Versi
Alsi Chapter 13 - 14
By
Viona Fitri
“Aku harus
menerima pernikahan ini Moti. Kau tau kenapa aku menerimanya?” tanya Jodha
datar. Moti menggeleng. “Kalau aku tidak menerima pernikahan ini, maka Bhaisaku
tidak akan di bebaskan. Mereka akan diikat terus menerus, tanpa memperhatikan
menderitanya Bhaisaku. Rakyat Amer juga akan hancur dan berantakan, jika aku
tidak menerima pernikahan ini.” Jelas Jodha. Moti dan Reva yang saat itu merias
Jodha, tampak sedih mendengar penjelasan Jodha. Mereka ingin membantu
meringankan beban Jodha, tapi mereka hanyalah seorang pelayan yang lemah dan
tidak berdaya.
“Tuan
putri, anda sekarang sudah selesai dirias. Mari, kita akan segera ke halaman
pesta.” Reva mempersihkan. Jodha mulai bangkit dan menutup wajahnya dengan
Dupatta (penutup kepala atau dada pada wanita India). Moti dan Reva mengiringi
di sisi Jodha. Langkah Jodha tampak lemah tanpa daya. Serasa beban berat sudah
berada dalam tanggungannya. Semakin dekat dengan halaman pesta pernikahannya,
semakin jantungnya berdebar tidak karuan lagi. Semua rasa takut, khawatir, dan
panik bercampur menjadi satu. Dadanya terasa sesak untuk melangkah lebih dekat
pada Jalal.
Melihat ke
datangan Jodha, Jalal mengulurkan tangannya dan menggandeng tangan Jodha. Jalal
tersenyum penuh kemenangan, pada sosok gadis di depannya. Hanya senyuman getir
yang Jodha keluarkan saat itu.
Pandit Ji
mulai melakukan ritual-rituan pernikahan dalam Hindu. Melakukan sumpah tujuh
pheras serta mengelilingi api suci. Janji yang telah di ucapkan Jodha untuk
selalu mengabdi dan setia pada Jalal, bagai kabut gelap dalam kehidupannya.
Tenggorokannya terasa tercekat mengucapkan janji itu. Setelah semua ritual di
lakukan, Jalal membuka penutup kepala Jodha dan mencium keningnya lama. Air
mata menetes dari mata Indahnya. Jalal seperti tersihir oleh mantra kecantikan
Jodha, yang membuatkan terasa tersesat jauh dalam pandangannya.
Entah air
mata apa yang telah mengalir dari sudut mata Jodha. Melihat upacara pernikahan
telah selesai dilaksanakan, Maansing dan Sujamal menghampiri mereka dan
memberikan ucapan selamat pada mereka berdua. “Jalal, sekarang jagalah adikku
dengan baik. Kau sudah menjadi suaminya. Apapun yang ada pada kalian adalah
milik bersama. Sekarang, Amer adalah milikmu juga. Jangan pernah membuat adikku
menangis lagi.” ucap Sujamal lembut.
“Bhaisa
kau tidak perlu khawatir pada Jodha. Aku pasti akan menjaganya dengan baik.
Kami saling mencintai satu sama lain. Kebahagiaan Jodha adalah kebahagiaanku
juga.”
“Jodha...
Kau sudah menjadi seorang istri sekarang. Kau harus belajar mematuhi setiap
perintah suamimu apapun itu. Bhaisa selalu berdoa agar dewa memberkatimu dengan
banyak anak dalam pernikahan kalian.” tambah Maansing.
Jodha
meleluk kedua Bhaisanya dan menangis sesegukan untuk yang terakhir kalinya
dengan mereka. “Hiks... Hiks... Aku akan segera pergi bersama suamiku. Aku
pasti akan sangat merindukan Bhaisa. Jika aku merindukan Amer, apa aku boleh
kembali untuk bertemu Bhaisa?” tanya Jodha penuh harap. Maansing dan Sujamal
hanya tersenyum mendengar pertanyaan Jodha. “Kenapa tidak? Kau juga adalah
keluarga Amer. Jodha... Kau boleh kapan saja kembali ke Amer, saat kau
merindukan kami. Aku telah memerintahkan Moti & Reva untuk tetap melayanimu
di Agra. Kau tdk akan merasa kesepian disana. Mereka akan selalu ada bersama
mu.” kata Sujamal seraya merenggangkan pelukan mereka.
“Kalau
begitu, kami akan segera kembali ke Agra. Ibuku & para ratuku, pasti sudah
tidak sabar untuk melihat wajah cantik ratu baruku. Permisi.” Jalal menggandeng
tangan Jodha & membawanya masuk ke dlm tandu. Sujamal & Maansing
tersenyum & melambaikan tangan mereka pd Jodha.
* * *
* *
Senja
mulai tiba dlm perjalanan mereka. Tampak mentari yg mulai tenggelam secara
perlahan memasuki tempat peraduan mereka. Jalal beserta rombongan menghentikan
perjalan mereka & membangun tenda untuk sementara.
Setelah
tenda telah berdiri, Jalal memasuki kamarnya. Tapi tiba-tiba kini teringat
olehnya, kalau saat ini ia tidak seorang diri. Dimana Jodha? Kenapa dari tadi
ia tidak keluar dari dlm tandu?
Hujan
datang secara tiba-tiba & mengguyur tenda mereka. Jalal berbalik pada tandu
yg sudah turun sejak tadi. “Ternyata dia tertidur di dalam tandu. Dia pasti
sangat kelelahan sekali. Aku akan membawanya ke kamar.” Jalal membopong tubuh
Jodha memasuki kamar. Jodha terlihat menggeliat setelah tubuhnya telah
terbaring di kasur milik Jalal. “Kalau dia tidur disini maka aku akan tidur
dimana?” tanya Jalal seraya mulai memikirkan jalan keluarnya.
Tiba-tiba
Jodha terbangun, ketika di rasakannya, ada tangan kekar yg mulai memeluk
dirinya. Udara memang sangat dingin saat itu, karna di luar hujan sangat deras
sekali. “Dia pasti akan sangat kedinginan sekali.” Bathin Jalal. Kedua tangan
kekarnya telah melingkar di pinggang Jodha yg tertidur membelakanginya. Jodha
tau itu, tapi ia tetap ingin berada dlm dekapan Jalal seperti itu.
* * *
* *
Keesokan
paginya, tampak mentari masih malu-mulu untuk menampakkan dirinya.
Burung-burung yang berkicau seakan menambah keramaian di pagi buta seperti ini
di temani dengan tetesan-tetesan embun yang sejuk di pagi itu. Tak di sangka,
malam telah berlalu begitu cepat. Jalal dan Jodha masih tertidur nyenyak di
kamar mereka. Sepasang tangan kekar Jalal masih melingkar di pinggang Jodha,
sementara tubuh Jodha tertidur menghadap Jalal. Sintar mentari pagi nampaknya
enggan bersahabat dengan suasana romantis mereka itu. Jalal terbangun dan
mengerjapkan matanya berulang kali untuk mengumpulkan memori ingatannya yang
sudah tercecer akibat hujan deras semalam. Jalal melihat dihadapannya, tampak
Jodha masih tertidur sangat lelap sekali. Ia memegang kuat kurta Jalal. Bahkan
dalam tidur sekalipun, Jodha tidak melepaskan genggamannya pada kurta Jalal.
“Kenapa
dia belum bangun juga? Dia pasti sangat kelelahan karna perjalan panjang
semalam. Kalau saja aku bangkit, maka ia akan terbangun. Lalu...” Jalal mencoba
berpikir sejenak dan mendapatkan suatu ide yang menurutnya cemerlang. Perlahan
kepala Jalal mulai mendekat ke arah bibir Jodha dan memiringkan kepalanya
sedikit. Sebelum menyentuh bibir mungil itu, Jodha terbangun dan mendorong dada
Jalal.
“Hah, apa
yang ingin kau lakukan padaku? Kau ingin mencuri kesempatan untuk dapat
menyentuhku kan?” tanya Jodha kesal.
“Kenapa
memangnya? Lagi pula sekarang ini kau adalah istriku. Jadi, kenapa aku tidak
boleh mencium istriku?” Jalal balik bertanya. Jodha semakin kesal dan bangkit
dari tidurnya. “Aku tau kita sudah menikah. Tapi pernikahan ini hanya untuk
urusan politik antara dua kerajaan. Kau menikahiku karna menginginkan Amer. Dan
sekarang kau sudah dapatkan itu. Tapi aku hanya meminta satu permintaan saja
padamu....” Jodha berbalik dan menatap Jalal penuh harap. “Tolong... Jangan
meminta hakmu sebagai seorang suami, jika aku tidak menginginkannya.
Maksudku... Kau jangan menyentuhku sebelum mendapat persetujuaan dari ku.”
Jalal
bangkit dan menghampiri Jodha. Matanya terlihat sayu dengan harapan padanya. Ia
hanya sebatang kara tinggal di Agra. Mata itu... Membuat Jalal tidak kuasa
untuk berkata apapun selain setuju. Jalal mengangguk dan berkata. “Aku tidak
akan pernah menyentuhmu jika tidak mendapatkan izin darimu. Tapi aku tidak bisa
berjanji akan hal itu. Kalaupun suatu saat aku menyentuhmu, aku tdk akan pernah
berdosa karnanya. Dan kau perlu tau satu hal Jodha. Di harem, aku mempunyai
ratusan ratu lebih yg siap bermalam denganku. Sebaiknya, kau tidak usah
bermimpi kalau aku akan terpikat olehmu.” Jalalpun keluar dari kamarnya &
mulai bergegas untuk melanjutkan perjalanan panjang mereka.
* * *
* *
Di dalam
tandunya, tampak Jodha yg melihat keluar pandu tanpa bayangan. Entah apa yg
sedang ia lihat & perhatikan. Matanya tampak kosong & tenang.
Pikirannya melayang jauh mengingat kedua Bhaisanya. Ia merindukan mereka
berdua, yg selalu ada untuknya. Menghibur di setiap kesedihan menghampirinya.
Memberikan semangat hidup yang luar biasa untuknya. Tapi saat ini mereka sudah
lenyap dari kehidupannya. Hanya ada satu harapan besar yg bisa merubah takdir
hidupnya. Yaitu Jalal bisa mencintainya. Dan begitupun sebaliknya.
Diam-diam
Jalal mencuri pandang pd Jodha yg berada di atas tandu. Gadis itu memang tampak
sempurna segalanya. Tapi kepalanya tak pernah tertandingi dgn kerasnya batu
sekalipun. Matanya memandang jauh ke arah langit yg tiada berujung.
Memperhatikan burung-burung yg terbang dari sarangnya, & berkicau di atas
dahan pohon kering. Menyanyikan sebuah lantunan melody indah yg membuat hatinya
terasa sedikit lebih nyaman dari sebelumnya.
“Aku tdk
tau apa yg menyebabkannya berubah setenang itu. Ia hanya terdiam sepanjang perjalanan.
Patung dewa Krishna yg selalu di dekapnya, seakan membawa ketentraman hati
baginya.” Bathin Jalal heran. Matanya terus tertuju pd sosok gadis yg berada di
atas tandu itu.
“Ketika
matahari mulai muncul. Semua mahkluk bersorak kegirangan menyambutnya. Ketika
mlm mulai tiba, maka bintang & bulan yg akan menggantikan cahayanya. Tapi
bagaimana dgn kehidupanku selanjutnya? Mlm akan tetap terlihat gelap menurut
pandanganku. Bintang & bulan tdk ada lg di sampingku. Sekarang, aku hanya
ibarat mentari pagi yg harus sendirian setiap hari. Mengeluarkan cahayanya
sendiri tanpa ada teman di sekelilingnya.” Bathin Jodha juga. Matanya tak lepas
dari langit biru di atas sana. Mereka seolah ikut bergerak mengikuti tandu
Jodha berjalan.
* * *
* *
Setelah
menempuh waktu 2 hari dua mlm. Sampailah mereka di Istana Agra. Para rakyak
Mughal sudah tdk sabar lg menanti ratu baru mereka. Tepian jalan menuju gerbang
Istana di penuhi oleh masyarakat yg hendak melihat bagaimana rupa ratu baru
mereka. Berita tentang menikahnya raja Mughal dgn tuan putri dari Amer, memang
sudah sangat familiar di kalangan penduduk sejak 1 hari setelah pernikahan
mereka.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~