Jodha pun kembali berjalan gontai menaiki tangga menuju kamar Adham. Bulir-bulir kristal bening di matanya mulai jatuh membasahi pipi mulusnya. Dia tak menyangka rencananya akan terperanyak seperti ini. Salima dan Ruqaiyya telah menghabiskan waktu sebulan untuk menyusun semua ini, dan Jodha mengacaukannya. Dia merasa sangat bersalah. Dia sungguh ingin menunjukkan kebenarannya pada Jalal tapi sekarang, itu takkan terjadi. Dia tak tahu bagaimana caranya dia bisa menghadapi Salima dan Ruqaiyya setelah ini. Hanya inilah satu-satunya kesempatan agar mereka bisa menunjukka kebenarannya dan sekarang kesempatan itu telah hilang, karena Jodha.
Dia pun jatuh terperosok ke lantai dan mulai menangis sejadi-jadinya, "Ini semua terjadi karena diriku! Sekarng, bagaimana mungkin Pak Presiden bisa mengetahui kebenarannya? Salima dan Ruqaiyya telah menaruh keyakinan penuh padaku. Sekarang semuanya telah kacau." pintanya sambil terisak.
Jodha masih terus menangis sejadi-jadinya, seperti telah kehilangan seseorang yang dia sayangi.
Tiba-tiba, seorang pelayan tua menghampirinya dan menepuk pelan bahunya.
(Peltu=pelayan tua)
Peltu: "Permisi?"
Jodha: "Ya?"
Peltu: "Apakah ini milikmu? (sambil menyodorkan sebuah amplop)
Sesaat Jodha melihatnya menyodorkan amplop itu dan di atasnya tertera nama 'Rose'. Kebahagiaannya pun langsung melonjak ke dalam dirinya! Dia pun tersenyum lebar begitu juga dengan matanya.
Jodha: (mengambil amplopnya) "Ya! Terima kasih banyak, Bibi. Dimana kau menemukannya?"
Peltu: "Aku tadi sedang membersihkan kamar rias. Para wanita di sana membuat tempat itu jadi berantakan. Saat aku sedang menyapu di bawah salah satu kursi disana, aku menemukan amplop dengan nama 'Rose' ini tergelatak disana. Aku tadinya ingin memberikannya pada si Sukarelawan, agar dia bisa mengumumkannya dan bisa dikembalikan pada pemiliknya. Tapi kurasa saat ini, aku sudah menemukan pemiliknya."
Jodha: "Terima kasih banyak, Bibi. Ini sangat penting sekali bagiku. Terima kasih."
Jodha pun memeluknya erat. Karena Jodha jauh lebih tinggi darinya, maka Jodha harus sedikit membungkuk untuk memeluknya.
Peltu: "Tak masalah, sayang. Kau adalah wanita yang sangat baik. Berbahagialah selalu!"
Jodha lalu tersenyum dan bergegas pergi. Dia menuju kamar Adham sambil memegang amplop di tangannya.
Sementara itu, Salima dan Ruqaiyya masih terus berupaya keras untuk membuat para pria tetap berada di panggung.
Sedangkan Jalal sudah meninggalkan panggung dan meneguk 4 gelas minuman. "Aku sudah melihat minuman dan tariannya? Kapan aku akan melihatmu lagi, Wanita Berbaju Merah?" pintanya dalam keadaan mabuk.
Adham yang sedang menikmati dirinya dengan semua perhatian yang dia dapatkan, memilih menghampiri Jalal. Dia agak sedikit mabuk dan membuatnya agak sulit untuk berjalan tegak.
Adham: "Hey, Jalal. Apa yang kau lakukan disini? Naiklah ke atas panggung. Para wanita itu sangat seksi, khususnya wanita yang berbaju hitam. Goyangannya itu sangat membunuhku!"
Jalal tahu, jika dia ceritakan tentang wanita berbaju merah pada Adham, maka pasti Adham akan mengincarnya juga. Jadi, dia memilih untuk tidak menceritakannya.
Jalal: "No, man. Aku merasa sangat lelah. Kau saja yang pergi dan menikmatinya."
Adham: "Ada apa, Jalal? Ada begitu banyak wanita cantik disini, tapi kau malah tidak tertarik. Apa kau baik-baik saja?"
Jalal: ("Kya batau tumhe, Adham. Pikiranku sungguh kacau! Aku sedang memikirkan Jodha dan wanita berbaju merah itu, bagaikan ada pertandingan yang sedang berlangsung di dalam pikiranku!" Batinnya.)
"Iya, aku baik-baik saja, Adham. Aku hanya lelah saja."
Adham: "Baiklah, terserah kau saja. Aku akan pergi dan menari bersama wanita seksi berbaju hitam itu!"
Adham pun kembali berjalan ke panggung, sedangkan Jalal memesan minuman lagi untuk menenangkan dirinya.
Jodha pun sampai di depan pintu kamar Adham. Dia memutqr knop pintunya, namun terkunci. "Oh tidak! Kenapa ini terkunci? Bagaimana aku mengambil berkas-berkasnya sekarang? Oh Dewi Amba!" katanya cemas.
Jodha kembali menegang sekarang. Dia harus mengambil berkas-berkas itu secepatnya karena takut akan ketahuan. Waktunya sudah banyak yang terbuang karena mencari amplopnya, dan sekarang waktunya sudah tidak banyak lagi.
Jodha masih berdiri disana, mencoba membuka pintunya, dan di saat itulah seorang pelayan melihatnya.
Pelayan: "Hey, apakah kau salah satu penari ya? Apa yang kau lakukan disini? Dan kenapa kau mencoba membuka pintu itu?"
Jodha menjadi panik dengan cercaan pertanyaannya. Dia mengira bahwa rencana sudah akan gagal. Dia pun mulai berkeringat. Si pelayan tadi malah jadi cemas.
Pelayan: "Apa kau baik-baik saja? Kau kelihatn kurang sehat."
Jodha: "Sebenarnya, Adham ingin bertemu denganku. Dia sangat menyukai tarianku. Maka dari itu, dia menyuruhku untuk menemuinya di kamarnya. Tapi pintunya terkunci. Bisakah kau membukanya untukku?"
Pelayan itu pun percaya dengan penuturan Jodha. Karena dia tahu kalau Adham itu memang seorang penikmat wanita dan mempunyai kebiasaan membawa pulang wanita yang ditemuinya di bar atau di pub. Dia pun mengeluarkan satu set kunci dari sakunya. Setelah memilih kunci yang tepat, dia pun memasukkannya ke dalam slot pintu, memutar knopnya, dan membuka pintunya.
Pelayan: "Silakan masuk. Jika kau butuh sesuatu, beritahu saja aku. Karena kau adalah tamu kami, Nona...?
Jodha: "Rose. Namaku Rose. Terima kasih banyak. Aku pasti aku memanggilmu jika butuh sesuatu."
Pelayan itupun pergi dan Jodha masuk ke kamar. Itu adalah kamar yang sangat besar dengan serambi yang luas pula. Ada sebuah dinding kaca pembatas yang memisahkan antar kamar tidur dan serambinya. Ada beberapa foto yang terpajang di dinding, dan wajah Adham ada di setiap foto tersebut. Foto yang paling membuat Jodha tertarik adalah foto 2 orang bocah laki-laki bersama ibu mereka. Dia menyadari bahwa 2 bocah itu adalah Adham dan Jalal. Jodha merasa sangat kasihan pada Jalal saat itu. Adham adalah teman masa kecilnya Jalal, tapi dia malah mengkhianatinya.
Jodha pun tersadar dari lamunannya dan mulai membuka lemari pakaian untuk mencari brankasnya. Dia menyusuri deretan baris pakaian untuk mencarinya. Akhirnya, dia menemukan brankasnya. Di pintu brankasnya, ada tempat sensor scan sidik jari. Jodha dengan hati-hati mengeluarkan kardus yang telah ditempeli pita perekat. Dengan hati-hati, dia melepaskan tempelannya yang sudah terdapat sidik jari tengah Adham. Dia pun menaruh tempelan itu di atas sensor scanner dan menekannya. Beberapa detik kemudian, brankasnya pun terbuka. Jodha merasa sangat senang. Dengan sigap, dia mengeluarkan semua berkas-berkas yang ada dari brankas dan mulai menelusuri berkas yang dicarinya. Akhirnya, dia menemukan sebuah file yang diatasnya tertulis 'Penting'. Jodha mengecek isi filenya dan melihat bahwa berkas itu berlogokan perusahaan Jalal. Dan di berkas itu pula tertera nama dan tanda tangan Benazir dan Adham. "Yes! Dapat! Sekarang, aku harus mengembalikan berkas-berkas yang lainnya ke dalam brankas dan pergi dari sini!" Pintanya dengan senang.
Sambil mengembalikan berkas-berkas yang tak diperlukan, mata Jodha tetap mengawasi ke arah pintu, memastikan tidak ada yang masuk. Setelah semuanya telah rapi, dia pun menutup pintu brankas dan langsung terkunci secara otomatis. Dia mengambil tempelannya dari sensor untuk menghilangkan jejak. Setelan merasa semuanya telah selesai, dia pun mengambil file-nya, amplop sidik jari dan keluar dari kamar itu.
Musik yang sedang mengalun pun sudah berakhir. Dengan itu, Salima dan Ruqaiyya segera mengakhiri tariannya. Mereka kembali menuju kamar rias. Saat mereka tiba, Jodha belum muncul.
Salima: "Oh Tuhan! Dimana dia? Aku harap dia tak tertangkap."
Ruqaiya: "Salima, aku mulai cemas. Aku harap dia tak apa-apa."
Tiba-tiba Jodha menyelinap masuk diam-diam dari arah belakang dan menepuk bahu mereka. Mereka pun berbalik dan merasa senang saat melihatnya aman & selamat. Ketiganya pun langsung saling berpelukan.
Salima: "Jodha, dari mana saja kau? Kami sangat cemas kalau seseorang akan menangkapmu."
Jodha: "Maaf, Salima. Ini karena aku harus datang kemari secara diam-diam sambil membawa file ini agar tak ada yang melihatku."
Ruqaiya: "Syukurlah kau tak apa-apa. Sekarang, ayo kita tinggalkan tempat ini secepat mungkin."
Di sisi lain, Jalal juga memutuskan untuk pulang. Dia agak setengah mabuk, karena itu tidak mungkin baginya untuk mengemudi. Dia pun menghubungi supir pribadinya untuk menjemputnya. Selang beberapa menit, supirnya telah tiba dan memarkirkan mobilnya di jalur lain, karena area parkiran di rumah Adham masih penuh. Jalal pamit kepada Adham sebelum pergi.
Jalal: "Adham, aku harus pergi. Supirku sudah di sini."
Adham: "Biklah, Jalal. Selamat malam. Aku harap kau menikmati pestanya tadi. Bye."
Jalal: "Bye, Adam."
Jalal lalu keluar dari rumah Adham dari pintu depan menuju ke tempat supir pribadinya menunggu. Sesampainya di mobil, dia mendengar suara langkah kaki. Dia pun berbalik dan melihat ketiga penari tari perut sedang berlari dengan kalut menuju sebuah mobil. "Bukankah mereka itu yang tadi menampilkan tari perut di pesta tadi.? Hey, itu dia wanita berbaju merah. Dia bahkan terlihat seksi saat berlari. Aku heran, kenapa mereka pergi dengan terburu-buru begitu?" Katanya dengan penasaran.
Jalal terus menatap ke arah wanita berbaju merah sampai para wanita itu masuk ke mobil dan segera melaju menembus malam. Jalal lalu masuk dan duduk di dalam mobilnya. Lalu menyuruh supirnya untuk mengantarnya pulang.
Jodha, Salima, dan Ruqaiyya merasa sangat senang. Misi mereka pun telah berhasil.
Salima: "Yeyy! Rencana kita telah berhasil! Ini berkat kau, Jodha."
Jodha: "Tidak, Salima. Ini berkat kita semua. Karena kerja sama kita dalam berupaya."
Ruqaiya: "Yey!! Bersulang untuk kita!"
Salima: "Girls, menginaplah di rumahku malam ini. Kita masih harus memikirkan saat yang tepat untuk menyerahkan file ini pada Bos dan tidak lupa untuk memberitahukan kejutan terbesarnya. Di tambh lagi, ini sudah sangat larut."
Jodha-Ruqaiya: “Yah, Baiklah."
Ketiganya masih terus tertawa dan bergembira bersama, di kala itu ponsel Jodha berbunyi. Ibunya yang menelpon. "Astaga! Aku lupa untuk menelpon mereka tadi." Kata Jodha sambil nepok jidat *kumat dech penyakitnya*
Jodha pun menjawabnya, dan dari seberang telepon terdengar suara Ibunya yang sangat marah.
Ibu: "Ada apa ini, Jodha? Bagaimana kau bisa jadi seceroboh ini? Sesibuk itukah kau sampai tak bisa meluangkan waktu sebentar saja untuk menghubungi kami tentang keberadaanmu? Kami sudah menghubungimu 10 kali. Tidakkah kau tahu betapa cemasnya kami?"
Jodha: "Ibu, aku sungguh minta maaf. Kami tadi memutar musik terlalu keras, jadi aku tak bisa mendengar ponselku berbunyi. Dan saat pestanya berakhir, aku harus membantu Salima untuk membereskan tempatnya."
Ibu: "Baiklah, sayang. Ibu mengerti. Tapi jangan kau ulangi lagi, ya? Kau tahu,'kan Ibu jadi sangat cemas. Ngomong-ngomong, sekarang sudah larut. Jadi, kau tak usah pulang, menginap saja dirumahnya Salima. Ayahmu sudah tidur, kalau tidak dia pasti akan menjemputmu. Jadi, pulanglah besok pagi saja."
Jodha: "Baiklah, Buu. Terima kasih dan aku sungguh minta maaf."
Jodha pun menutup teleponnya. Senin besok adalah hari yang penting karena mereka harus mengabarkan berita penting pada Jalal.