Versi
asli Bag. 41 - 43
By:
Viona Fitri
Sesampainya
di Giani Cafe, Jalal menghentikan audinya dan menarikkan pintu mobil untuk
Jodha. Jodha tersenyum dan kemudian menggandeng tangan Jalal memasuki cafe
tersebut. Jodha mencari sosok Surya yang tengah menantinya 1 jam yang lalu.
Seorang pria, dari kejauhan melambaikan tangannya ke arah Jodha. Jalal dan
Jodha lalu berjalan ke arah pria tersebut dan duduk berhadapan dengannya.
“Jodha,
akhirnya kau datang juga. Silahkan duduk!” kata Surya dengan ramah sambil
menarikkan satu kursi untuk tempat duduk Jodha.
“Terima kasih
Surya.” Jodha tersenyum ke arah Surya dan menarikkan satu kursi di sampingnya untuk
Jalal. “Jalal... Duduklah.”
Jalal
duduk di kursinya sambil menatap sinis ke arah Surya. Sementara Surya hanya
tersenyum semanis mungkin membalas tatapan sinis Jalal.
“Jalal....
Kau jangan menatap Surya seperti itu. Tidak bisakah kau bersikap yang selayaknya
pada Surya.” kata Jodha pelan berbisik di telinga Jalal.
“Kenapa
Jodha? Aku hanya menatapnya saja. Kau tidak perlu khawatir.” balas Jalal dengar
suara hampi tidak kedengaran di telinga Jodha.
Surya
menatap bergantian ke arah Jalal dan Jodha dengan tatapan mengerti. Jodha mulai
mencairkan suasana dan bertanya dengan nada sopan pada Surya.
“Surya,
bagaimana kabar mu? Sudah lama kita tidak bertemu, aku rasa kau sudah akan
berumah tangga secepatnya kan?” tanya Jodha yang langsung membuat Surya
mendadak tersedat dari minumnya. Jodha jadi merasa bersalah dan memberikan
sebuah tissue pada Surya. “Surya.... Aku tidak bermaksud membuat mu tersedat!”
Surya mengambil tissue dari tangan Jodha dan membersihkan bibirnya sekilas.
“Tentu
saja Jodha. Dia pasti akan segera berumah tangga dan hidup bahagia bersama
wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya. Bukan dengan seorang wanita yang
sudah bersuami. Bukan seperti itu tuan?” tanya Jalal menimpali perkataan Jodha.
Mendengar
itu, tatapan Surya dan Jodha langsung mengarah pada Jalal.
“Tentu
saja aku akan berkeluarga dengan seorang wanita yang bukan istri orang, tuan.
Jangan khawatir tentang rumah tangga anda, aku tidak akan pernah membuat rumah
tangga kalian menjadi berantakan.” Surya mengatakan hal itu sambil langsung
menatap intens ke mata Jalal.
“Kalau
begitu untuk apa mengajak seorang wanita yang sudah bersuami menemui mu.
Bukankah itu adalah salah cara membuat hubungan suami istri menjadi renggang?”
Jalal bertanya dengan tatapan menang ke arah Surya.
“Aku tidak
ingin membuat hubungan antara kalian renggang. Aku ingin bertemu dengan istri
anda karna memang ini sangat penting menurut ku.” Surya menanggapi pertanyaan
Jalal yang mematikan dengan tenang. Tapi matanya, memancarkan kesedihan yang
amat sangat mendalam di dalam hatinya. Kembali teringat di memori ingatannya tentang
masa-masa indahnya dulu bersama Jodha. Berjanji akan selalu setia hingga akhir
hayat mereka apapun yang terjadi. Tapi kenyataan nya, takdir lebih memilih
Jalal untuk menjadi pendamping hidup Jodha dari pada dirinya. Hatinya miris
getir menerima kenyataan yang terjadi ini.
“Surya ada
apa? Hal yang penting seperti apa maksud mu?” tanya Jodha bermaksud menengahi
adu argumen antara Jalal dan Surya.
“Jodha...
Apakah kau masih ingat dengan janji kita dulu?” tanya Surya yang hanya di balas
anggukan lemah dari Jodha.
Semuanya kini
sudah terlambat untuk mengulang apa yang terjadi dari awal. Jodha juga pernah
berjanji pada Surya di patung dewi kali, bahwa selamanya hanya Surya lah yang
akan menjadi pendamping hidupnya sampai kapan pun itu. Mereka mengingat masa
silam mereka dengan jelas. Ada pancaran sesal di mata mereka yang sulit untuk
menyatukan apa pun yang telah terjadi.
“Aku
pernah berjanji di hadapan patung dewi kali akan tetap mencintai mu selama
hidup ku. Aku juga berjanji pada nya, kalau kita akan hidup bahagia dengan
anak-anak kita nanti. Tapi, sekarang kau sudah menikah dengan pria lain selain
diri ku. Takdir menjauhkan kita, hingga hubungan antara kita terpisah, dan
takdir lah yang memilih mu untuk menikah dengannya. Aku tau ini sudah terjadi,
tapi aku benar-benar sulit untuk percaya ini Jodha. Dulu, aku hanya mengira ibu
mu saja yang tidak menyetujui hubungan kita, tapi sekarang bahkan takdir juga
tidak berpihak pada hubungan kita.” Surya berhenti sejenak dan memperhatikan
reaksi Jodha.
Setitik
cairan bening menetes mengalir ke pipi mulusnya. Jodha benar-benar tersayat
hatinya mengingat lagi janji itu pada Surya.
Jalal
mengusap air mata di pipi Jodha dengan jari telunjuknya sembari berkata pada
Surya tapi tidak menatapnya “Tidak bisakah kau berhenti berbicara tuan? Apakah
kau tidak melihat kalau istri ku menangis seperti ini.” Jalal sedikit
meninggikan nada suaranya pada Surya.
Jalal
benar-benar tidak habis pikir kalau Jodha akan menangis hanya karna mendengar
perkataan Surya tadi. Sebenar nya, apakah masih ada rasa cinta di hati Jodha,
yang masih tetap menggelora untuk Surya? Jodha... Apakah kau masih ingat dengan
janji kita dulu?
Surya
menghentikan ucapannya begitu melihat air mata Jodha yang sudah mengucur
membahasi pipinya. Sebenar nya, Surya sampai saat ini masih menyimpan begitu
dalam perasaannya untuk Jodha. Lagi-lagi, hatinya harus merasakan luka lagi.
Karna saat ini Surya harus bisa menerima bahwa kenyataan nya, Jodha sudah
menjadi seorang istri. Dia harus mencoba merelakan apa pun yang berkaitan
dengan Jodha dan termasuk menguburkan semua perasaannya untuk Jodha.
“Jodha...
Aku tidak bermaksud membuat mu terluka. Aku tidak ingin membuat mu menangis
seperti ini.” kata Surya lirih sambil hendak mendaratkan tangannya untuk
mengusap air mata Jodha.
Tapi Jalal
menurunkan tangan Surya dan berkata dengan nada sangat geram pada sosok pria
yang ada di hadapannya itu. “Kau tidak boleh menyentuh istri orang sembarangan
tuan. Kau harus tau bahwa Jodha sudah memiliki suami, dan aku pikir kau sudah
mengerti, bahwa hanya suaminya sajalah yang boleh menyentuhnya.”
Jodha
terdiam untuk beberapa saat. Air matanya kini berhenti mengalir. Tapi hati nya,
benar-benar sakit harus menyadari kalau dulunya ia dan Surya pernah saling
mengucapkan janji suci di kuil dewi Kali. “Surya... Aku... Aku tidak pernah
lupa akan janji ku itu. Tapi takdir yang memilih Jalal menjadi suami ku. Aku
saat ini sangat mencintainya. Aku bahkan sulit bisa percaya, bahwa aku telah
mengingkari janji ku sendiri.” kata Jodha mencoba tetap tegar saat mengatakan
hal itu.
“Aku juga
ingin meminta maaf pada mu Jodha. Karna aku juga akan melanggar janji ku pada
mu. Tapi takdir juga telah mempertemukan ku pada seseorang.” Surya menunduk
mengingat tentang perjodohannya dengan Ruqayah. Ibu nya, Jiji Anga 3 minggu
yang lalu telah menjodohkannya dengan seorang gadis Delhi yang merupakan anak
sahabatnya itu. Pernikahannya pun sudah di tetap kan 1 minggu lagi. Surya
memberikan sepucut surat undangan pada Jodha. Jodha membacanya sekilas dan
mengerti maksud perkataan Surya tadi.
Jalal
merebut surat undangan dari tangan Jodha dan membacanya. Wajahnya yang tadinya mengeras,
kini malah melembut dan terlihat sinar-sinar kebahagiaan yang terpancar dari
wajahnya. “Jadi kau akan menikah dengan Ruqayah, anak bibi Gulbadan?” tanya
Jalal sambil tersenyum penuh bahagian pada Surya.
Sementara
Surya yang melihat ekspresi senang Jalal yang begitu dadakan hanya mengangguk
pelan, seakan ingin tahu apa alasan di balik senyum yang mengembang indah untuk
dirinya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Jalal langsung keluar dari kursinya danmemeluk
erat Surya. Jodha yang melihat itu, hanya geleng kepala tdk mengerti dgn apa
yang dilakukan Jalal.
“Surya...
Kita akan menjadi keluarga.” kata Jalal seraya melepaskan pelukannya pada
Surya.
“Keluarga?
Apa maksud mu?” tanya Surya bingung.
“Aku dan
Ruqayah adalah keluarga. Ruqayah adalah sepupuku, dia juga teman masa kecil ku.
Aku sangat senang karna akhirnya sepupu ku itu akan menikah. Sejauh yang ku
tau, setelah dia mengalami sakit yang begitu parah sekali, dia kehilangan
semangat hidupnya. Orang yang dia cintai, pergi meninggalkannya tanpa kabar apapun.
Tapi sekarang, aku mendengar dia akan menikah, aku sangat senang sekali. Kita
akan menjadi keluarga Surya. Aku yakin, Ruqayah lambat laun akan mencintai mu.
Dia pernah berkata pdku, bahwa hanya suaminya kelaklah yang akan mendapatkan
cintanya. Kau tdk akan pernah menyesal menjadi suaminya.”
“Apa? Aku
benar-benar tidak mempercayai hal ini. Kita akan menjadi saudara. Kau dan Jodha
akan jadi saudara iparku. Dewa mungkin tdk mentakdirkan kita untuk hidup
bersama, tapi Dewa mentakdirkan untuk kita hidup berdampingan selamanya dalam
ikatan keluarga.” Surya terlihat begitu senang sekali. Setidak nya, dia juga
akan mempunyai hubungan keluarga dgn Jodha. Meski pun tdk saling memiliki, tp
hatinya merasakan damai akan mendapatkan keberuntungan seperti ini. Ruqayah
akan menjadi istrinya kelak, ia harus belajar melupakan cintanya pd Jodha dan
memberikan seluruh hatinya pada calon istrinya itu.
“Surya...
Kau tdk usah khawatir dengan undangan ini. Aku dan Jalal pasti akan dtg ke
pesta pernikahan kalian.” Jodha tersenyum seraya ingin memeluk Surya karna
teramat bahagia mendengar kabar baik ini.
Tapi tiba-tiba
Jodha menghentikan niatnya karna mendengar deheman Jalal yang di buat-buat. “Ehem...
Ehem.” Jalal berpura-pura berdehen menatap Jodha, begitu tahu Jodha akan
memberikan sebuah pelukan hangatnya pada Surya.
“Ehmm....
Aku senang akhirnya kau akan berumah tangga juga. Aku akan mendoakan semoga
rumah tangga kalian, akan menjadi rumah tangga yang harmonis untuk selamanya.”
kata Jodha sedikit salting begitu melihat sorot mata Jalal yang memandangnya sangat
dlm.
“Surya...
Maaf sepertinya saat ini kami harus pulag. Tidak apa-apakan kalau kami pulang
duluan. Setelah kau menikah dgn Ruqayah nanti, kau pasti akan sering bermain ke
rumah kami.” kata Jalal sembari menarik tangan Jodha.
“Iya,
berhati-hatilah di jalan.” kata Surya dengan seuntai senyum manisnya mempersilahkan
Jalal dan Jodha berlalu dari sana.
Jalal
menarik satu pintu mobil untuk Jodha dan mendorong tubuh Jodha pelan masuk ke
dalamnya. Jalal tersenyum pada Surya, kemudian menancapkan gas menuju rumah mereka.
“Jalal...
Kenapa kita cepat sekali pulang? Apa kau lapar? Kalau kau lapar seharusnya kau
makan saja di restoran sebrang Cafe tadi. Aku kan sore ini tidak masak.” kata
Jodha dengan polosnya.
Sementara
Jalal hanya tersenyum penuh arti tanpa menatap ke arah Jodha. Ia begitu gembira
hari ini, karna dia akan menagih janjinya pada Jodha.
“Saat di
Cafe tadi kau bilang selalu mengingat janji mu kan?” tanya Jalal yang membuat
Jodha berpikir sejenak, kemana sebenarnya arah pembicaraannya dengan Jalal saat
ini.
“Iya...
Aku memang mengingat semua janji ku. Lalu kenapa? Apa aku punya janji pada mu?”
“Ya ampun
Jodha... Apa kau tidak ingat sama sekali? Bukankah, kau telah berjanji akan
memenuhi apa pun yang aku minta, setelah aku mengantar mu mengemui Surya... Hemm?
Apa kau masih ingat itu?”
“Tentu
saja aku masih mengingatnya Jalal. Tapi seingatku, kau tidak meminta apa-apa
padaku.”
“Haa, itu
dia Jodha! Sekarang kau harus menuruti permintaan ku.”
“Setidak
nya, kau bicarakan saja hal ini nanti di rumah. Aku bosan mendengarnya.”
“Ya
baiklah. Tentu saja kita memang harus membicarakan hal ini di rumah. Apa kau
mau kita melakukannya di mobil?”
Jodha
langsung terbelalak dan memanyunkan bibirnya kesal. “Sebaiknya kau tidak usah
banyak bicara lagi Jalal, kau harus menyetir dengan berkonsentrasi.”
Jalal
hanya tersenyum gemas memperhatikan wajah Jodha yang mulai memerah seperti
kepiting rebus itu. Menempuh 25 menit berkendara, mereka berdua telah sampai di
halaman rumah.
Jalal
memperlakukan Jodha sangat baik sekali. Ia membukakan pintu mobil untuk Jodha dan
menggandeng tangan Jodha menuju kamar mereka. Jalal menduduk kan Jodha di atas
tempat tidur lalu bergegas ke lemari dan mengambil 2 setel piyama. Satu setel
untuk Jalal, dan satu setelnya lagi untuk Jodha.
“Apa ini
Jalal? Kenapa baju ini sangat tipis dan transparan sekali. Aku tdk mau memakainya.”
kata Jodha sambil merengut memberikan piyama itu pada Jalal.
“Jodha...
Ayolah kau pakai baju itu. Bukankah kau sudah berjanji akan memenuhi permintaan
ku?” Jalal membangkitkan Jodha dari duduknya dan menuntunnya ke arah kamar
mandi. “Kau mandilah dulu. Tapi, kau harus ingat! Jangan lupa untuk memakai
piyama itu.”
“Tapi...”
ucapan Jodha terpotong ketika Jalal sudah mendaratkan satu kecupan mesranya di
bibir ranum Jodha. “Kahna.... Apa yang
harus aku lakukan? Aku tdk mungkin menolak permintaan nya, karna dia adalah
suami ku. Tapi... Aku sangat takut sekali untuk melakukannya.” batin Jodha sambil
memejamkan matanya menikmati bibir seksi Jalal yang mulai melumatnya perlahan.
Jalal
segera tersadar dari hasratnya dan mendorong pelan tubuh Jodha masuk ke kamar
mandi lalu menutup pintunya dan berkata dgn nada sedikit keras agar Jodha
mendengarnya. “Jodha... Aku hanya memberi mu waktu 10 menit untuk mandi dan
berganti pakaian mu. Kalau sampai kau tidak siap juga, maka aku akan tetap
masuk dan ikut mandi bersama. Bukankah itu lebih menyenangkan Jodha?” tanya
Jalal sambil berlalu dari sana.
“Dia benar-benar tdk sabar sekali. Mana ada
wanita yang bsa menyelesaikan mandinya hanya dlm waktu 10 menit.” guman Jodha dlm hati.
Jalal sdg
asyik menonton film favoritnya di televisi, tapi tiba-tiba terdengar suara
pintu terbuka. Jalal mengalihkan pandangannya menuju pintu kamar mandi. Disana
terlihat Jodha yang begitu menggairahkan tengah memakai piyama berwarna hijau
transparan yang memang tlh di persiapkan jauh-jauh hari untuk menikmati bulan
madu mereka. Jodha terlihat canggung memakai pakaian itu. Sepertinya itu
bukanlah dirinya yang suka memakai pakaian seksi seperti ini.
Jalal
melangkah menghampiri Jodha yang masih berdiri tegak di dpn pintu kamar mandi.
Jodha hanya menunduk memperhatikan penampilannya dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Jalal menatapnya dgn penuh rasa kagum pada Jodha. Tuhan telah mengirimkannya
seorang bidadari secantik Jodha untuk menjadi istrinya. Berulang kali, puji
syukur ia panjatkan kepada sang pencipta.
“Jalal...
Kenapa memperhatikan ku seperti itu? Aku sangat terlihat aneh ya? Kalau begitu
aku akan menukar pakaianku dulu.” kata Jodha hendak kembali masuk ke kamar
mandi.
Tapi Jalal
mencekal lengannya dan menghentakkannya. Sehingga tubuh Jodha tertarik ke
belakang dan memeluk tubuh gempal Jalal. Di rasakannya detak jantung Jalal yang
berdetak sangat cepat sekali di dkt telinganya. Jodha hanya memejamkan matanya tidak
berani menatap Jalal. Ini adalah pertama kalinya, jarak mereka begitu sangat
dkt satu sama lain.
“Jodha,
tunggulah aku, aku harus mandi dulu...” kata Jalal tersenyum sendiri
memperhatikan sedari tadi mata Jodha.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~