Penulis: Sally Diandra
Pagi itu ketika matahari masih malu malu untuk keluar dari tempat peraduannya, dimana udara dingin mulai menyeruak masuk menusuk ke dalam kulit, Jodha terbangun dari tidur panjangnya, ketika hendak beranjak dari tempat tidur dilihatnya tangan suaminya Jalal masih memeluk erat dirinya seakan akan enggan dilepaskan, perlahan lahan Jodha melepaskan pelukan Jalal dan diletakkannya diatas paha Jalal lalu dilihatnya wajahnya suaminya itu yang sedang tertidur pulas bagaikan seorang bayi, Jodha tersenyum memandangnya lalu perlahan dikecupnya kening Jalal, Jodha masih ingat bagaimana dulu ketika dirinya bertemu dengan Jalal …
“Ibu, aku nggak mau di operasi! aku nggak papa! aku sehat!” saat itu Jalal berusaha memberontak ketika dirinya akan dibawa keruang operasi, diatas kursi rodanya Jalal berulang kaki hendak berdiri tapi langsung dihentikan oleh ibunya, sementara seorang perawat terus mendorong kursi roda tersebut kesepanjang lorong menuju ruang operasi.
“Jalal, daripada kamu selalu mengeluh perutmu sakit terus, lebih baik segera kita tuntaskan semua ini, operasi usus buntu termasuk operasi yang ringan, Jalal … kamu tidak usah khawatir, semuanya akan baik baik saja” ibu Hamida ibu Jalal berusaha membujuk anaknya agar mau dioperasi, ketika sampai didepan ruang operasi, sang perawat mengetuk ruang yang bertuliskan R. OPERASI, sesaat Jalal bergidik melihatnya namun tiba tiba dari balik pintu utama ruang operasi, keluarlah seorang perawat berseragam hijau tosca dengan senyumnya yang mengembang sambil melirik kearah Jalal, tanpa dikomando tiba tiba Jalal merasakan debaran jantungnya yang tidak menentu, perawat tersebut sesekali melirik kembali kearah Jalal sambil ngobrol dengan perawat yang membawa Jalal tadi, badannya yang tinggi semampai dengan kulit wajahnya yang putih dan mata yang bulat serta bibir merah mudanya yang mungil mampu menyihir Jalal dalam sekejap, Jalal tidak berkedip memandangnya hingga perawat itu menghampiri kearah Jalal.
“Selamat pagi, tuan Jalalludin Muhammad Akbar?” suaranya yang lembut dan indah semakin mempesona Jalal, ketakutannya akan ruang operasi seakan akan langsung sirna begitu dilihatnya bidadari penyelamat didepannya kali ini “Anda tuan Jalalludin?” begitu tanyanya kembali .
“Iya, suster … ini tuan Jalalludin, saya Hamida ibunya” jelas bu Hamida
“Ibu bisa tunggu disini sebentar, kami akan membawa tuan Jalalludin kedalam, setelah operasinya selesai, kami akan segera memberitahu anda” ibu Hamida hanya mengangguk kemudian perawat tadi mendorong kursi roda Jalal masuk kedalam ruang operasi yang terasa nyaman karena AC.
“Tuan … “ , “Jalal!” Jalal segera memotong ucapan perawat tersebut “Panggil aku Jalal, kalau kamu? Jodha … benar?” Jalal menunjuk pada bed nama di dada sebelah kanan Jodha, Jodha hanya mengangguk
“Tunggu disini sebentar, karena kami sedang mempersiapkan ruang operasi untuk anda”
“Apakah sakit?” Jalal langsung menghentikan langkah Jodha yang hendak menuju ke meja kerjanya, kemudian Jodha langsung berbalik menuju kearah Jalal sambil tersenyum “Baru pertama kali operasi?” tanya Jodha ketika sudah dekat dengan Jalal, Jalal hanya mengangguk perlahan ~”Jangan jauh jauh dariku, aku ingin melihat wajahmu terus” bathin Jalal~
“Tapi paling tidak pernah disuntikkan?” Jalal kembali menggelengkan kepalanya “Aku … aku … aku pernah trauma ketika kecil, aku pernah disuntik dan jarum suntik itu entah bagaimana terlepas dari pegangannya dan masih menempel dilenganku, sejak itu aku phobia dengan jarum suntik” Jodha kembali tersenyum mendengarkan cerita Jalal. “Untuk yang kali ini anda tidak akan melihat jarum suntik tersebut dan lagi nanti tubuh anda juga tidak akan merasakan apa apa, anda akan dibius”
“Dibius??? hmm … bisakah tidak menyebutkan kata ‘anda’? rasanya kurang enak didengar, lebih baik aku kamu saja, kamu mau kan?” pinta Jalal mengiba, sesaat Jodha menghela nafas pelan lalu mengangguk ~“Pertama Jalal lalu aku kamu, ada apa sebenarnya dengan pasien yang satu ini, aneh”~ bathin Jodha dalam hati “Lalu mengenai dibius, apakah aku akan dibius total?” tanya Jalal penasaran
“Tidak, anda … eh maaf, kamu akan dibius spinal dari pinggang kebawah, kami biasanya menyuntikkan obat bius di tulang ekor pasien, dibagian belakang, tidak sakit, hanya seperti digigit semut” Jodha berusaha menenangkan Jalal pasiennya yang baru pertama kali ini mau melakukan operasi, tiba tiba pintu kamar operasi terbuka dan beberapa perawat laki laki dan perempuan yang berseragam yang sama dengan Jodha menyeruak keluar.
“Tuan Jalalludin Muhammad Akbar pasien ok appendik!” ujar salah seorang perawat, Jodha langsung memegang kursi roda Jalal “Yup! siap!” sambil mendorong kursi roda Jalal masuk menuju ruang operasi dimana disana terdapat tempat tidur single yang cukup tinggi dengan lampu bundar yang sangat besar yang tergantung diatasnya, juga beberapa pisau, gunting, monitor EKG, tabung gas, semuanya membuat Jalal merinding “Maukah kamu menemaniku selama aku operasi, rasanya dengan melihatmu saja, aku seperti mendapat kekuatan menjalani operasi ini” Jalal memohon pada Jodha, Jodha yang saat itu membimbing Jalal untuk duduk diatas tempat tidur tersebut tersenyum, “Aku akan selalu ada disini menemanimu” rasanya seperti tersiram cairan gunung es begitu mendengar ucapan Jodha. Jodha dan beberapa perawat mulai menyiapkan Jalal untuk operasi, dokter anestesi datang untuk menyuntikkan obat bius ditulang ekor Jalal, Jodha segera menghampirinya.
“Duduklah … rilex, santai saja, rasanya seperti digigit semut” Jodha berusaha menenangkan Jalal yang saat itu memasang muka yang gelisah namun setelah ngobrol dengan Jodha, Jalal langsung tersenyum sampai sampai lesung pipitnya disebelah pipi kanannya terlihat dengan jelas, “Dengan expresi wajah apapun dia memang tampan, apalagi dengan matanya yang teduh, alis matanya yang tebal, kumisnya yang berjejer rapi dan hidungnya yang mancung membuat satu kesatuan ciptaan mahluk Tuhan yang sempurna” bathin Jodha sambil memegangi bahu Jalal yang sedang disuntik obat bius.
“Sudah selesai, kamu bisa tidur kembali, bagaimana tidak terasa kan?” Jalal mengangguk sambil terus menatap Jodha “Perlahan nanti kamu akan merasakan seluruh kakimu kebas, tidak terasa itu artinya pengaruh obat biusnya sudah bekerja” tak lama kemudian setelah Jodha menyiapkan Jalal untuk siap dioperasi dokterpun masuk ke ruang operasi, namun Jalal sudah merasa lebih rilex dan nyaman walaupun perutnya mulai disayat dengan sebilah pisau, Jalal tidak merasakannya, dia merasa nyaman dengan kehadiran Jodha yang sekali kali menengok kearah mukanya yang dibatasi dengan tirai penyekat, hingga akhirnya operasinya berakhir. Jalal merasakan tutbuhnya diangkat dan dipindah ke tempat tidur yang lain lalu didorong ke ruang recovery.
Saat itu Jalal merasakan kantuk yang amat berat apalagi dengan lantunan instrumental yang lamat lamat terdengar diruangan tersebut, membuat dirinya semakin mengantuk, akhirnya Jalalpun tertidur. Beberapa jam ketika Jalal sadar, dilihatnya ada beberapa pasien yang berjejer ditempat tidur yang sama seperti dirinya, ada yang sudah ditemani keluarganya ada juga yang belum sama seperti dirinya, tak lama kemudian Jodha menghampiri Jalal.
“Kamu sudah bangun, enak tidurnya?” Jalal hanya menganggukkan kepalanya “Aku panggilkan keluargamu dulu ya” Jodha segera berjalan kearah pintu keluar belakang kamar recovery, sesaat kemudian ibu Hamida, bibi Maham Anga, bibi Gulbadan dan Jiji Angga masuk ke kamar recovery bersama Jodha.
“Kamu sudah siuman, Jalal” ujar ibu Hamida sambil mencium kening anaknya
“Bagaimana operasinya, Jalal? semuanya berjalan lancar kan?” tanya bibi Maham Anga yang merupakan adik almarhum ayah Jalal, Jalal hanya menganggukkan kepalanya lemah
“Ibu, tolong panggilkan suster Jodha” pinta Jalal, tanpa disuruh bibi Gulbadan adik almarhum ayah Jalal juga segera menghampiri Jodha yang sedang berada dibalik meja kerjanya lalu bergegas menghampiri Jalal.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Jodha lembut,
“Aku ingin minum, tolong ambilkan air putih” pinta Jalal mengiba, Jodha langsung menggelengkan kepalanya, “Kamu belum boleh minum air putih, nanti setelah kamu buang angin pertama, baru setelah itu kamu bisa mulai minum air putih” jelas Jodha
“Iya, Jalal … saat ini kamu belum bisa minum dulu, beberapa jam lagi pasti bisa, sabarlah” kata ibu Hamida sambil membelai kening Jalal, kemudian ketika Jodha hendak berlalu meninggalkan Jalal
“Jodha!” panggil Jalal lemah, Jodha segera menghentikan langkahnya …
“Ibu, kenalkan ini Jodha, suster yang dari tadi menemani aku saat operasi” Jalal mencoba mengenalkan pada keluarganya
“Terima kasih, Jodha … kami sangat berterima kasih padamu, apa jadinya Jalal tadi waktu operasi kalau tidak ada kamu” ujar bu Hamida tulus, bibi Gulbadan dan Jiji Angga juga tersenyum melihat kecantikan dan kelembutan Jodha tapi tidak dengan bibi Maham Anga yang tampak kurang suka melihat Jodha.
“Saya hanya menjalankan tugas saya, ibu … agar operasinya bisa berjalan dengan lancar dan saya doakan semoga Jalal segera sembuh jadi bisa kembali beraktifitas” kata Jodha sambil pamit pada mereka untuk kembali ke meja kerjanya. Sementara bibi Gulbadan dan Jiji Angga Nampak tersenyum senyum melihat Jodha “Cantik dia yaa kak Hamida” , “Iya … cantik dan sopan lagi, bagaimana menurutmu Jalal?” goda bu Hamida, Jalal hanya diam saja sambil tersenyum melihat ibu dan bibi bibinya.
Hingga akhirnya masa recovery Jalal sudah berlalu, Jalal harus segera dipindah ke kamarnya kembali, tak lama kemudian para perawat pria datang sambil membawa tempat tidur yang agak besar kemudian Jalal dipindah ke tempat tidur tersebut, Jodha membantu proses pemindahannya ke tempat tidur besar, ketika sudah siap hendak diberangkatkan menuju kamarnya, Jalal langsung menyambar tangan Jodha “Bisakah kita ketemu lagi?” Jodha hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, kemudian tempat tidur Jalal didorong oleh para perawat pria menuju pintu keluar, Jodha hanya bisa memandangi Jalal dari jauh ….