**Di Kamar Jalal**
Jalal meminta Jodha untuk mengambil cambuk yang dipegangnya dan Jodha pun mengambinya.
Jodha: “Berapa banyak aku harus mencambukmu?”
Jalal: “Sebanyak yang kau unginkan. Sampai kesalahanku dihapus dari hatimu. Kau boleh melakukan itu sampai kau puas dan aku tidak akan mengatakan apa-apa.”
Jodha menatapnya dengan berkaca-kaca, “Aku adalah orang yang pertama kali menyebabkan kesalahan ini. Jadi kau harus menghukumku terlebih dahulu.”
Jalal mulai berteriak. Ia merebut cambuk itu dari tangan Jodha dan membuangnya.
Jalal: “Kau tidak tidak melakukan kesalahan apapun. Aku yang bersalah.”
Jodha: “Aku yang melakukan kesalahan, kau melakukan apa yang kau lihat dan apa yang kau mengerti. Tapi aku tidak mengatakan kebenarannya padamu. Aku menyembunyikan kebenaran itu. Kau terus meminta maaf padaku, tapi aku tidak menghiraukannya dan menuruti egoku. Aku melakukan dosa karena suamiku terus meminta maaf padaku dan aku tidak menghiraukanmu. Aku lah yang melakukan kesalahan. Aku menyakiti banyak orang karena egoku, Ibu, Ratu Salima dan Rahim. Akulah yang melakuakn kesalahan terbesar, jadi berikan hukuman itu padaku.”
Jalal mengatupkan tangannya didepan dadanya, “Tidak, akulah yang salah. Aku telah memintamu meninggalakan Agra. Karena aku, semua orang tersakiti, aku bukan suami yang baik maupun raja yang baik. Hukum aku dan tolong maafkan aku.” Jalal mengatupkan tangannya.
Jodha memegang tangan Jalal dan menghapus air matanya, “Tidak pantas suami meminta maaf kepada istrinya. Aku memaafkan sudah sejak lama tapi aku tak bisa mengampunimu. Aku tidak kembali karena kau menghapus pajak atau karena kau memaafkan Shivani dan Tejwan. Tapi aku kembali untuk melihat orang yang memiliki hati, memiliki kelembutan, memiliki cinta untuk dirinya sendiri dan orang itu ada didepanku. Aku kembali karena misiku telah tercapai dan orang didepanku adalah manusia dan raja terbaik. Aku bangga padamu dan aku bangga karena aku menjadi istrimu.”
Mereka saling memberikan senyuman. Karena tiupan angin, ada beberapa benda seperti serpihan bunga menusuk mata Jodha. Jalal khawatir, “Aku akan meniupnya.”
Jalal tampak ragu untuk menyentuh mata Jodha namun ia melakukannya dan meniup mata Jodha. Jodha memegang kedua lengan Jalal. Setelah Jalal selesai meniupnya, Jalal menatap kedua tangan tersebut. Jalal menurunkan tangannya secara perlahan dan tangan Jodha masih ditempatnya dan tak ada tanda untuk menariknya. Inn Aankhon Mein Tum kembali mengalun sebagai backsoundnya.
Jodha menurunkan pandangannya karena malu. Jalal kemudian menggenggam tangan Jodha. Mereka saling berpandangan. Jalal sangat emosional dan langsung menarik Jodha dalam pelukannya. Jodha tertegun, ia meremas chania (rok) nya. Ia mencoba mengendalikan dirinya, menutup matanya dan merasakan detak jantung Jalal. Perlahan tapi pasti, kedua tangannya mulai tergerak dan membalas pelukan Jalal. Jalal terkejut dengan reaksinya, dan kemudian memeluk Jodha dengan sangat erat.
Jalal melepaskan pelukannya. Jalal menempelkan dahinya ke dahi Jodha, dan tepat pada saat itu Ruqaiya datang. Ruqaiya terkejut, marah, sedih, kecewa melihat mereka begitu dekat. ***Wow, Ruqs, kau datang diwaktu yang tidak tepat. Atau justru waktu yang tepat ya???? Hihihi***
Jalal membelai pipi Jodha dan keduanya memberikan senyuman satu sama lain. Pipi Jodha memerah, Ruqaiya yang masih disana dipenuhi kemarahan. Ia tidak dapat menahan tangisnya dan langsung pergi dari kamar Jalal.
Dalam langkahnya yang cepat Ruqaiya berfikir, “Jodha, berani-beraninya kau datang begitu dekat dengan Jalal?” Tiba-tiba Ruqaiya hilang kesadaran, ia pingsan dan menjatuhkan vas besar yang ada disana. Mendengar ada kegaduhan Jalal langsung keluar diikuti Jodha. Ia begitu terkejut melihat Ruqaiya terbaring di tanah. Ia menyuruh Dasi memanggilkan tabib. Ia membawa Ruqaiya dalam pelukannya ke kamarnya.
Jalal membaringkan Ruqaiya di atas tempat tidurnya. Jodha berada disamping Ruqaiya sambil menggosok tangannya. Sementara Jalal tampak sangat mengkhawatirkan Ruqaiya. Walau bagaimanapun, Ruqaiya tetaplah istrinya.
Tabib datang dan memeriksa Ruqaiya. Ruqaiya dinyatakan hanya kekelahan dan membutuhkan istirahat. Tabib memberikan obat dan mengatakan bahwa Ruqaiya akan kembali seperti sedia kala setelah meminum obat dan beristirahat.
Ruqaiya bangun dari tidurnya. Ia ingin kembali ke kamarnya. Tubuhnya masih lemah sehingga ia hampir terjatuh. Jalal menghampirinya dan mengantarnya sambil memapahnya menuju kamarnya. Mereka meninggalkan Jodha yang tampak buruk, sedih dan kecewa juga cemburu.
Shehnaz berada di Kamar Maham Anga mencari sesuatu di dalam peti. Maham Anga datang dan menanyakan siapa dirinya. Shehnaz begitu ketakutan apalagi Maham membentaknya. Shehnaz beralasan bahwa ia sedang mencari patung Krishna milik Jodha. Namun Maham Anga tak semudah itu percaya.
Dari luar ada yang memanggil Shehnaz dan itu adalah Javeda. Javeda langsung menghambur memeluk Maham, “Ibu, ternyata kau yang menemukan Shehnaz.”
Kemudian ia berdiri disamping Shehnaz. Maham Anga masih terus marah. Javeda mengatakan bahwa Shehnaz adalah pelayan Jodha yang Jodha bawa dari Agra. Kemudian ia berbisik pada Maham bahwa Shehnaz sedikit gila. Maham Anga tak peduli dan menyuruh Javeda membawanya pergi.
Setelah mereka berdua pergi, Maham Anga membuka petinya. “Apakah dia mencari sesuatu. Apa tujuannya datang kesini?”
Jalal membawa Ruqaiya ke kamarnya dan membantunya berbaring. Ia memerintahkan Dasi supaya tetap mengawasi Ruqaiya dan memberinya makan secara teratur. Ruqaiya mengatakan bahwa ia tidak sakit. Namun Jalal tetap bersikeras supaya Ruqaiya menjaga dirinya sendiri. Ia kemudian pamit karena ia masih memiliki urusan lain. Sebelum pergi ia mencium kening Ruqaiya. Ruqaiya yang sudah ditinggal Jalal tersenyum bahagia.
Maham datang ke tempar rahasia sambil membawa obor, “Aku selalu datang dengan harapan akan mendapatkan jawaban. Tetapi kau selalu mengecewakanku. Tapi sekarang cukup, kesabaranku sudah habis. Kau berpikir peringatanku hanyalah main-main, tapi kau tidak tahu bahwa ketika aku marah bahkan setan pun takut padaku.”
Maham membakar kain hijau dengan penuh amarah, “Ini adalah kesempatan terakhirmu. Saat aku datang lagi, aku akan mendapat jawabannya darimu.”
Jodha melakukan aarti pada tanaman tulsi, Rahim datang.
Jodha: “Rahim, apa yang kau lakukan disini.”
Rahim: “Yang Mulia tidak melakukan kesalahan. Dia mengucapkan mantranya dengan benar.”
Jodha: “Apa maksudmu Rahim?”
Rahim: “Ketika kau tidak ada disini, Yang Mulia selalu menyiraminya dan selalu berdoa disini.”
Jodha: “Benarkah?”
Rahim: “Ia selalu memenuhi semua kebutuhanmu.”
Jodha: “Aku tidak percaya ini, Yang Mulia melakukan aarti disini.”
Rahim: “Aku tahu dia tampak keras kepaka, tetapi dia melalukan apapun yang kau sukai.”
Jodha: “Jangan berkata seperti itu pada orang tua.”
Rahim: “Baiklah. Berikan aku prasad.”
Jodha memberikannya tapi sebelumnya ia meminta Rahim supaya
Rahim: “Aku tahu, kau akan pergi menemui Yang Mulia untuk memberinya aarti dan parsad, tapi jangan katakan kepadanya bahwa aku menyebutnya keras kepala.”
Jodha hanya tersipu dan tertawa kecil. Rahim pun pergi meninggalkannya. Jodha melangkah pergi. Namun ia kembali berbalik dan melihat pohon tuls, wajahnya sudah memerah dan tersenyum malu.
NOTE:
Ini sinopsis terakhir dari saya sebelum saya cuti dari dunia persinopsisan selama beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Kalau beberapa tahun sepertinya tidak... hihihi^0^
Namun untuk FanFiction, saya usahakan tetap lanjut hingga selesai. Akan tetapi sepertinya tidak bisa sering-sering seperti biasanya. (Seperti yang sudah saya utarakan di FanPage, karena ada alasan yang tidak bisa saya sebutkan disini)
Banyak di blog lain yang menyediakan sinopsis Jodha Akbar maupun FanFiction Jodha Akbar. Untuk Sinopsis, Insya Allah akan saya update link nya jika sudah ada yang membuat sinopsisnya.
See You Next Time. Sampai jumpa lagi di sinopsis serial atau drama yang lain. Jika ada yang menarik, boleh kita sharing sama-sama.
Salam hangat dari saya...
Regards,
Romla Chusnianti Ningrum.