodha
mengejutkannya dengan bakat, kepolosan atau kesuciannya.
Ini
hari ke empat perjalanan mereka dari Amer menuju Agra. Maham Anga dan
Adham seakan masih belum percaya kenyataan ini. Maham sangat membenci
Hindu dan sekarang akan ada seorang ratu Hindu di istana. Ini
benar-benar tak bisa diterimanya. Rasa dengki itu mulai muncul di
dadanya. Dia bertekad akan balas dendam pada Jodha. Satu orang yang
sangat bahagia dengan pernikahan ini adalah Ratu Hamida, ibu Jalal. Dia
sangat terkesan dengan kepolosan Jodha dan dia merasa ada harapan untuk
mengubah jalal dengan pernikahan ini. Demikian Jodha, dia sangat
terkesan dengan Ratu Hamida Bano yang menyayanginya layaknya seorang
ibu.
Jodha
sangat meyakini Dewa Krishna dan dia sangat marah dengan nasibnya,
bahwa dia harus menikah dengan Jalal. Dia sangat marah dan memutuskan
untuk menghukum dirinya sendiri dengan berpuasa selama 3 hari. Dia tahu,
jika dia bunuh diri, maka Amer akan dalam kesulitan. Selama perjalanan
panjang memelahkan itu, dia terus berpuasa. Namun tak ada yang tahu
tentang puasanya itu selain Moti.
Akhirnya,
mereka hampir sampai di Agra. Jalal merasa, lokasi itu cukup aman untuk
membuat tenda dan beristirahat. Itu adalah hari ketiga Jodha melakukan.
Dia sudah sangat lemah. Namun begitu, dia selalu memasak prasad untuk
Dewa Krishna. Jalal sangat terkejut melihatnya sedang memasak. Kenapa
dia harus memasak sendiri? Lalu dia memanggil Moti dan menanyakannya.
Moti menjelaskan, bahwa Jodha selalu memasak sendiri persembahan untuk
Dewa Krishna. Otak Jahat Jalapun muncul. Dia berencana mempermalukan
Jodha didepan persidangan (shaba). Dia kemudian memanggil Jodha dalam
persidangan. Sambil menyeringai Jalal berkata, "Hari ini aku ingin
merayakan pernikahan kita. Aku ingin kau memasak masakan Amer untuk
semua orang. Karena aku rasa masakanmu enak sekali." Permintaan Jalal
yang disampaikan dihadapan semua orang, membuat JOdha tak berkutik.
Jodha menatap Jalal dan Tikhi
Nazar, lalu berkata, "Baik. Sesuai perintahmu, aku akan masak untuk
semua orang." Semua orang terkejut mendengar Ratu Hindustan yang baru
ini, akan memasak untuk semua orang. Beberapa orang tahu, bahwa ini
adalah cara Jalal membalas dendam kepadanya.
Sepanjang
hari dengan bantuan beberapa pelayan Hindu dan koki dia sibuk memasak.
Jalal terkejut ternyata Jodha tidak menentang atau mendebat perintahnya
tersebut. Sekarang makanan telah tersaji dihadapan semua orang. Maham
Anga meminta Jodha mencicipi makanan itu, sebelum dimakan Jalal. Jodha
berkata, aku tak bisa makan makanan ini sebelum berdo'a untuk Dewa
Krishna. Maham mengatakan bahwa
ini adalah aturan, yang memasak harus makan terlebih dahulu. Jodha
tetap membantah, dan mengatakan bahwa di tak akan makan sebelum berdo'a,
apapun yang terjadi. Jalal melihat Jodha terdengar dan terlihat sangat
lemah, wajahnya tampak sangat pucat. Jalal mengira bahwa Jodha
kecapekan, karena harus memasak untuk semua orang. Dia merasa tidak
nyaman, dan akhirnya menyuruh Maham Anga berhenti. Dia perintahkan Moti
untuk mencicipi makanan tersebut. Dan memang benar. Masakan itu masakan
tanpa daging yang sangat lezat. Dia sangat suka, dan memuji Jodha. Jodha
menatap Jalal dengan kemarahan dan tanpa menjawab, dia kembali ke
kamarnya. Setiap orang terkejut melihat perilaku kasar Jodha.
Jalal
sangat marah dengan sikapnya itu. Dia memutuskan akan menemuinya
setelah makan malam nanti. Jalal menganggap, bahwa Jodha adalah salah
satu tropi kemenangan. Dia akan menjadi tropi pelengkap kemenangan yang
sudah ada di haremnya. Dia tidak tahu, bahwa Jodha akan menjadi
tantangan terbesarnya. Jalal tidak tahu bahwa Jodha bukanlah perang yang
bisa dimenangkannya dengan mudah. Jalal selalu berhasil membuat semua
wanita bertekuk lutut dihadapannya. Belum pernah dia ditolak sebelumnya.
Tapi hari ini, entah bagaimana ia merasa bahwa Jodha memang berbeda
dengan wanita yang pernah ditemuinya sebelumnya.
Dia
masuk ke dalam kamar Jodha. Saat itu Jodha sedang tidur. Rambutnya yang
halus terlihat terurai. Dia tidak mengenakan perhiasan apapun. Jodha
mengenakan Dupatta pink yang sangat tipis dan transparan. Dia bisa
melihat setiap lekuk tubuhnya. Dia tampak begitu cantik, anggun, murni
dan menggairahkan. Jalal tak bisa memalingkan matanya dari tubuh itu.
Dia lupa dengan kemarahannya. Tiba-tiba saja dia sudah tenggelam dalam
sihir kecantikan Jodha. Dia ingin memeluknya dan mencium setiap inci
tubuhnya. Dia ingin merengkuhnya dan membiarkannya lelap dalam
pelukannya. Hasratnya begitu kuat.
Tanpa
sadar, dia mendekati tempat tidur Jodha. Jalal mencium keningnya. Jodha
tak bereaksi, dia tetap lelap dalam tidurnya setelah lelah seharian.
Lalu dengan lembut Jalal mencium pipinya, Jodha sedikit bergerak tapi
masih belum membangunkannya. Aroma tubuh Jodha begitu harum. Tak ada
lagi yang bisa membuat Jalal mampu mengntrol dirinya. Jalal kemudian
mencium leher dan telinganya. Tiba-tiba Jodha terbangun dan berteriak.
Saat itu, ruangan cukup temaram. Jalal meletakkan tangannya di mulut
Jodha. Sekarang Jalal berada diatas tubuh Jodha. Keduanya saling
memandang selama sekitar satu menit. Jodha menyadari itu dan mendorong
Jalal menjauh darinya dan berteriak, "Apa yang kau lakukan disini?
Berani-beraninya kau menyentuhku?"
Dia
tampak begitu takut, dan lemah. Jalal terkejut dengan penolakannya. Dia
mengatakan, "Apa yang aku lakukan salah. Kau istriku. Aku berhak tidur
denganmu. Kau harus memenuhi semua keinginanku. Jalal mendekat dan
memegang pinggang Jodha serta mendekatkan dada mereka. Jodha
mendorongnya dengan keras. Hampir saja Jalal jatuh. Penolakan ini,
membuat Jalal marah besar. Ia mengumpat sambil meraih tubuh jodha dan
membantingnya ke dinding. Jalal menariknya begitu keras, hingga gelang
ditangan Jodja pecah. Darah mengalir dari pergelangannya. "Aku selalu
memperoleh keinginanku dan kau harus menuruti kemauanku. Kau adalah
piala kemenanganku." Jalal mulai menciuminya dengan kasar. Jodha
menyadari bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa. Matanya penuh dengan air
mata, dan tangan penuh darah. Dia berdiri seperti mayat.
Ketika
Jalal melihat darah di tangan dan air mata menetes dari matanya, Jalal
kembali tersadar bahwa hendak memp*rkosanya. Dia merasa limbung. Dia tak
pernah sekalipun ditolak oleh wanita manapun. Dilepaskan pegangannya
dan menjauh dari Jodha. Tak ada reaksi dari Jodha. Dia membeku,
terkejut, pucat dan lemah. Jalal segera meminta maaf padanya. "Maafkan
kekhilafanku." Namun Jodha tetap tak bereaksi. Jalal memutuskan
meninggalkan kamar itu. Dia merasa jijik pada dirinya sendiri. Dia
berjalan gontai dari kamar Jodha. Tak lama kemudian, dia mendengar
teriakan keras, "Jodhaa..!"
Jalal segera berlari. Disandarkannya Jodha dilengannya. Dia segera memanggil prajurit agar memanggil Hakima Sahiba dan Moti. Moti terkejut melihat Jodha dalam kondisi ini. Dia tahu dia berpuasa selama 3 hari terakhir dan sepanjang hari dia memasak. Dia mulai menangis melihatnya dalam kondisi ini. Tabib segera datang dan memeriksa urat nadinya. Tabib itu bertanya pada Moti, “Mengapa dia begitu lemah? Denyut nadinya sangat lamban. Dia tidak makan dengan benar.”
Moti mulai menangis keras dan berkata, “Jodha berpuasa dan dia tidak minum atau apa pun dimakan selama 3 hari terakhir. Dia sangat sedih meninggalkan Amer, melakukan perjalanan panjang dan sepanjang hari ini dia memasak. Jodha belum makan apa-apa sejak pernikahannya. Dia menyuruhku agar tak memberitahu siapa pun. Seharusnya dia bisa makan besok pagi. Hari ini adalah hari terakhir puasa nya.”
Jalal sangat terkejut mendengar bahwa dia tidak makan apa-apa selama 3 hari terakhir. Dia sangat marah pada Moti karena tidak mengatakan kepadanya. Dia sudah jijik pada dirinya sendiri atas perilakunya. Dia begitu tega memerintahkannya memasak untuk 100 orang. Dia merasa sangat bersalah melihat kondisinya. Dia tidak pernah orang sekeras kepala ini. Untuk menghukum Dewa dia menghukum dirinya sendiri.
Translate by ChusNiAnTi