**Atas permintaan penulis, readers yang diminta untuk menebak siapa nama beliau. Sukron, happy reading...**
Kekuatan cinta mampu
merubah seseorang
Cinta pada siapapun
Cinta pada siapapun
Perubahan kadang
menuntut pengorbanan
Hidup adalah perubahan
Yang tidak pernah
berubah adalah perubahan itu sendiri
#Part1
Pukul 11 malam
waktu Bandung. Prof.Hameeda baru keluar dari lab. Dikampus tempat dia
mendedikasikan ilmunya, ada sebuah projek penelitian yang sedang ia tangani.
Langkah
kakinya nenyusuri lorong-lorong kampus yang mulai sepi, langkahnya terhenti
ketika telingannya yang sensitif mendengar suara lirih lantunan ayat suci Al
Qur’an dari sebuah ruangan yang telah disulap menjadi mushola.
‘Dimalam seperti ini siapakah yang mengaji’ gumam Hameeda dalam hati, dengan penasaran
ia segera mencari sumber suara.
Alangkah kagetnya
dia, ketika di pojok mushola ada seorang gadis cantik dengan kerudung
lebar..rupanya lantunan ayat suci itu keluar dari bibir manisnya.
‘Kenapa dia masih ada dikampus? Bukannya dia
salah satu mahasiswaku? kalau tidak salah namanya Jodha’ suara hati Hameeda kembali diliputi rasa
penasaran.
“Ehmm..”
suara dehem Hameda, membuat Jodha seketika menghentikan bacaan Qur’annya,
diapun segera menoleh, dan mengangguk hormat.
“Kamu
Jodha, kan? kenapa belum pulang?” tanya Hameeda penuh selidik.
Jodha
hanya tertunduk.. dari raut mukanya tersirat kesedihan “Ayahku mengusirku, bu”
jawabnya lirih disusul dengan air mata yang turun deras menyusuri pipinya.
“Ayah
macam apa yang tega mengusir anak gadisnya ditengah malam seperti ini?”
Jodha
hanya terdiam membisu.. isak tangis masih terdengar dari mulutnya.
“Baiklah
nak.. tidak usah dipikirkan pertanyaan ibu.. sekarang sudah malam, bagaimana
kalau kamu ikut ke rumah ibu, paling tidak di rumahku kamu bisa merasa aman”
lanjut Hameeda.
Jodha
nampak ragu, namun ia percaya karena yang dihadapannya adalah dosen
Mikrobiologinya.
**
“Jodha..
tidurlah di kamar ini, anggap rumah sendiri.. jangan sungkan.. ibu mau
bersih-bersih dulu,” kata Hameeda sambil pergi meninngalkan Jodha, dia
bersyukrur karena malam ini dapat tumpangan.
Tak lama
berselang, terdengar suara bel.. awalnya Jodha ragu untuk membukakan pintu,
namun karena ritme belnya semakin kencang akhirnya Jodha berinisiatif
membukanya.
“Hei..
kamu pembantu baru disini.. bukain pintu aja lelet amat.. kaya siput!!!” gerutu
sang pemuda dengan kesal.
Dari dalam
Hameda menghampiri mereka:
“Sudah
pulang sayang.. ini Jodha.. mahasiswa ibu, dia bukan pembantu sayang, dan
Jodha, kenalkan ini Jalal anak ibu”
Dengan
enggan Jalal mengulurkan tangannya tanda perkenalan.. namun Jodha hanya
mengatupkan kedua tangannya didada sambil menunduk, membuat Jalal semakin kesal
saja
‘Sombong amat gadis ini.. belum tau dia,
diluar sana banyak gadis yg antri untuk sekedar menyentuh tanganku’ gumam Jalal dalam hati. Jalal pun segera
berlalu menuju kamarnya.
“Ma’afkan
anak ibu Jodha.. kesibukan ibu membuatnya kurang perhatian.. (Hameda menarik
napas panjang).. kadang ibu mengutuk diri sendiri, ketika diluar ibu mendidik
anak orang.. namun anak sendiri gagal ibu didik..terlebih sejak ayahnya
meninggal.. dia semakin lepas kontrol..selalu pulang larut malam bahkan dini
hari.”
**
Jodha
bangun sebelum subuh, dilanjutkan dengan Qiyamu lail di mushola yang sepetinya
jarang sekali digunakan oleh penghuni rumah.
Hameeda
yang hendak mengambil minum, diam-diam memperhatikan Jodha, diapun tergerak
mengambil wudhu dan ikut melaksanakan shalat disamping Jodha, aktifitas yang
sangat jarang ia lakukan.
Kedamaian
dan rasa tenang mulai merasuki qolbunya..kehadiran Jodha mampu melahirkan
suasana ruhiyah yang sudah lama tak ia rasakan.
Menyadari
ada, ada Hameda disampingnya..selesai dzikir Jodha meraih dan mencium tangan
wanita paruh baya itu.
“Bu.. boleh
aku menangis dipangkuanmu? aku rindu ibuku...” pinta Jodha.
“Panggil
ibu amijan nak, seperti panggilan Jalal pada ibu” ucap Hameda, tangannya
mengelus kepala Jodha yang masih terbungkus mukena, Hameda merasa iba dengan
nasib yang dialami Jodha, meski dia sendiri tidak tau apa yang sebenarnya
terjadi dengan gadis ini.
“Amijan.. terima
kasih banyak, kalau tidak ada amijan mungkin saya akan tidur di mushola kampus”
“Jodha..kamu
boleh tinggal disini sesuka hatimu, amijan yakin kamu anak baik..meski ammijan
belum tau siapa dirimu sebenarnya”
“Tentu aku
senang jika ammi mengizinkanku tinggal disini, tapi sepertinya Jalal tidak suka
dengan kehadiranku di rumah ini”
“Masalah
itu biar nanti ammi yang ngurus sayang, lagian kamu tidak punya pilihan tempat
tinggal lagi kan?”
Jodha
hanya menggelengkan kepala.
**
Ketika pagi tiba.. Jodha membantu Hameda menyiapkan
sarapan. Sekarang tiga porsi roti isi dan tiga gelas susu hangat telah siap di
meja makan.
“Sayang
tunggu ya.. ammi mau membangunkan Jalal”
Tak lama
Hameda sudah datang lagi bersama Jalal yang tampangnya masih kusut.
“Jalal.. kau
bersihkan dirimu dulu.. kami menunggumu sarapan”
“Amijan.. gangguin
tidurku.. biasanya aku kan sarapannya nanti”
“Ada yang
ingin ammi bicarakan sayang.. ayo segarkan dudu dirimu”
Jalal pun
bergegas mandi.. dan segera kembali kemeja makan.
Duduk
disebrang Jodha, sedangkan Hameda duduk disisi lainnya. Sesekali Jodha melihat
kearah Jalal, namun segera mengalihkan pandangannya
‘Sebenarnya.. dia tampan juga, matanya yang
tajam, kulitnya yang bersih unk ukuran laki-laki asia.. tapi sayang sepertinya
dia pemuda brengsek..astaghfirulloh Jodha.. apa yang kau fikirkan..jaga
hatimu..tundukan pandanganmu’ gumam Jodha dalam hati,
“Jalal.. ammi
memutuskan Jodha akan tinggal bersama kita..dia ibu jadikan asisten pribadi
ibu.. kamu tidak keberatan, kan?”
Mendengar
kata-kata Hameda, Jalal menghentikan makannya, dia menatap tajam pada
Hameda..lalu beralih menatap Jodha
“Kita
tidak tau siapa dia, jangan karena mukanya yg polos..dg tampang so alim, lantas
ammi percaya sama dia”
“Memang
ammi belum mengenal dia.. tapi ammi yakin nak.. Jodha itu anak baik”
“Ammi.. hati-hati
sekarang banyak penipu mi,, memangnya rumah kita panti sosial apa..tempat
penampungan gelandangan” ucap Jalal dengan tatapan sinis kearah Jodha.
Mendengar
penghinaan Jalal ada rasa sakit menghujam di hati Jodha. Andai dia menuruti apa
kata ayahnya.. pasti sekarang dia masih menikmati semua fasilitas mewah dari
dikeluarganya.. tidak hidup seperti sekarang.. hidup sebagai gelandangan.
Perlahan air mata keluar dari sudut matanya
‘Jodha kau harus keluar dari zona nyamanmu..
ada sesuatu yang lebih indah dari itu yang harus kau kejar’ gumam Jodha dalam hati,, berusaha menghibur
diri.. mengutkan tekadnya.
“Jalal.. kamu
setuju atau tidak, Jodha akan tetap tinggal bersama kita!”
Jalal
menatap geram pada Hameda.. kecewa dengan keputusan ammijannya.
Jodha
segera memahami kondisi, “Ammi..biarkan saya mencari tempat tinggal lain, saya
akan mencari pekerjaan..saya tidak ingin, hubungan ammi dan Jalal retak
gara-gara saya”
“Tidak Jodha..
kamu harus tetap tinggal disini.. anak gadis sepertimu tidak aman tinggal
diluar.. siapa yang akan melindungimu.. apalagi sekarang susah mencari
pekerjaan.. bukannya ibu sudah bilang kau bekerja sebagai asisten ibu,, dengan begitu
kamu tidak tinggal secara cuma-cuma disini” Hameda tau.. kalau Jodha tersinggung
dengan ucapan Jalal. “Jalal.. coba kamu hadirkan sedikit jiwa empatimu..apa
yang kamu rasakan jika berada di posisi Jodha??”
“Oke.. oke..
semuanya terserah ammijan..” ucap Jalal sambil pergi meninggalkan meja makan.
**
Sebulan
telah berlalu.. Hameda sangat puas dengan kerja Jodha, baik ketika dirumah atau
pun saat menjadi asisten dosennya dikampus. Banyak perubahan yang ia rasakan
dengan kehadiran Jodha yang selalu disisinya, dia serasa memiliki anak
perempuan yang begitu menyayanginya.. aura spiritulnya menghadirkan kenyamanan
tersendiri. Adapun Jalal.. dia masih belum menerima kehadiran Jodha.
***
Suatu hari
diperjalanan, ketika Jodha dan Hameeda hendak berangkat ke kampus.. mereka
terjebak kemacetan di sekitar Jl. Buah Batu..untuk menghilangkan kejenuhan
Jodha membuka percakapan:
“Ammi.. syukron
untuk semuanya.. tapi afwan saya belum bisa membalas kebaikan ami”
“Jodha
sayang.. kehadiranmu telah merubah orientasi hidup ammi..emm..maukah kau
melakukannya juga pada Jalal”
“Maksud
ammi?” Jodha tidak mengerti dengan yang dikatakan Hameda.
“Jodha,
maukah kamu menikah dengan Jalal?? ammi berharap Jalal bisa berubah ketika
dekat dengan mu”
#Deg Jodha
tidak percaya dengan indra pendengarannya.
“Tapi
ammi...” belum juga Jodha menyelesaikan kalimatnya, Hameda sudah memotong
“Bukannya..
kamu bilang ingin membalas budi ammi..Jalal anak ammi satu-satunya, kalau dia
terus seperti ini dengan ketidak dewasaannya, apa yang bisa ammi harapkan dari
dia Jodha??”
Jodha
terdiam.. dia nampak berfikir.. antara membalas budi pada ammijan dan mimpinya
memiliki seorang suami sosok ikhwan yang shaleh, paling tidak seperti Ilyas
rekan sesama aktivis dakwah kampusnya.
“Ammijan..
saya akan memikirkannya dulu..sepertinya saya harus istikharah dulu” jawab
Jodha.
“Baiklah
Jodha.. ammi memberi waktu seminggu agar kamu bisa berfikrir”
***
Berkali-kali
Jodha shalat istikharah, tapi hasilnya selalu sama.
Suatu
malam ketika Hameda dan Jodha sedang melepas penat dg menonton TV, Hameda
membuka obrolan.
“Jodha.. apa
kamu sudah mengambil keputusan dan bagai mana hasil istikharahnya?”
Lama Jodha
terdiam, sebenarnya hati kecilnya menolak pernikahannya dengan Jalal, tapi
hasil istikharah dan pemikiran rasional yang mengharuskannya membalas budi pada
Hameda menuntun dia untuk memberi jawaban.
“Iya.. ammi..
saya bersedia menikah dengan Jalal”
Mendengar
jawaban Jodha.. Hameda merasa sangat bahagia..serasa mendapat durian runtuh.
“Ammi.. tapi
apa Jalal mau menikah denganku? Bukannya dia tidak suka denganku??”
“Tenang
Jodha.. aami punya senjata untuk membuat Jalal mau menikahimu” jawab Hameda
sambil tersenyum penuh arti.
To Be
Continued