By:
Viona Fitri
“Tuan
tidak perlu marah dengan apa kata orang tentang diri anda karna itu memang
benar adanya.”
“Aku
sedang tidak ingin berdebat dengan mu Jodha, sekarang makan lah, kalau tidak
aku benar-benar tidak akan berangkat ke kantor ku.” kata Jalal sambil
mengambilkan nasi dan lauk pauk di piring untuk Jodha.
“Ayo makan
makanan mu, kalau kau tidak mau memakan nya maka aku juga tidak akan berangkat,
jadi apa kau ingin aku hanya duduk manis dan bersantai di rumah saja seperti
itu.” Jalal menarik tangan Jodha dan menduduk kan Jodha kursi samping nya.
Jodha
hanya menatap Jalal dengan tatapan heran. Manusia yang ada di samping nya ini
benar-benar aneh, kadang sangat lembut dan perhatian tapi kadang juga sangat
kejam dan menyakitkan.
“Ayo cepat
makan makanan mu itu. Atau kau ingin aku untuk menyuapi mu juga? Ammijan pasti
akan sangat marah pada ku kalau kau sampai sakit karna ku.” kata Jalal sambil
melihat kearah Jodha.
“Apakah
benar aku boleh makan di meja ini tuan? Bukankah seorang pelayan
seharusnya......” Ucapan Jodha kemudian terhenti karna Jalal menyuruhnya untuk
diam dan tidak banyak tanya lagi dengan perintah nya.
“Jodha tak
bisa kau menuruti perkataan suami mu ini. Ya benar memang aku menyuruh mu
memanggil ku dengan sebutan tuan, tapi aku juga suami mu kan, tolong turuti
perintah ku ini.”
Jodha
kemudian memakan makanan nya sambil sesekali memandang ke arah Jalal yang terus
memperhatikan nya. Apakah Jodha benar-benar memakan nya atau tidak?
Setelah
Jodha selesai makan, pandangan Jalal tidak lagi memperhatikan nya. Jalal lalu
pergi sambil mencangking tas kecil nya. Tapi Jodha segera menghentikan
langkahnya. “Tuan sebentar, kau terlupa memakai dasi mu!” Jodha berlari
menghampiri Jalal yang sudah berada di ambang pintu.
Jalal
melihat kemeja nya yang plong tanpa dasi. Ia lalu tersadar kalau hari ini ada
meeting besar yang di hadiri oleh perusahaan-perusahaan ternama di India.
Seharusnya ia tidak lupa akan hal itu.
“Tuan kau
lupa memakai dasi mu, ijinkan memasangnya tuan?” kata Jodha penuh harap.
Setidaknya ia bisa sekali saja berguna dalam hidup suami nya itu. Jalal hanya
mengangguk setuju. Kemudian Jodha memasangkan dasi Jalal dengan sangat
berhati-hati karna takut membuat Jalal akan marah padanya lagi.
“Terimakasih.
Aku akan pulang jam 5 sore nanti. Aku pergi dulu.” Jalal kemudian memasuki
mobil nya melaju kencang menyusuri jalan lintas kota Agra yang sangat ramai
sekali itu.
* * * * *
* * * *
Jodha
sibuk dengan tugasnya membereskan rumah. Hari sudah hampir sore, Jodha lalu
memasakkan makanan untuk makan malam Jalal nanti. Terdengar suara mobil
memasuki halaman, Jodha tidak menyambutkan karena belum selesai melakukan puja.
Jalal
masuk ke dalam rumah tapi tidak mendapati Jodha menyambut ke pulangan nya.
Jalal panik kalau-kalau Jodha akan melarikan diri dari nya. Tapi kemudian
setelah Jalal mendekat ke arah dapur, hati nya merasa lega mendengar suara
Jodha yang sedang menyanyikan Bhajan pada Kahna nya.
Jalal
melihat ke arah meja makan yg sudah penuh dengan masakan-masakan kesukaan nya.
Tapi dari mana Jodha tau tentang semua hal itu, “Oh mungkin saja ibu yang
memberi tahukan nya.” Jalal berdiri di depan pintu kamar Jodha untuk menunggu
nya makan bersama. Setelah Jodha selesai dengan puja nya, ia membuka pintu
kamar nya dan terkejut melihat Jalal berada tepat di hadapan nya.
Hampir
saja Jodha menabrak tubuh Jalal, untung nya Jalal segera bergeser dari tempat
nya dan menuju ruang makan. Jodha menguntit di belakang Jalal sambil menarikkan
satu kursi untuk tempat duduk Jalal.
“Maafkan
aku tuan, aku tidak tau kalau anda sudah ada di depan pintu kamar ku tadi. Aku
juga tidak menyambut anda, karna aku belum menyelesaikan puja ku.” kata Jodha
memohon.
“Tidak
masalah, sekarang kau duduklah kita akan makan bersama!” kata Jalal lembut.
Jodha kemudian duduk di hadapan Jalal dan mengambil kan nasi komplit dengan
lauk pauk nya untuk Jalal.
“Terimakasih!”
“Apa tuan
tidak memarahi ku karna hal itu?”
“Untuk apa
aku memarahi mu, kau sudah sangat baik pada ku.”
“Aku harap
tuan tidak akan lagi memarahi ku lagi.”
“Itu
tergantung pada mu, kau melakukan kesalahan atau tidak.”
“Baiklah
aku akan berusaha untuk tidak membuat kesalahan lagi.”
“Hem.......
Aku juga berharap seperti itu.”
Jalal dan
Jodha pun makan bersama. Tanpa di sadari oleh dirinya sendiri, ia telah begitu
baik memperlakukan Jodha dalam hidupnya. Meskipun rasa benci pada Jodha belum
sepenuhnya hilang, tapi ia juga mulai memikirkan satu hal. Wajar kalau Jodha
marah pada nya karna telah menghancurkan keluarga nya, ayah nya sakit keras
hanya karna ulah gila nya menginginkan kekuasaan dan martabat tertinggi di
India. Ia menyadari, kalau kesalahan, tidak sepenuh nya pada diri Jodha.
Setelah
mereka selesai menyantap masakan Jodha, Jalal menyuruh Jodha untuk tetap duduk
sebentar karna ada hal penting yang ingin di sampaikan pada Jodha.
“Jodha,
aku ingin berbicara pada mu. Kau pernah bilang bahwa kau sangat mengharapkan
kekasih lama mu, apa kau akan pergi meninggal kan ku, ketika kekasih mu nanti
datang lagi pada mu dan meminta mu untuk menikah dengan nya?”
Jodha
terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan dari Jalal. Harapan untuk hidup bersama
Surya memang masih ada. Tapi apakah ia akan meninggalkan Jalal seorang diri?
Ketika ia menikah dengan Jalal, ia telah bersumpah di depan api suci untuk
selalu setia pada suami nya dan sumpah itu sangat sakral sekali menurut Ajaran
Hindu nya.
“Kenapa
bertanya seperti itu tuan? Aku tidak ingin membahasnya!” kata Jodha mencoba
menghindari pertanyaan Jalal barusan.
“Apa aku
tidak boleh bertanya itu pada mu? Atau kau masih sangat berharap kali pada
kekasih mu itu?”
“Tidak
seperti itu tuan. Aku benar-benar bingung untuk menjawab nya.”
“Apa kau
masih mencintai nya Jodha? Aku melihat dimata mu, kau masih menyimpan banyak
harapan pada lelaki itu.”
“Aku
memang tidak pernah berhenti berharap, tapi takdir mungkin telah memilih mu
untuk menjadi suami ku. Jadi aku akan tetap bersama mu. Tak perduli apa kau
akan menyakiti ku sekalipun.”
“Aku juga
tidak ingin memperpanjang masalah ini. Tapi Jodha kau harus ingat bahwa kau
saat ini sudah menjadi seorang istri, seorang yang sudah bersuami tidak boleh
menjalin hubungan dengan pria manapun selain suami nya.”
“Aku tau
itu, tapi bagaimana jika suami ku sendiri tidak pernah menganggap ku sama
sekali, dia hanya menganggap ku sebagai pelayan nya saja, lalu apakah aku harus
tetap hidup bersama nya? Apa aku tidak di izinkan untuk mendapatkan kebahagiaan
dengan lelaki lain yang lebih mencintai ku? Tuan aku sangat ingat betul bahwa
kau membenci ku, aku juga masih belum bisa melupakan apa yang terjadi pada ku
dan juga keluarga ku. Sampai saat ini aku memang masih membenci mu, tapi aku
berusaha untuk menjadi istri yang baik bagi mu karna aku memegang janji ku pada
ayah.”
“Bagus
Jodha, kau yg telah mengingatkan ku dengan dendam ini, padahal aku sudah mulai
mencoba melupakan nya, tapi kau yang membuatku akan berubah seperti dulu lagi.”
Jalal lalu pergi menuju kamar nya. Jodha hanya memperhatikan punggung Jalal yg
semakin lama semakin menjauh dari nya.
Di kamar
nya Jalal berusaha untuk memejamkan mata nya, tapi mata nya seakan tidak ingin
terpejam malah ingin melihat sosok Jodha. Ada kerinduan dengan sosok gadis
cantik itu. Tapi tetap saja ego nya masih berusaha tidak memenuhi kata hati
nya, dia sangat ingin meminta maaf pada Jodha tapi....... Akhirnya Jalal tidak
bisa menahan kata hati nya untuk segera menemui Jodha dan meminta maaf pada
nya, setidak nya itu akan membuat rumah tangga mereka sedikit lebih membaik
dari sebelumnya. Jalal pun melangkah menuju kamar Jodha.
Belum
sempat Jalal mengetu pintu kamar Jodha, tapi luar terdengar Jodha sedang
berbicara dgn seseorang dgn sangat berhati-hati sekali.
“Surya,
aku tidak bisa bertemu dengan mu. Sekarang aku sudah menikah, aku harap kau
mengerti itu. Aku tidak ingin membuat masalah baru dgn suami ku.” kata Jodha di
layar ponselnya.
“Tapi, aku
hanya ingin bertemu dgn mu sebentar saja Jodha. Aku tau kau masih mencintai ku,
aku juga masih menjaga hati ku hanya untuk mu. Tak bisa kah kau mengerti bahwa
aku datang jauh-jauh dari London hanya untuk menemui mu, setidaknya hargailah
usaha ku ini”
Jalal yang
berada di luar pintu, ternyata bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas.
Ia mengurungkan niat nya untuk mengetuk pintu Jodha karna mulai tertarik dengan
pembicaraan Jodha dengan si penelepon.
“Jodha,
apa rumah tangga kalian berjalan dengan baik? Kenapa kau mengatakan tidak ingin
membuat masalah baru dengan suami mu? Apa kau sangat mempunyai banyak masalah
dengan nya?” tanya Surya dari sebrang ponsel nya sana.
“Dia
sangat baik, dia sangat mencintai ku sekali.” kata Jodha terisak.
“Lalu
kenapa kau menangis Jodha?” tanya Surya lagi. Tidak mungkin semua nya berjalan
dengan baik dengan rumah tangga Jodha disana, kalau semuanya baik-baik saja
lalu kenapa Jodha menangis seperti itu?
“Surya.....
Kau tau kan siapa suami ku sekarang ini? Dia adalah Jalal orang yang
menghancurkan keluarga ku. Dia juga orang yang sudah membuat ayah ku jatuh
sakit. Bagaimana aku bisa hidup seatap dengan orang yang telah menyakiti ku.
Dia memperlaku kan ku dengan tidak baik. Aku tau aku pernah membuat kesalahan
padanya, tapi itu karna dia lah yang telah bersalah lebih dulu dan aku hanya
ingin membalaskan rasa sakit ku ini pada nya.” kata Jodha terisak.
“Apakah
dia memperlakukan mu dengan sangat kasar Jodha? Aku benar-benar tidak bisa
menerima hal itu, aku akan datang pada nya dan membicarakan hal ini pada suami
mu. Benar dia adalah suami mu, tapi dia tidak berhak kasar terhadap mu kan?”
“Surya
tidak apa-apa. Dia sudah mulai berubah sekarang. Tapi tadi kami bertengkar
lagi, aku tidak ingin kau menemui ku dan mengganggu rumah tangga ku. Aku pasti
akan bahagia hidup bersama nya. Aku yakin ayah ku telah tepat memilihkan Jalal
untuk ku. Sudah larut Surya aku akan tidur dulu.” Jodha langsung pembicaraan
telepon nya dengan Surya.
Jalal
benar-benar sakit mengetahui Jodha sangat tersiksa hidup dengan nya. Jalal bisa
mendengar dgn jelas tangisan Jodha yang benar-benar menghanyutkan itu. Dia
bercerita tentang Jalal dan menjaga martabat Jalal dgn sangat baik. Jodha berusaha
tegar menjalani hari-hari nya dgn Jalal. Ia menahan semua rasa sakit nya
sendirian dan menyimpan nya dalam hati. Tapi padahal dalam kesunyiaan dia
menangis seorang diri. Meratapi takdir nya yang begitu menyedihkan.
Jalal
membuka pintu kamar Jodha. Dia melihat Jodha sedang meringkuk memeluk lutut dan
membenamkan wajahnya disana. Ia seperti telah kehilangan segala nya dari hidup.
“Jodha.....”
kata Jalal memanggil Jodha yg masih menangis itu. Jodha mendongak menatap Jalal
dan segera menghapus air mata nya. Pandangan nya tertuju pada pintu kamarnya yg
terbuka, mungkin tadi ia terlupa mengunci pintu dan Jalal kemudian datang dan
membuka nya.
Jalal
duduk disamping Jodha sambil memperhatikan nya. Wajah nya sembab dengan air
mata. Mata nya pun memerah karna terlalu banyak menangis.
“Maaf tuan
aku tidak tau kalau tuan sudah ada di kamarku.” kata Jodha berusaha
menyembunyikan kesedihan nya.
“Kenapa
kau menangis lagi Jodha? Apa kau tidak bisa tidak menangis dalam sehari saja?
Tak bisa kah kau tidak menyakiti diri mu sendiri?” tanya Jalal yang terduduk di
samping Jodha.
“Bagaimana
aku tidak menangis tuan? Ini adalah kebiasaan baru setelah aku menikah dgn
anda. Kalau pun aku menyakiti diri ku sendiri, aku tidak apa-apa. Karna memang
pada kenyataan nya hidup ku memang pantas untuk ditangisi. Kau boleh tertawa
dan merasa senang sekarang tuan, karna kau memang yg menjadi pemenang nya.”
“Kau
selalu saja begini Jodha. Tak bisakah kau melupakan masa lalu mu? Aku mencoba
bersikap baik pada mu, tapi kau malah yg bersikap dingin pada ku.”
“Aku
mungkin telah kehilangan semua sikap baik ku untuk mu. Mungkin aku bisa
bersikap baik pada mu jika nanti aku sudah melupakan masa lalu ku dan juga
menerima mu sebagai suami ku.”
Tet....
tet.... tet. Bunyi Handphone Jalal berdering dari saku Kimono malam nya itu.
Jalal mengangkat telepon dan ternyata yg menelepon adalah Ammijan nya.
“Iya
ammijan Jodha ada bersama ku. Ada apa?” tanya Jalal di Layar Ponselnya. “Ammijan
sangat ingin berbicara pada nya Jalal, tolong berikan Handphone nya pada Jodha!”
pinta Hamida yg terdengar dari handphone Jalal.
Jalal
memberikan handphone pada Jodha. “Halo ammijan, ada apa?” Tanya Jodha dgn suara
seraknya seperti habis menangis. “Jodha kau kenapa nak? Apa kau baru saja
menangis? Apa Jalal menyakiti mu? Tolong berikan telepon nya pada Jalal.” Jodha
memberikan Handphone nya pada Jalal kembali.
“Jalal,
kau apakan lagi Jodha? Apa kau menyakiti nya lagi? Bukankah sudah ibu katakan
untuk selalu menjaga dan menyayangi nya? Apa kau tidak bisa menjaga perasaan
seorang wanita dgn baik?” tanya Hamida meminta penjelasan pada Jalal.
“Ibu aku
tidak melakukan apa-apa pada nya? Dia mungkin hanya teringat dengan orang tua
nya saja. Besok aku akan mengantar nya kerumah Orang tua nya jika dia mau. Ibu
tidak usah khawatir tentang Jodha. Aku akan menjaga nya dgn sangat baik disini.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~