Jodha sedang sibuk mempersiapkan untuk panggilan konferensi. Dia membuat daftar poin-poin yang akan dia ajukan selama panggilan. Kadang-kadang, Jalal berdiri dekat partisi kaca dan memandangnya. Jodha tidak menyadari hal ini. Selain itu, dia juga melakukan pekerjaan lain yang Jalal berikan padanya. Dia sedang sibuk mempersiapkan anggaran Departemennya. Waktu makan siang, ia telah menyelesaikan setengah pekerjaannya. Ia kemudian memutuskan untuk makan siang dengan Salima dan Ruqaiyya. Dia menuju meja Salima dimana ia bertemu dengan mereka berdua. Mereka berbagi Makan Siang mereka dan bercakap-cakap dengan mereka. Istirahat makan siang selesai dan dia kembali ke mejanya. Jodha terus duduk disana untuk menyelesaikan pekerjaannya sampai sekitar pukul 6. Ayahnya kemudian datang ke mejanya.
Bharmal: “Jodha.”
Jodha: “Ya Papa.”
Bharmal: “Jodha, nenekmu sedang di rumah sakit sekarang.”
Jodha: “Tapi kenapa Papa?”
Bharmal: “Ia berdiri di bangku untuk menjemur pakaian. Ia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Kaki dan tangannya retak.”
Jodha: “Nenek dibawa kerumah sakit mana Pa?”
Bharmal: “Rumah sakit Nanavati.”
Jodha: “Apakah Anda dan Mama akan melihatnya? Bagaimana dengan Sujamal?”
Bharmal: “Ya, aku dan mamamu akan pergi. Kami telah memberitahu Sujamal, tidak perlu khawatir. Ia akan menghadiri pesta di rumah Maan. Tapi Jodha, ada satu hal.”
Jodha: “Ya Papa, apa?”
Bharmal: “Aku membutuhkan mobil, Jodha. Aku sangat menyesal. Kau pulanglah dengan menumpang mobil seseorang.”
Jodha: “Oke Papa, saya akan mengatur untuk itu. Anda jangan khawatir. Tapi bagaimana dengan Rapat Komite?”
Bharmal: “Jangan khawatir tentang itu, aku telah mengatakan kepada mereka bahwa ada keadaan darurat dan aku tidak bisa menghadiri Komite. Mereka mengerti. Jodha, ini kunci rumah. Kami akan pulang terlambat dan Sujamal tidak akan pulang sampai besok jadi bawalah ini. Juga, makanlah sesuatu, jangan sampai kau kelaparan. Dan terus hubungi kami, oke?”
Jodha: “Oke, Papa jangan khawatir. Dan katakan padaku bagaimana keadaan Nenek, oke Papa?”
Bharmal: “Oke Jodha, aku harus pergi sekarang. Aku akan menjemput Maina dan kami akan pergi. Aku akan menelepon dan memberitahumu bagaimana keadannya.”
Bharmal meninggalkan kantor sambil membawa kunci mobil. Jodha, di sisi lain sedang tegang. Ia harus membuat rencana untuk pulang ke rumah. Dia tidak bisa membatalkan konferensi hari ini, Jalal tidak akan mengizinkannya.
Jodha: “Biarkan aku berpikir tentang hal ini nanti, pertama aku akan berkonsentrasi pada pekerjaan ini.”
Jodha menyelesaikan sisa pekerjaannya dan pergi ke runagan Jalal. Dia menyerahkan anggaran yang telah dia buat sepanjang hari.
Jalal: “Jadi kau bisa menyelesaikan pekerjaan ini, ya?”
Jodha: “Ya, Pak Presiden.”
Jalal: “Oke, tapi bagaimana dengan pekerjaan lain yang aku ditugaskan padamu?”
Jodha: “Sudah hampir selesai Pak. Pak Presiden, kapan konferensi dijadwalkan? Karena saya benar-benar lapar dan saya ingin makan sesuatu.”
Jalal: “15 menit Jodha! Kau perlu makan dengan cepat, pergilah!”
Jodha: “Baiklah, Pak Presiden, saya akan kembali dengan cepat!”
Jodha buru-buru meninggalkan ruangan Jalal dan menuju kantin kantor. Dia ingin makan malam yang tepat tapi karena waktu tidak mengizinkan itu, dia hanya memutuskan untuk makan sandwich. Jalal di sisi lain menyeringai jahat.”
Jalal: “Oh Jodha! Kau begitu naif! Kau percaya saat aku mengatakan bahwa konferensi akan segera dilaksanakan. Mari kita lihat seberapa jauh kau bisa menahan rasa laparmu!”
Di sisi lain Jodha sedang menunggu panggilan di mejanya. Dia tidak makan sesuatu dan masih sangat lapar. Dia minum air dari botol di mejanya dan menunggu dengan sabar. Kantor mulai sepi. Beberapa orang sedang menuju ke rumah mereka, sementara beberapa orang menuju ke restoran atau sebuah club untuk bersantai. Jodha gelisah dan mencoba untuk mengingat apa yang seharusnya dia katakan. Hanya dia satu-satunya karyawan yang tersisa di kantor. Dia mengatakan selamat jalan untuk Salima dan mengatakan bahwa dia akan bertemu pada hari Senin. Jalal menatapnya dari ruangannya. Dia tampak sedikit lelah tetapi baik-baik saja.
Waktu terus berlalu dan itu sudah pukul 9 malam. Konferensi yang telah dijadwalkan jauh sebelumnya akhirnya terjadi. Jodha berbicara dengan vendor, seorang wanita Amerika yang disebut Tracy. Jodha berkata kepada vendor tentang perusahaan mereka dan bercerita tentang semua poin yang telah dia buat. Akhirnya, panggilan itu berakhir dengan vendor mengatakan bahwa dia menyukai poin yang Jodha sampaikan dan akan menghubunginya kembali. Setelah panggilan selesa, Jodha menghela napas lega. Dia sangat lapar dan lelah. Dia sangat ingin pulang, ketika dia menyadari...
Jodha: “Oh tidak! Papa telah membawa mobilnya! Bagaimana caraku pulang sekarang?”
Jalal yang sudah melihat seluruh kejadian itu dari ruangannya, keluar. Dia terkejut bagaimana Jodha berhasil melakukan konferensi tersebut. Dia terus mengejutkannya setiap waktu tetapi juga menyadarkan kekalahannya terhadap dirinya. Ini dibuat untuk mengalahkan dia bahkan lebih kuat. Dia berjalan ke arah Jodha, yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
Jalal: “Jadi bagaimana panggilannya?”
Jodha: “Itu berhasil Pak Presiden! Dan dia mengatakan akan segera menghubungi kembali.”
Jalal: “Apa yang terjadi, mengapa kau begitu tegang?”
Jodha: “Tidak apa-apa, Pak Presiden.”
Jodha tidak ingin dia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia ingin memecahkan masalahnya sendiri. Selain itu, ia tidak tahu apakah dia bisa percaya padanya.
Itu hampir pukul 10 malam. Jodha memutuskan untuk naik taksi dan pulang. Dia mencoba mencari taksi tapi mendapatkan taksi dari bawah Parel ke Mahim tidaklah mudah. Dia telah bertanya setidaknya lima cab driver tapi semuanya menolak. Dia merasa frustrasi dan memutuskan untuk memanggil layanan taksi prabayar ketika Mercedes hitam berhenti tepat di depannya. Kaca mobil dirunkan dan Jodha melihat Jalal di dalam mobil.
Jalal: “Apa yang kau lakukan disini? Masuklah, aku akan mengantarmu pulang.”
Jodha: “Tidak perlu Pak Presiden, saya akan pulang naik taksi. Anyway, Anda tinggal di Selatan Mumbai dan saya harus pergi dalam arah yang berlawanan.”
Jalal: “Apakah kau gila? Masuklah, aku akan mengantarkanmu.”
Jodha duduk di mobil Jalal di kursi depan. Jalal gembira dengan Jodha sendirian di mobil. Terakhir kali dia duduk di mobilnya bersama Sujamal, dan ada sopirnya. Tapi kali ini, hanya dia dan Jodha yang berada di sana.
Jalal: “Jadi mengapa kau memanggil taksi?”
Jodha: “Papa harus pergi ke suatu tempat segera, jadi Papa membawa mobilnya.”
Jalal memberi sedikit senyuman. Jodha memandang ke luar jendela dan tidak mengatakan apa-apa. Dia bertanya-tanya apakah dia bisa mempercayai orang ini. Jalal di sisi lain sangat bahagia karena Jodha duduk di sebelahnya. Sambil mengemudi dia meliriknya dan matanya memancarkan kebahagiaan.
Jalal (untuk dirinya): “Aku bahkan tidak mendapat kesempatan untuk mengagumi dia sepenuhnya hari ini! Dia tampak begitu seksi bahkan ketika dia tertutup! Perawakannya yang terbaik! Oh, aku ingin memarkir mobil di suatu tempat dan menciumnya!”
Jodha: “Apa yang terjadi, Pak Presiden? Apakah ada yang salah?”
Jalal malu karena tertangkap sedang menatapnya. Dia berbalik dan matanya terus tertuju ke jalanan. Jodha memberinya petunjuk dan mereka mencapai kompleks apartemennya.
Jodha: “Terima kasih, Pak Presiden.”
Jalal: “Tidak apa-apa, Jodha. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian.”
Jodha berbalik untuk pergi dan Jalal menunggu sampai dia memasuki Lift. Tiba Jodha berbalik dan kembali ke mobil Jalal. Jodha pergi dekat jendela pengemudi.
Jodha: “Pak Presiden?”
Jalal: “Ya, ada apa Jodha?
Ternyata Jodha mengajak Jalal untuk mampir sebagai balasan karena telah mengantarkannya. Awalnya Jalal menolak namun Jodha memaksa.
Jalal: “Oke, aku akan memarkirkan mobil dulu.”
Jodha menunggu Jalal di lobi. Dia memutuskan untuk mengajak Jalal mampir karena ia berhasil pulang dengan selamat dan Jalal tidak mengambil keuntungan darinya. Dia berterima kasih untuk itu.
Setelah memarkinkan mobilnya, Jalal turun dari mobil dan menuju lobi di gedung Jodha.
Jalal: “Wow! Akku tidak pernah mengharapkan ini darinya! Ia tidak mengatakan ayahnya keluar atau sesuatu? Tapi bukankah ibunya ada dirumah? Itulah sebabnya mengapa dia menyuruhku mampir. Tapi tetap saja, bahkan jika tidak ada seorang pun di rumah, dia akan merasa bersalah jika melakukan sesuatu yang tidak benar. Oh Jodha! Sebuah rumah kosong dengan hanya kita berdua saja didalamnya!”
Jalal bertemu Jodha di lobi dan mereka memasuki lift..... Bersambung ke Chapter 9