By Sally Diandra..... Waktupun berlalu dengan begitu
cepat, tanpa terasa Salim saat ini sudah berusia 1,5 tahun dan selama waktu itu
pula dokter Suryaban mencoba untuk lebih dekat dengan Jodha, mencoba untuk
menyelami bagaimana kepribadian Jodha yang sebenarnya karena melihat latar
belakang Jodha yang single parent, dokter Suryaban sangat menyadari tidaklah
mudah untuk bisa memasuki kehidupan pribadi Jodha dengan menawarkan suatu
kehidupan yang baru untuknya, oleh karena itu seperti pepatah Jawa yang
mengatakan, dokter Suryaban mencoba bersabar dan alon alon asal kelakon ( lama
lama akhirnya juga bisa mendapatkan apa yang diinginkan ) dokter Suryaban
mencoba untuk lebih akrab dengan Jodha sebagai temannya.
“Selamat sore ...” sore itu tiba tiba dokter Suryaban
muncul dirumah Jodha ketika Jodha sedang asyik berkebun ditaman depan, menambah
beberapa tanaman yang Jodha rasa perlu, Jodha memang suka sekali berkebun
khususnya dengan konsep eco green yang bisa membuat rumahnya tambah nyaman dan
sejuk.
Begitu melihat kedatangan dokter Suryaban, Jodha segera
berdiri dari duduknya dan langsung menyambut tamu nya itu “Apa kabar dok?
Tumben sore sore nongol, ada angin apa ni?”
Dokter Suryaban cuma tersenyum “Suka berkebun juga rupanya?”
Jodha menganggukkan kepalanya “Biasa, hobby dari dulu
sekalian buat ngisi waktu luang, ayoo silahkan masuk, dok ... tapi maaf saya
mau ganti baju dulu, kotor”
Dokter Suryaban hanya tertawa kecil “Kamu pasti ngira aku
nggak nyaman yaa kalau duduk sama kamu dengan pakaian kotor begini?”
“Yaaa kurang lebih seperti itu, dok ... Hehehehe” Jodha
berusaha menetralisir keadaan karena Jodha tau banget kalau dokter Suryaban itu
paling benci dengan sesuatu yang kotor dan jorok.
“Tenang saja Jodha, kalau untuk urusan berkebun, aku bisa
mentolerir, it’s okay!”
“Waaaah rupanya ada tamu to? Kenapa nggak disuruh masuk
dokter Suryaban, Jodha” tiba tiba ibu Meinawati menghampiri mereka sambil
menggendong Salim.
“Tidak apa apa, bu ... Lagian saya juga baru datang, apa
kabar Salim? Sehat kan?”
Ibu Meinawati mengangguk sambil tersenyum “Sehat dan lagi
bawel, biasa lagi belajar ngomong, jadi lagi nanya nanya melulu tapi kalau
disuruh belajar jalan masih malas ni, dok” ibu Meinawati menciumi Salim dengan
gemas, dokter Suryaban dan Jodha hanya tertawa melihatnya
“Ibu temani dokter Surya dulu yaaa, aku ganti baju dulu,
nggak enak kotor gini,” ucap Jodha.
“Ya udah sana masuk! Biar Salim yang nemani dokter Surya,
iya kan Salim?”
“Papapapapap ...” Salim yang digendong oleh neneknya tiba
tiba ikut nimbrung pembicaraan mereka, semua yang ada disanapun tertawa melihat
tingkah Salim yang lucu.
Sementara itu dirumah Jalal, setiap hari Jalal selalu
rajin melakukan terapi fisioterapi untuk kedua kakinya, akhirnya dari kursi
roda, Jalal sudah beralih menggunakan kruk yang disandarkan dikedua ketiaknya
dan perlahan lahan Jalal sudah bisa menggerakan kakinya meskipun belum begitu
sempurna dan semua itu lagi lagi berkat dukungan Rukayah yang tidak henti
hentinya melayani keperluan Jalal dalam hal medis juga dukungan keluarganya
yang sangat dicintainya.
“Kak Hamida, aku lihat semakin hari semakin lama rasanya
Jalal dan Rukayah itu cocok ya satu sama lain” tanpa ada yang bertanya tiba
tiba bibi Maham Anga memberikan sebuah pernyataannya ke ibu Hamida yang saat
itu sedang menikmati acara minum teh disore hari bersama bibi Maham Anga
dikebun belakang mereka, sambil memperhatikan Jalal yang sedang belajar
berjalan dengan kruknya yang dibantu oleh Rukayah
“Maksud kamu Maham?”
“Yaaa maksud aku, kenapa tidak kita menjodohkan saja
Jalal dengan Rukayah, lagian Rukayah itu juga berasal dari keluarga terhormat, sama
seperti kita, ayahnya adalah salah satu kolega bisnisku, kak” ibu Hamida hanya
diam saja sambil mendengarkan penjelasan bibi Maham Anga “Bagaimana menurutmu,
kak?”
Ibu Hamida sekilas melirik kearah bibi Maham Anga “Aku
pikir belum saatnya menjodohkan Jalal dengan siapapun, Maham ... karena aku
lihat dia masih terluka dengan Jodha, kalau toh ternyata akhirnya mereka saling
jatuh cinta, biarkan semuanya mengalir apa adanya, biarkan mereka yang
mengalami chemistry itu sendiri tanpa harus adanya paksaan dari kita sebagai
orang tuanya, ingat Maham ... aku tidak suka memaksa anak anakku”
Bibi Maham Anga kurang suka dengan pendapat ibu Hamida “Tapi
dulu Salima, kakak Jalal ... dia menikah juga karena dijodohkan kan, kak”
Ibu Hamida tersenyum kearah bibi Maham Anga “Kamu lupa
siapa yang menjodohkan mereka? Salima dijodohkan oleh kakakmu sendiri, Humayun,
ayah Salima, suamiku bukan aku Maham, saat itu terus terang aku menentang
keputusan Humayun tapi ternyata Salima berbesar hati mau menerimanya, so
terjadilah ... sudahlah Maham biarkan anak anak kita bebas menentukan
pilihannya, cukup kemarin saja kamu keras dengan Jodha, setelah itu sudahlah
... jangan ada paksaan paksaan lagi”
“Tapi, kak ... Aku melakukan semua ini untuk menjaga nama
besar leluhur kita untuk keturunan kita kelak, bagaimanapun juga keluarga kita
cukup terpandang dikota ini, aku tidak mau orang orang mencemooh dan membuat
gossip yang tidak bermutu tentang keluarga kita”
Ibu Hamida tersenyum mendengar penjelasan bibi Maham Anga
“Aku tahu, Maham ... aku tahu, aku bisa mengerti tapi pada kenyataannya ketika
kita memaksakan kehendak kita pada mereka, apa yang kita dapat? Nggak ada kan?”
ibu Hamida menghela nafas panjang sambil menunjuk ke arah Jalal “Contohnya
Jalal, kamu tahu dia itu seperti apa, ketika kamu memaksakan kehendak kamu, dia
malah menentang kamu, dia lebih memilih meninggalkan kita semua untuk
mendapatkan Jodha, iya kan?”
Bibi Maham Anga semakin tidak suka dengan arah
pembicaraan bersama kakaknya kali ini, hingga akhirnya dirinya merasa
diselamatkan ketika Jalal dan Rukayah berjalan mendekati dan berbaur bersama
mereka. “Bagaimana Jalal? Sudah semakin mahir kamu belajar berjalan?” Jalal dan
Rukayah hanya tersenyum.
“Kamu ini seperti bayi yang baru berusia satu setengah
tahun saja yang sedang belajar berjalan” ibu Hamida ikut menimpali.
“Aku ini memang baru lahir, ibu ... aku ibaratkan aku ini
seperti bayi yang baru saja belajar berjalan, ternyata sulit juga ya, meskipun
keinginanku kuat tapi kemampuanku tidak mendukung”
“Tapi lama kelamaan kamu pasti bisa, Jalal” Rukayah ikut
buka suara diantara mereka.
“Iyaaa, Jalal ... selama ada Rukayah, kamu pasti akan
cepat sembuh, Rukayah ini selain cantik, pintar, dia juga mempunyai keyakinan
yang kuat kalau kamu bakalan sembuh, tidak seperti istrimu itu yang tiba tiba
menghilang begitu saja, nggak tau kemana rimbanya, bukannya merawat suaminya
“Maham ... sudah ...” ibu Hamida segera menghentikan
ocehan bibi Maham Anga begitu dilihatnya wajah Jalal langsung berubah muram.
“Lhooo ... yang aku bicarakan ini fakta, kak ... Jodha
memang seperti itu! Dia itu istri yang tidak punya perasaan, ketika suaminya
sedang sekarat berjuang antara hidup dan mati, dia malah memilih pergi
meninggalkannya begitu saja, wanita macam apa itu! Maunya cuma senang senangnya
saja, begitu susah dia pergi begitu saja”
“Birbaaaalllll!!!” tiba tiba saja Jalal berteriak
memanggil Birbal.
Birbal yang memang saat itu sedang berada didekat tempat
tersebut segera berlari mendekati Jalal “Ada apa Jalal?”
“Ambilkan aku kursi roda, aku mau ke kamar” Birbal segera berlalu dari sana dan mengambil
kursi roda untuk Jalal.
“Jalal, kamu kan bisa minta tolong aku, kalau kamu ingin
diambilkan kursi roda”
“Tidak apa apa Rukayah, biar Birbal saja”
“Iyaaa Jalal, Rukayah kan selalu siap sedia membantu kamu
kapan saja, dia ini membantu kamu tanpa pamrih lhooo”
“Tidak apa apa, bibi ... tadi Rukayah kan juga sudah
melatih aku berjalan, biar Birbal saja”
Tak lama kemudian Birbal sudah mendekati Jalal dengan
menyorong sebuah kursi roda, Jalal segera duduk dikursi roda tersebut dan
berpamitan untuk masuk kedalam “Aku permisi dulu, aku mau istirahat, selamat
sore”
Semua yang ada disana hanya menganggukkan kepalanya, ibu
Hamida tau kalau sebenarnya Jalal tidak tahan dengan kata kata Maham Anga yang
memojokkan Jodha, hatinya terluka tapi mau bagaimana lagi, Jalal tidak bisa
membela Jodha didepan bibinya karena pada kenyataannya Jodha memang berbuat
seperti yang dikatakan oleh bibi Maham Anga.
Sesampainya didalam kamar, Jalal meminta Birbal untuk
menutup pintu kamarnya dan seketika itu juga Jalal menumpahkan seluruh
tangisnya yang telah ditahannya sejak tadi, Jalal menangis sambil
menelungkupkan wajahnya diatas tempat tidur sementara tubuhnya masih berada
dikursi roda, dadanya terasa sesak “Kenapa kamu melakukan ini, Jodha? Kenapa?!!!!”
Jalal berteriak meratapi nasibnya, kata kata bibi Maham Anga yang didengarnya
selama ini tentang kejelekkan Jodha sudah mulai merasuki dirinya, sedikit demi
sedikit secara sengaja bibi Maham Anga memang berusaha untuk meracuni pikiran
Jalal, agar Jalal tidak percaya pada Jodha lagi, agar Jalal menganggap Jodha
adalah istri yang buruk, istri yang tidak setia, istri yang egois yang hanya
mementingkan kepentingannya sendiri “Kenapa Jodha? Kenapa kamu membuat aku
menderita? Apa salahku? Kenapa kamu pergi begitu saja tanpa pesan apapun
untukku!!!” kembali Jalal berteriak memanggil nama Jodha.
Dari luar kamar, Birbal yang masih menanti dengan setia
tuannya disana merasa terharu, Birbal tau kalau Jalal sangat mencintai Jodha
maka ketika Jodha membuat Jalal menderita, hal itu sungguh sangat menyakitkan
bagi Jalal, entah sampai kapan luka itu akan sembuh, entah sampai berapa
lama.