By Sally Diandra
Kisah asmara Jalal dan Jodha semakin hari semakin mesra, mereka berdua seperti sepasang remaja yang dimabuk asmara, tiada hari yang tidak mereka lewatkan untuk selalu berdua, meskipun mereka tinggal dirumah kontrakan yang kecil, namun bagi Jalal dan Jodha rumah itu adalah surganya mereka berdua, dimana mereka bisa melepaskan semua kemesraan mereka tanpa adanya gangguan dari pihak manapun. Jalal benar benar bisa memperlakukan Jodha sebagai seorang teman, kekasih dan istri sedangkan Jodha juga bisa memposisikan dirinya seperti yang diinginkan oleh Jalal, mereka itu bagaikan Romeo dan Juliet, Qais dan Laila, Roro Mendhut dan Pronocitro atau Galih dan Ratna, sebuah cinta sepanjang masa yang tidak akan pernah bisa terpisahkan.
Lima bulan kemudian, adik Jalal yang bernama Bhaksi yang sudah menikah 2 tahun yang lalu akhirnya melahirkan anak pertama mereka, sore itu Jalal dan Jodha mendatangi pesta sukuran anak Bhaksi “Anakmu lucu ya, Bhaksi ... persis seperti kamu” Jodha memuji bayi Bhaksi “Lalu kamu kapan, Jodha? Kapan kamu memberikan ibu, cucu?” tiba tiba ibu Hamida menyela pembicaraan mereka berdua, Jodha jadi tersipu malu “Tenang saja, ibu ... Tiap malam kami nggak berhenti bekerja kok, bu ... untuk mewujudkan impian ibu, bukan begitu Jodha?” ujar Jalal sambil melingkarkan lengannya dipinggang Jodha, Jodha hanya tersipu malu, pipinya langsung memerah “Mana bisa dia memberikan kamu keturunan, Jalal!” tanpa ditanya ternyata bibi Maham Anga ikut nimbrung diantara mereka “Apa maksud, bibi?” Jalal mulai tidak suka dengan ucapan bibinya “Yaaa ... Lihat saja nanti, apa bisa perempuan yang kamu pilih sebagai istrimu itu bisa memberikan kamu anak, aku yakin dia tidak bisa!”, “Bibi! Jaga omonganmu!” Jalal mulai marah, sementara bibi Maham Anga nampak santai sambil menunjukkan sikap sombongnya “Sudah! Sudah! Ibu tidak ingin adanya pertengkaran, hari ini adalah hari bahagianya Bhaksi, tolong jaga sikap kalian!”, “Tapi bibi Maham Anga yang mulai, ibu ... Bukan aku!”, “Lho! Aku berkata benar kan? Buktinya sampai sekarang istri tercintamu itu belum juga hamil, apa bisa dia hamil?” bibi Maham Anga terus mengejek kearah Jalal dan Jodha “Maham! Hentikan! Kalau saat ini Jodha belum hamil, bagi kami itu tidak menjadi masalah, Bhaksi sendiri menikah 2 tahun baru mempunyai anak sekarang, kenapa dipersoalkan?”, “Lebih baik, kami pulang saja, ibu” Jalal merasa kondisi dipesta Bhaksi sudah mulai tidak kondusif, Jalal sudah jengah berada diantara keluarga besarnya, Jalal tidak menyangka kalau keluarga besarnya benar benar belum bisa menerima Jodha sebagai istrinya, sehingga semua mata yang menatap kearah Jodha, selalu tersenyum sinis sampai mencibir kearahnya “Jalal, jangan sayang ... bertahanlah dulu disini, demi ibu, demi Bhaksi”, “Tidak bisa, ibu ... Kami harus pulang, kapan kapan kami pasti akan kemari lagi untuk menengok Bhaksi dan bayinya” ibu Hamida tidak bisa menghentikan langkah Jalal, Jalal memang keras kepala, begitu sudah berkemauan, tidak akan ada yang bisa menghentikannya, seperti malam ini, Jalal sudah ditak tahan dengan ejekan dan cibiran dari keluarga besarnya, Jalal langsung menggandeng lengan Jodha meninggalkan rumah ibunya, ibu Hamida, Bhaksi dan Salima hanya bisa menatap kepergian mereka dengan sedih.
Malam itu Jalal langsung memacu laju motornya begitu kencang menembus malam, sementara Jodha memeluknya erat dari belakang, memberikan kehangatan untuk suaminya. Begitu sampai dirumah, Jalal masih diam seribu bahasa, Jodha tau kalau Jalal masih kesal dengan kejadian tadi dirumah ibunya, dipeluknya Jalal dari arah belakang ketika Jalal sedang termenung didepan jendela kamarnya “Masih marah?” Jodha mencoba mencairkan suasana, Jalal memegang tangannya kemudian menciumnya lembut “Kalau ada kamu, mana bisa aku marah?” kemudian Jalal berbalik menghadap kearah Jodha “Kamu selalu bisa menenangkan jiwaku, aku selalu merasa nyaman ketika bersamamu, tapi aku nggak bisa terima kalau ada yang melecehkanmu, Jodha” Jodha menggelengkan kepalanya “Aku tidak masalah, sayang ... aku sudah bisa menerima semua ini, aku sudah kebal”, “Tidak, Jodha ... Itu tidak baik, aku tidak ingin mereka terutama keluarga besarku mengejek kamu, aku harus memberikan pelajaran pada mereka” Jodha segera memeluk Jalal erat “Tidak sayang ... Aku tidak ingin masalah ini berlarut larut, aku tidak apa apa, lebih baik kita mengalah saja, yang penting kita tetap bersama, aku mencintai kamu dan kamu mencintai aku, bagiku itu sudah cukup, aku tidak peduli apa kata mereka” Jodha mencoba menenangkan Jalal, Jalal kemudian melonggarkan pelukannya, dibelainya wajah Jodha dengan lembut “Aku bangga dengan kamu, kamu selalu lebih memilih mengalah daripada memperkeruh suasana, aku memang tidak salah memilihmu sebagai istriku, sebagai kekasih kamu juga sangat memuaskan” Jodha tersenyum memandang Jalal sambil memonyongkan bibirnya “Kenapa?” Jalal gemas dengan bibir Jodha yang monyong seperti itu “Memuaskan? Hanya itu?” Jodha mencoba menggoda Jalal “Ooo aku tau, selain memuaskan kamu juga sangat menggairahkan”
Tiba tiba Jalal hendak memeluk Jodha namun dengan gesit Jodha langsung mengelak dan berlari keatas tempat tidur, Jalal mengejarnya, dari bawah tempat tidur Jalal mencoba menangkap Jodha yang berlompat lompatan diatas tempat tidur “Tidak kena! Tidak kena!” Jodha terus menerus menggoda Jalal, Jalal segera naik keatas tempat tidur, namun Jodha malah turun dari tempat tidur tapi Jalal berhasil menyambar bajunya, dipegangnya erat baju Jodha, Jodha berusaha mengelak namun cengkraman Jalal sangat kuat, mereka berdua lalu tertawa bersama sama dan terbaring diatas tempat tidur dengan nafas yang tidak beraturan, lama mereka saling memandang satu sama lain, dan entah siapa yang memulai, tiba tiba mereka sudah terlibat percintaan yang panas, Jalal melumat habis sekujur tubuh Jodha bagaikan singa lapar yang sedang memangsa korbannya, sedangkan Jodha hanya bisa pasrah menikmati seluruh sentuhan Jalal di setiap jengkal tubuhnya, malam itu bukanlah malam pertama ataupun malam terakhir mereka dalam bercinta, karena setiap malam mereka selalu menikmati manisnya madu asmara.
Hingga suatu malam, satu hari menjelang ulang tahun pernikahan mereka berdua yang pertama, setelah mereka selesai bercinta, Jalal memeluk erat tubuh Jodha dari arah belakang, diciuminya bahu Jodha yang masih terbuka, Jodha sedikit malu, kemudian Jodha berbalik kearah Jalal sambil semakin menutupi tubuhnya dengan selimut “Kenapa ditutupi seperti itu? Aku kan sudah liat semuanya, kenapa harus malu?”, “Aku selalu malu kalau didepan kamu” Jalal tersenyum menatap istrinya dengan penuh cinta kemudian diciumnya lembut tangan Jodha. “Sayang, sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita yang pertama, aku mau minta maaf ke kamu ... “, “Minta maaf kenapa?” sesaat Jodha terdiam memandangi suaminya dengan penuh haru “Aku minta maaf, karena sampai satu tahun kita menikah, aku belum bisa memberikan kamu seorang anak”, “Stttttt ... nggak usah kita bahas soal itu, yang penting kita selalu berusaha dan berikhtiar kepada Yang Kuasa, mungkin saat ini belum saat yang tepat kita memiliki momongan tapi aku yakin suatu saat nanti, kita pasti akan punya momongan, percayalah” Jodha terharu dan menitikkan airmata “Kamu tahu, aku sudah menyiapkan sebuah nama untuk anak kita” Jodha semakin terharu, Jalal segera menyeka airmata Jodha “Jangan menangis, aku tidak tahan melihat kamu menangis, Jodha ... Aku ingin kamu tersenyum, tersenyumlah ... Senyummu membuat aku selalu mengingatmu meskipun aku jauh darimu” Jodha langsung menutup mulut Jalal “Kamu tidak akan jauh dari aku, sayang .... ngomong ngomong, siapa nama anak yang sudah kamu siapkan?” Jalal tersenyum memandang kearah Jodha “Aku menyiapkan dua nama, kalau dia laki laki, aku ingin memberinya nama Salim, kalau dia perempuan, aku ingin memberinya nama Khanum”, “Nama yang bagus, aku suka ... Aku berdoa semoga Tuhan mendengar doa doamu, sayang” Jodha sangat senang mendengar usulan nama nama anak mereka yang sudah disiapkan Jalal.
Keesokan harinya, Jodha sudah menyiapkan sarapan pagi spesial untuk Jalal sebagai ucapan selamat hari ulang tahun pernikahan mereka “Selamat pagi, happy anniversary sayang” Jodha menyapa suaminya pagi itu dengan ciuman mesra dikening dan kedua pipi Jalal, Jalal kaget begitu menyadari Jodha menciumi wajahnya “Happy anniversary too ... Aku bahagia akhirnya kita bisa melewati pernikahan kita selama satu tahun ini, Jodha”, “Aku juga, tidak ada yang lebih membahagiakanku selain menjadi pendamping hidupmu, meskipun badai topan menerjang biduk rumah tangga kita tapi aku yakin kita tidak akan goyah, kita tetap akan satu” Jalal mencium kening Jodha dengan lembut “Sekarang, kamu lebih baik mandi dulu lalu kita sarapan, tuan Jalal!” Jodha segera meninggalkan Jalal, namun secepat kilat Jalal langsung menyambar tangan Jodha “Tidak ada pelukan hangat untuk suamimu ini?” Jodha hanya melirik sekilas “Mandi dulu, baru aku peluk, tuan Jalal ... Bau!” Jodha memencet hidungnya, Jalal tertawa melihat ulah Jodha sambil menepuk pantat Jodha yang mulai berlari meninggalkannya.
Ketika mereka sedang menikmati sarapan pagi, diluar awan hitam mulai bergulung gulung dengan suara gemuruh gunturnya, pagi itu awan tampak sangat mendung sekali “Sepertinya hari ini akan hujan deras, Jodha ... Tapi mudah mudah cuaca hari ini tidak mengganggu acara kita”, “Acara kita? Memangnya kita mau kemana?” Jalal tersenyum “Aku ingin mengajak kamu makan malam spesial untuk merayakan ulang tahun pernikahan kita yang pertama, nanti aku jemput kamu dirumah sakit” Jodha mengangguk “Aku setuju, hari ini aku berangkat siang, jemput aku malam ya” Jodha sudah tidak sabar menunggu acara spesial yang Jalal siapkan nanti malam untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka berdua yang pertama.